Teknologi AI Dapat Digunakan untuk Memantau dan Memelihara Laut dari Sampah Plastik

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id – "Setiap detik napas yang kalian ambil, kalian berutang ke laut," kata Prof. Dr. Oliver Zielenski, Kepala Departemen Riset Persepsi Kelautan di DFKI (German Research Center for Artificial Intelligence).

Laut adalah rumah bagi keanekaragaman besar spesies dan habitat sekaligus paru-paru bumi, di mana 50% produksi oksigen global adalah kontribusi fotosintesis ganggang laut. Selain itu, 50% populasi dunia tinggal di daerah pesisir, mengandalkan apa yang disediakan laut untuk mata pencaharian mereka. Sayangnya, pemanasan global menyebabkan permukaan laut naik. Sampah juga dibuang secara tidak bertanggung jawab ke laut, terutama plastik.

Produksi plastik telah meningkat pesat selama bertahun-tahun. Diperkirakan 1,15 hingga 2,41 juta ton sampah plastik di lautan berasal dari sungai. Praktik global saat ini dalam menangani polusi plastik tidak berkelanjutan, dan termasuk di Indonesia. Sebagai negara maritim dengan populasi cukup banyak, 80% sampah lautnya yang dibuang oleh masyarakat berasal dari darat, dan 30% tersebut dikategorikan sebagai sampah plastik. Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan cara-cara sistematis dan inovatif untuk memantau aliran limbah ini.

Dalam rangka meningkatkan kesadaran sampah plastik yang semakin menimbun, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) ITB mengadakan kuliah tamu pada Kamis, 7 Juli 2022. Kelas yang ditayangkan secara hybrid ini bekerja sama dengan DFKI untuk memaparkan topik mengenai identifikasi dan pemantauan limbah plastik dengan tiga narasumber yang diundang, yaitu Prof. Oliver dengan dua peneliti DFKI, Dr. Christoph Tholen dan Mattis Wolf, M.Sc.

Dengan presentasi berjudul “Kecerdasan Buatan untuk Lingkungan Laut yang Berkelanjutan”, Prof. Oliver berharap ide implementasi AI (kecerdasan buatan) berguna dalam menanggulangi permasalahan sampah plastik di lautan Indonesia. “Di DFKI, kita menggabungkan teknologi sensor dan AI untuk memantau dan mengevaluasi kondisi lingkungan sekitar and identifikasi opsi-opsi penanggulangannya,” dia menambahkan. “Jika kita dapat merasakan dan mengukur kondisi-kondisi ini, kita dapat memperbaikinya dengan teknologi yang ada. Sensing is believing.”

Melalui penginderaan dan analisis yang didukung AI terhadap situasi kompleks, tindakan yang direncanakan dan perubahan berkelanjutan dapat dicapai. AI dapat mengenali pola dalam data kompleks dan mempelajari hasilnya untuk mencapai tujuan tertentu melalui adaptasi yang fleksibel, dan implementasinya terhadap lingkungan akan sangat membantu. Maka dari itu, perlu dukungan dan penerimaan oleh masyarakat supaya AI dapat diangkat sebagai solusi transformasi keberlanjutan untuk kondisi laut yang lebih baik.

Salah satu contoh implementasi AI dalam hal perlautan adalah Floating Litter Detection, di mana teknologi ini mengandalkan machine-learning pada data gambar udara. Dipaparkan oleh Dr. Christoph dengan judul “Penginderaan Jauh di Udara untuk Mendeteksi Sampah Plastik”, teknologi noninvasif ini dapat mencakup area terpencil yang luas, dengan cara mengukur radiasi yang dipantulkan dan dipancarkan dari satelit atau pesawat. Karena itu, teknologi penginderaan jauh ini dapat menyediakan data nyata mengenai situasi sampah plastik.

Dr. Christoph menambahkan Floating Litter Detection ini dilakukan dengan drone untuk memberikan data gambar berkualitas tinggi yang menyertakan skala sebagai referensi ukuran. Gambar ini diperoleh pada dua tingkat: A (gambaran lokasi survei; lebih tinggi) dan B (lokasi survei dengan resolusi spasial yang lebih tinggi; lebih rendah). Kedua foto ini akan melalui analisa oleh AI untuk mendapatkan masukan survei.

Sesi diskusi dilanjutkan dengan Mattis dengan judul “Kecerdasan Buatan untuk Pemantauan dan Identifikasi Sampah Plastik di Indonesia”. Dia memaparkan program pendeteksian sampah plastik di negara-negara ASEAN, di mana proyek tersebut dilakukan sebagai kerja sama dengan universitas dan perusahaan lokal. Menggunakan analisis limbah berbasis AI, penginderaan jauh dengan bantuan drones dan action camera surveys dapat dilakukan untuk melakukan survei lapangan. Gambar yang dihasilkan akan menunjukkan penilaian sampah plastik serta hasil dan karakterisasi kuantitatif lainnya, seperti area yang tercakup dan jenis sampah yang ditemukan.

Salah satu penelitian yang berhasil dilakukan adalah pemantauan di muara sungai Cisadane. Dari penginderaan jauh berbasis AI, data yang diperoleh meliputi gambar input lokasi, pembagian jenis limbah, area limbah, volume, dan jumlahnya. Hasil ini menunjukkan analisis limbah yang cepat yang dapat ditingkatkan ke platform lain. Selain itu, alat yang dibutuhkan tersedia secara luas. Namun, Mattis juga mengingatkan beberapa faktor yang dapat memengaruhi hasil penilaian, seperti pencahayaan dan latar belakang lokasi. "Dengan kemajuan lebih lanjut, model ini bisa menjadi lebih akurat dalam penilaiannya."

Reporter: Ruth Nathania (Teknik Lingkungan, 2019)