Mereka Yang Ikut Merasakan Euforia Wisuda

Oleh

Editor

Raut bahagia terpancar jelas di muka Ny. Dian Sabtu (27/10) kemarin. Jelas saja, putrinya, Adyati Pradini Yudison (Teknik Lingkungan 2003) baru diwisuda. “Senang, terharu, semuanya campur aduk jadi satu,” kisahnya. “Maklum, dia anak pertama. Senang rasanya bisa membimbing sampai sini.”

Ny. Dian tidak sendirian. Hari itu ada sekitar 1.300 wisudawan lain yang melepas statusnya sebagai mahasiswa. Seperti yang selalu terjadi setiap wisuda, Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) dipenuhi oleh keluarga para wisudawan. Tidak sedikit yang sengaja datang jauh-jauh dari luar kota hanya untuk menyaksikan putra/putri mereka diwisuda. Di luar gedung Sabuga, massa himpunan sudah menyambut untuk siap-siap mengarak para wisudawan. Kegembiraan terasa di mana-mana. Sebuah euphoria.

Tidak heran jika momen yang hanya terjadi tiga kali setahun ini dimanfaatkan oleh sejumlah orang yang ingin meraih keuntungan. Setiap ada wisuda, pedagang berbagai jenis barang dan jasa tumpah ruah di sekitar Sabuga. Mulai dari aneka makanan dan minuman, mainan anak-anak, bunga, coklat, tas, sepatu, aksesoris, obat, alat tulis, jasa foto, bahkan pengamen.

Salah satunya adalah Pak Udin (39), tukang foto keliling. Dengan kamera polaroidnya, ia berkeliling Sabuga untuk mengabadikan gambar para wisudawan dan berharap mereka akan membelinya. Pak Udin mengaku ikut senang kalau ada wisuda di ITB. “Daya beli ITB lebih bagus daripada tempat lain,” katanya. Dalam sehari, ia bisa mengantongi sekitar Rp. 150.000,00. “Sebenernya dulu bisa dapet lebih banyak, sayang sekarang udah nggak boleh masuk gedung lagi,” keluhnya. Ada juga Bu Lina (35). Bertangkai-tangkai bunga berwarna-warni menarik tertata dengan apik di keranjang di hadapannya. Satu tangkainya dihargai Rp. 10.000,00. Biasanya Bu Lina berjualan bunga di sepanjang Jl. Dago setiap malam minggu, atau kalau ada momen tertentu, misalnya Hari Valentine. Momen wisuda selalu ia tunggu-tunggu karena bunga dagangannya bisa laku lebih banyak dibandingkan biasanya, walaupun peningkatan penghasilannya tidak terlalu jauh. “Paling cuma dapet Rp.50.000,00 sehari, sekarang udah banyak saingan sih,” katanya sembari tersenyum kecut. “Padahal bunga-bunga ini kalau nggak laku harus dibuang.” Baik Pak Udin maupun Bu Rina mengaku sudah sekitar 3 tahun berjualan di Sabuga setiap ada wisuda.
Ya, saingan memang akan terus bertambah dari tahun ke tahun, pedagang-pedagang baru akan berdatangan dengan sendirinya. Contohnya Pak Jajang (37). Sehari-hari, dia berjualan bakso tahu di sekitar Kebun Binatang Bandung. Inilah pertama kalinya dia mangkal di Sabuga. “Saya denger dari temen saya, katanya kalau wisuda rame. Alhamdulillah, dari tadi laku,” katanya sumringah. “Saya juga jadi ikut senang lihat mahasiswa-mahasiswa yang baru diwisuda,” tambahnya. Selain itu, ada juga Pak Andi (29), yang membuat coklat yang cukup unik dan tidak akan ditemui di tempat lain, yaitu coklat dengan logo Ganesha. Pak Andi memang sedang mengembangkan bisnis coklatnya. Karena belum punya counter sendiri, coklat-coklat buatannya biasanya dititipkan atau dijual saat pameran. Tapi untuk berjualan saat wisuda ITB di Sabuga, ini adalah kali pertamanya. “Saya bukan sekedar jualan, tapi juga supaya perusahaan saya ini eksis,” katanya. Pak Andi kebetulan adalah alumni ITB.

Namun, di antara mereka semua, yang mendapatkan tambahan penghasilan yang paling drastis mungkin adalah Pak Rohman (31) dan Pak Yusep (25). Sehari-hari mereka tidak memiliki pekerjaan tetap. Siang itu, mereka nampak sibuk mengarahkan mobil-mobil yang hendak keluar-masuk Sabuga. Mulai dari memberi aba-aba, menggeser-geser mobil, sampai mengganjel ban dengan batu. Lelah dan panas sudah tidak dirasakan lagi. Pak Rohman dan Pak Yusep bukan tukang parkir resmi dari ITB, mereka berinisiatif sendiri datang ke Sabuga. Oleh karena itu, tarif parkir pun tidak dipatok, seikhlasnya pemilik kendaraan saja. Dalam sehari, mereka bisa mengantongi Rp. 20.000,00-30.000,00. “Lumayan lah, daripada nggak makan sama sekali,” kata mereka. Di seluruh areal parkir Sabuga, ada sekitar 15 tukang parkir seperti mereka.

Sama seperti para wisudawan dan keluarganya, mereka juga ikut merasakan euphoria untuk sehari. Setelah itu, dengan status yang sudah bukan lagi mahasiswa, tanggung jawab yang lebih besar menunggu para wisudawan. Para pedagang itu pun harus mulai lagi memeras otak untuk mendatangkan tambahan penghasilan untuk kelangsungan hidupnya. “Sering-sering aja lah wisudanya, ha... ha...” kata Pak Rohman dan Pak Romzi, kompak.