Sambutan Rektor ITB: Kepedulian Sosio-Ekologis untuk Keberlanjutan Lingkungan

Oleh Vinskatania Agung A

Editor Vinskatania Agung A

BANDUNG, itb.ac.id - ITB merupakan institusi pendidikan tinggi yang bergerak dalam pembelajaran dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, serta humaniora. Bagi ITB, menumbuhkembangkan norma 'keutamaan akademik' atau academic excellence merupakan salah satu upaya untuk menyelenggarakan pendidikan karakter bagi mahasiswanya. Menghadapi dunia yang kian bergerak cepat baik dalam segi perkembangan populasi dan ekonomi maupun penyusutan sumber daya alam, dibutuhkan insan-insan yang memiliki mentalitas baik untuk memberikan keadilan bagi penghuni Bumi dan Bumi itu sendiri. Dalam Sidang Terbuka Peresmian Penerimaan Mahasiswa Baru Tahun Akademik 2015/2016 pada Senin (10/08/15) di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Rektor ITB, Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA menyentil permasalahan tersebut dengan membahas isu keberlanjutan lingkungan (environmental sustainability).

Di awal sambutannya, Rektor ITB menjelaskan bahwa sustainability merupakan kata kunci dalam agenda pembangunan global pasca-2015. Agenda pembangunan global sebelumnya dikenal sebagai Millenium Development Goals, MDGs, yang masa implementasinya berakhir pada 2015 ini. Berdasarkan evaluasi dan pencapaian MDGs, sustainability masih merupakan isu global utama yang mendesak untuk dijawab. Atas dasar itu,  agenda pembangunan global pasca-2015 disebut sebagai Sustainable Development Goals, atau disingkat SDGs.

Hasil Inefisien dari Efisiensi
Berbagai permasalahan lingkungan global beberapa dekade terakhir memberikan sinyal kuat bahwa Bumi telah menyusut. Laju penggunaan sumber daya alam oleh manusia kini sudah terbukti lebih tinggi dibandingkan dengan laju penumbuhan kembali sumber daya alam tersebut. Secara umum, penyebab Bumi menyusut adalah keinginan tak kenal henti manusia untuk produksi dan konsumsi, tanpa disertai dengan perhatian yang serius akan masa depan. Penerapan efisiensi yang merupakan prinsip utama dalam manajemen dan kebijakan ekonomi dimaknai secara sempit sehingga berujung pada degradasi lingkungan.

Lazimnya, efisiensi dicapai dengan memangkas hal-hal yang dianggap tidak perlu ataupun berlebihan. Perhatian menjadi tertuju pada hal-hal yang dapat terkuantifikasi oleh pasar. Akibatnya, hal-hal yang tidak dihargai pasar, seperti layanan-layanan yang diberikan alam lewat regenerasi, menjadi terabaikan. Upaya perwujudan sustainability dalam berbagai praktik pengelolaan lingkungan melalui prinsip efisiensi kurang memadai. Pasalnya, sebuah sistem kompleks yang sarat akan koneksi-koneksi terdapat di antara kehidupan manusia, flora, fauna, maupun unsur nonhayati. Sistem kompleks tersebut terus berubah dari waktu ke waktu membentuk suatu kompleksitas yang dinamis. Tanpa memahami kompleksitas yang dinamis ini, suatu upaya peningkatan efisiensi justru menimbulkan konsekuensi-konsekuensi pada sistem yang membuat sistem menjadi rentan terhadap gangguan dan dapat membuat keseluruhan sistem runtuh.

Menguasai Sistem Sosio-Ekologis
Perlu disadari dengan penuh, bahwa kita semua adalah bagian dari interkoneksi manusia-alam  yang disebut sebagai sistem sosio-ekologis. Bertahannya sistem sosio-ekologis terhadap gangguan adalah kunci bagi keberlanjutan lingkungan. Kita juga perlu untuk terus berupaya memahami dan menghargai keanekaragaman sebagai penyedia pilihan-pilihan untuk masa depan serta sumber penting bagi sistem untuk memelihara kemampuan dalam merespon gangguan.

Prof. Kadarsah juga berpendapat bahwa kapasitas sistem sosio-ekologis sangat bergantung pada kapasitas manusia secara kolektif yaitu kapasitas sosial atau modal sosial. Sikap saling peduli, saling percaya, komitmen bersama, dan kepemimpinan merupakan hal-hal penting dalam meningkatkan kapasitas sosial. Selain itu, pembelajaran serta inovasi juga penting dalam menyikapi sustainability. "Kita perlu belajar melakukan sesuatu dengan cara yang baru, merespon perubahan dengan cara yang baru, serta menghargai layanan ekosistem dengan cara yang baru," ujar Rektor ITB.

Di akhir sambutannya Rektor ITB berpesan kepada mahasiswa baru agar kesempatan selama menempuh studi di ITB tidak hanya digunakan untuk meningkatkan kemampuan kognitif, tapi juga untuk memperluas kepedulian sosio-ekologis. Kenyataan menyusutnya Bumi dapat diperbaiki dengan menjalin hubungan sosio-ekologis yang harmonis dengan cara mengedepankan kemajuan penguasaan ipteks yang disertai dengan kepedulian dan komitmen bersama.

Foto: Liga Film Mahasiswa ITB
flinders.edu.au

Â