Sistem Barter Sampah sebagai Solusi Penanganan Pencemaran Sungai di Desa Cinangsi, Cianjur

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

Foto: Rekacipta ITB

BANDUNG, itb.ac.id—Desa Cinangsi di Kabupaten Cianjur merupakan salah satu permukiman dekat anak Sungai Citarum yang saat ini mengalami pencemaran dan kerusakan lingkungan. Akibatnya, warga mengalami berbagai kerugian yang harus segera ditanggulangi melalui upaya kolaboratif.

Salah satu sumber pencemaran di Desa Cinangsi ialah sampah domestik yang belum terkelola dengan baik karena sistem pengumpulannya hanya melayani 10% warga. Sementara itu, sisanya akan dibakar atau dibuang begitu saja ke Sungai Citarum.

Melihat kondisi tersebut, ITB tergerak untuk mewujudkan kegiatan-kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) yang berkesinambungan dengan program Citarum Harum milik pemerintah. Salah satu kegiatan yang dicanangkan adalah bank sampah dengan tujuan mengurangi sampah yang berpotensi mencemari sungai, sekaligus memberi manfaat ekonomi kepada warga.

Kegiatan ini melibatkan tim dari ITB yang terdiri atas dua orang dosen FTSL dari KK Pengelolaan Udara dan Limbah, Dinda Annisa Nurdiani, M.T., dan Dr. I Made Wahyu Widyarsana, serta tiga orang mahasiswa program studi Rekayasa Infrastruktur Lingkungan. Keterlibatan mereka merupakan bagian dari program Merdeka Belajar untuk meningkatkan kompetensi-kompetensi yang relevan dengan kebutuhan zaman.

Untuk memulai kegiatan PKM, tim ITB melakukan kunjungan ke bank sampah lain di Bandung dan Jatinangor yang sudah lama beroperasi untuk mengetahui cara membangun model yang berkelanjutan.

Selain itu, tim juga mendatangi bank sampah muka Kabupaten Cianjur untuk mendapatkan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah anorganik menjadi kerajinan. Melalui studi banding tersebut dapat diketahui bahwa bank sampah umumnya memiliki dua sistem yaktu sistem tabungan sampah dan barter.

Pada sistem tabungan, nasabah akan memberikan sampah organiknya ke bank sampah untuk dijual ke pengepul. Sebanyak 80% hasil penjualan akan diserahkan kembali kepada nasabah dalam bentuk tabungan dan 20% akan dipakai sebagai dana pengelolaan. Sistem ini cukup mudah untuk diterapkan dan membuat warga terbiasa menabung. Akan tetapi, kekurangannya ialah mereka tidak bisa merasakan langsung manfaatnya sehingga antusiasmenya pun relatif rendah.

Model bank sampah yang diusulkan di Desa Cinangsi adalah sistem barter. Caranya, petugas yang ditunjuk ketua RW akan berkeliling ke rumah-rumah warga untuk mengumpulkan sampah yang dapat dijual setiap dua hingga empat minggu sekali. Sampah yang diterima antara lain botol plastik, besi, kertas, kardus, dan rongsokan yang bernilai jual berbeda-beda. Sampah kertas, misalnya, dihargai Rp1.000/kg, plastik Rp2.000/kg, dan logam Rp3.000/kg.

Keunikan bank sampah ini sebenarnya terletak dari imbalan yang diterima saat menjual sampah. Warga tidak akan mendapatkan uang, tetapi sembako senilai sampah yang dijual. Setelah itu, sampah yang terkumpul di bank sampah akan dijual ke pengepul dan keuntungannya digunakan sebagai biaya operasional. Model ini dipilih setelah diskusi dengan berbagai pihak dan mempertimbangkan aspek keberlanjutan program.

Tim ITB juga melakukan kunjungan ke SD Tegalsari pada 15 Oktober 2022 untuk menyosialisasikan pentingnya pengelolaan sampah berdasarkan jenisnya. Kegiatan ini dihadiri oleh 100 siswa kelas 5 dan 6. Sosialisasi dilakukan pula kepada RW 02 yang terdiri atas empat RT dengan konsep diskusi kelompok terpumpun (FGD) mengenai model bank sampah yang akan diterapkan. “Warga sangat antusias menyambut rencana program bank sampah dan sebagian besar memang memilih model barter sembako,” ungkap Dinda sebagai ketua tim ITB seperti ditulis dalam Rekacipta ITB di Media Indonesia edisi 7 Maret 2023.

Setelah sistem disepakati, warga melakukan simulasi pertama dengan mengumpulkan sampah yang berada di RT 01, 02, dan 04. Saat itu, sampah yang terkumpul sebanyak 55 kg yang terdiri atas 13 kg ember, 8 kg kardus, 10 kg rongsok, 3 kg gelas bersih, 7 kg PET, 3 kg botol bekas AMDK, dan sebagainya. Penjualan limbah-limbah tersebut ke pengepul menghasilkan uang sebesar Rp156.700 dan keuntungan yang didapat bank sampah adalah Rp51.500. Hasil pengumpulan sampah ini meningkat menjadi 59,75 kg pada simulasi kedua dengan hasil penjualan dan keuntungan adalah Rp166.200 dan Rp55.000.

“Kami berharap kegiatan ini dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, khususnya pengelolaan sampah,” pungkas Dinda.

*Artikel ini telah dipublikasi di Media Indonesia rubrik Rekacipta ITB, tulisan selengkapnya dapat dibaca di laman https://pengabdian.lppm.itb.ac.id

Reporter: Sekar Dianwidi Bisowarno (Rekayasa Hayati, 2019)