Talkshow Sehari: Deklarasi Pembentukan Unit Entrepreunership ITB
Oleh kristiono
Editor kristiono
Bertempat di Gedung Aula Barat ITB, Rabu (19/12) Kabinet Mahasiswa ITB bersama CIEL menginisiasi talkshow bertajuk: Deklarasi Pembentukan Unit Entrepreunership ITB. Tampil sebagai pembicara dalam talkshow ini adalah Direktur Utama PT. Tuban Petrochemicals Industries Ir. Amir Sambodo, dan perwakilan dari Center for Innovation, Entrepreneurship, & Leadership SBM-ITB (CIEL SBM-ITB) Dwi Larso, PhD.
Amir Sembodo mengupas bukunya yang berjudul Menyongsong Gelombang Baru Bisnis Teknologi yang diterbitkan Kompas. Dalam acara yang berdurasi empat jam tersebut Amir Sembodo menyampaikan beberapa ulasan terkait entrepreneurship seperti teknopreneur, pengembangan manajemen inovasi, keunggulan kompetisi, strategi memasuki pasar, bagaimana memanfaatkan kesempatan serta profil teknopreuner pemula. Selain memaparkan ciri dan nilai-nilai kewirausahaan, pria yang kini menerbitkan Majalah Teknopreuner ini juga mencontohkan beberapa praktisi teknopreneur sukses Indonesia. Mereka adalah Bakrie Brothers, Medco Energy, Kalbe Farma, dan Bukaka.
Dalam presentasinya Amir mengatakan, seorang entrepreneur harus mampu bergerak secara independen, mampu melakukan penilaian pada diri sendiri, juga percaya pada insting pribadi. Calon entrepreneur dituntut untuk selalu fokus, penolakan pada ide maupun gagasan justru dijadikan cambuk untuk senantiasa memperbaiki rencana dan memperkuat bisnis model. Alumni Jurusan Mesin ini menambahkan untuk menjadi seorang entrepreuner sejati seseorang harus memiliki pribadi yang cepat tanggap, berenergi dan sanggup bertahan menghadapi kegagalan serta cukup jeli menemukan ritme dalam setiap kekacauan.
Sementara itu, Dwi Larso, PhD memulai presentasinya dengan menyinggung intisari tiga buku yakni The World is Flat (Friedman T, 2005), The Long Tail (Anderson C, 2005) dan A Whole New Mind (Daniel Pink, 2005). Dwi Larso mendefinisikan entrepreneurship sebagai kreatif dan inovatif melihat peluang dimana orang lain tidak/kurang melihatnya dan merealisasikannya menjadi sesuatu yang bernilai dari segi ekonomi maupun sosial. Menurut Dwi Larso kesalahan terbesar calon entrepreneur adalah berpikir terlalu kecil.
Menyinggung peran institusi pendidikan seperti ITB dalam melahirkan jiwa wirausaha, Dwi berpendapat bahwa perguruan tinggi seharusnya berperan dalam cara meningkatkan talenta bisnis, bukan teknologinya. Dwi Larso mencontohkan kisah sukses Standford University dengan Silicon Valley-nya dan MIT dengan Route-128 yang dimiliki. Dwi Larso berpendapat guna menumbuhkan wadah-wadah penumbuh jiwa wirausaha perlu dibentuk kerjasama antara sekolah bisnis dengan sekolah yang berbasis pada seni, teknologi dan sains, pendirian komunitas bisnis, dana ventura dan forum investor.