Tantangan Megaproyek IKN Mulai dari Teknologi Hingga Sosial Ekonomi, Sudah Siapkah Kita?

Oleh Asep Kurnia, S. Kom

Editor Diky Purnama, S.Si.,M.Ds.

BANDUNG, itb.ac.id — Keluarga Mahasiswa Islam (KAMIL) Pascasarjana ITB mengadakan acara webinar bertajuk Dialog dan Studi Kritis Pembangunan IKN yang digelar secara daring. Dalam acara tersebut, Prof. Haryo Winarso selaku dosen SAPPK ITB hadir membawakan bahasan tentang tantangan-tantangan yang dihadapi dalam rangka pembangunan ibu kota negara di Kalimantan.

Perencanaan sebuah ibu kota baru menurut Prof. Haryo bukanlah sesuatu yang sederhana. Di balik perencanaan tersebut tersimpan alasan-alasan struktural yang membuat inisiasi ini terkesan krusial. Alasan tersebut secara garis besar dibedakan menjadi alasan politis dan alasan teknis. Namun Prof. Haryo memandang pembangunan ibu kota baru sebagai sesuatu yang lebih berat di sisi politis daripada teknisnya.

“Hampir di seluruh dunia proyek-proyek besar itu lebih berat pada alasan politis daripada teknis. Namun demikian ketika sudah berjalan, tindak lanjut keputusan itu kemudian dituangkan dalam bentuk perencanaan, sayembara, Undang-undang, dan ada Perpresnya juga.” ujar beliau.

Sebagai sebuah megaproyek, pemerintah menetapkan anggaran pembangunan ibu kota negara sebesar Rp.466 triliun-Rp.468 triliun hingga tahun 2045 mendatang. Dari total anggaran tersebut, APBN akan menanggung 19% atau sekitar Rp.88,54 triliun-Rp.92,34 triliun. Studi terbaru menunjukkan bahwa pembangunan megaproyek dengan dana sebesar itu menyimpan risiko tinggi dalam hal keberlanjutan sektoral, namun seringkali mitigasi yang dirancang sangat minim (low mitigation). Paradoks ini selalu menyertai proses perencanaan di dalamnya akibat perubahan kondisi dunia yang sangat cepat.

Secara praktis, tantangan yang dihadapi akan lebih kompleks lagi. Ibu kota baru tidak hanya menyangkut manajemen pada satu wilayah, tetapi keseluruhan jaringan wilayah yang saling terkoneksi. Belum lagi masalah penataan struktur intra urban, terutama penempatan pusat-pusat kegiatan dan penyediaan perumahan. Prof. Haryo menambahkan, “Proyek ini tidak hanya tentang Nusantara (ibu kota negara), tapi di dalamnya ada protective forest, Samarinda, Balikpapan, bahkan wilayah luar negeri di sekitarnya.”

Di sisi lain, tinjauan tantangan pembangunan ibu kota baru secara sektoral memunculkan persoalan-persoalan baru yang menyangkut kondisi fisik lingkungan, sosial ekonomi, hingga teknologi. Berbagai tantangan sektoral ini coba diantisipasi dengan 8 prinsip pembangunan ibu kota baru dengan total 24 indikator keberhasilan. Kedelapan prinsip tersebut adalah
-In harmony with nature
-Unity in diversity
-Connected active and accessible
-Low carbon emission
-Circular and resilient
-Safe and affordable
-Liveable and efficient through technology
-Robust economic opportunity for all

Ibu kota negara yang baru dirancang dengan berbagai teknologi mutakhir dan perencanaan multiaspek untuk menghadapi berbagai tantangan yang dapat menimbulkan potensi bahaya maupun peluang inovasi. Meski konsep yang dirancang terkesan utopis, namun nyatanya bukan tidak mungkin untuk mewujudkan ibu kota negara sesuai visi yang telah ditetapkan.

“Megaproyek seperti IKN adalah keputusan politik. Perencanaannya harus didasarkan pada perencanaan spasial yang dinamis. Jika berhasil, ia bisa berdampak pada inovasi teknologi dan sosial ekonomi. Tapi jika gagal, kita tidak menemukan semua inovasi yang dibutuhkan, malah bisa jadi membebani anggaran negara dan mungkin membebani negara secara keseluruhan,” tutur Prof. Haryo di akhir sesi webinar.

Reporter : Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)