Prof. Suprihanto: “Saya Meneliti Untuk Kepuasan Batin”
Oleh
Editor
Prof. Suprihanto Notodarmojo dari Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan adalah seorang pribadi yang tenang. Namun demikian kata-katanya mengalir lancar seperti air, subtansi yang telah menjadi subjek penelitiannya selama belasan tahun. Demikianlah kesan yang ditangkap oleh itb.ac.id ketika mewawancarainya sebelum penyampaian pidato ilmiahnya di Balai Pertemuan Ilmiah ITB, Prof. Suprihanto yang pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Teknik Lingkungan (sekarang prodi Teknik Lingkungan, red) tahun 1995-1998 ini pun dengan santai menjelaskan ide-ide yang ia rangkum dalam pidato ilmiahnya mengenai “Peran Teknik Penyediaan Air Minum Untuk Meningkatkan Daya Saing Bangsa” kepada itb.ac.id.
“Saat ini masyarakat yang mendapatkan akses untuk layanan PDAM hanya 18% dari penduduk, selebihnya berbagai cara masyarakat mendapatkan air. Beruntung masyarakat yang hidup di daerah yang banyak sumber air alami dengan kualitas yang baik, akan tetapi kenyataannya 44,8% penduduk tidak mendapatkan akses pada air bersih yang aman dikonsumsi. Justru kebanyakan masyarakat yang kesulitan air ini adalah masyarakat miskin. Untuk mendapatkan air bersih, mereka membeli air dalam jerigen yang harganya sekitar 1000 rupiah per jerigen yang isinya 20 liter air. Ini artinya 1 liter air yang mereka konsumsi berharga 50 rupiah. Bandingkan dengan pelanggan PDAM yang hanya membayar 1000 rupiah untuk 1 meter kubik air, padahal para pelanggan PDAM umumnya lebih mampu. Ini tidak adil bagi rakyat miskin, pemerintah mengingkari undang-undang mereka sendiri dimana seharusnya kekayaan alam seperti air dapat dinikmati oleh seluruh rakyatnya,” tutur beliau.
“Mereka harus mengorbankan lebih banyak biaya hanya untuk mendapatkan air bersih, untuk bertahan hidup. Biaya itu seharusnya dapat mereka gunakan untuk meningkatkan kualitas kehidupan mereka, lewat peningkatan kesehatan, pendidikan, untuk meningkatkan daya saing mereka. Sebab jika mereka terus-terusan seperti itu, dimana sebagian besar pendapatan mereka mereka gunakan untuk membiayai pengeluaran untuk sekadar bertahan hidup, maka mereka akan terus-menerus dalam lingkaran setan kemiskinan,” jelas bapak dari 4 anak ini.
Maka Prof. Suprihanto pun menjalankan penelitian tentang teknik pengolahan air yang biayanya terjangkau bagi masyarakat miskin. Ia pun berkomentar tentang penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat, “Saya memang kagum dengan para peneliti yang mendapatkan dana besar untuk penelitiannya, yang penelitiannya tampak canggih sekali. Namun ketika penelitian tersebut tidak terlihat manfaat besarnya bagi masyarakat, saya rasa hal itu kurang baik. Selain penelitian untuk industri, saya juga menjalankan penelitian untuk masyarakat seperti sistem pengolahan air minum yang dapat dijalankan oleh masyarakat ini. Saya merasakan ini sebagai pemenuhan kepuasan batin untuk dapat meneliti untuk kebaikan masyarakat.” Dengan semangatnya tersebut, pantaslah Prof. Suprihanto yang telah 27 mengabdi kepada ITB ini menjabat menjadi anggota Komisi Pengabdian Masyarakat ITB.