Tim Peneliti ITB Manfaatkan Data Geospasial Kelautan, Bantu Tingkatkan Kesejahteraan Nelayan di Pelabuhan Gentuma Gorontalo

Oleh Anggun Nindita

Editor Anggun Nindita

BANDUNG, itb.ac.id — Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Bandung (ITB) bekerja sama dengan Laboratorium Design Etnography ITB melaksanakan gelar wicara Karsa Loka bertajuk “Pemanfaatan Data Geospasial Kelautan untuk Penentuan Lokasi Rumpon yang Optimal”, secara daring, Jumat (06/09/2023). Menghadirkan Miga Magenika Julian, S.T., M.T., dari KK Hidrografi FITB ITB sebagai pembicara, acara ini menjadi sarana sosialisasi penelitian dan pengabdian masyarakat tim peneliti ITB kepada masyarakat nelayan di Pelabuhan Gentuma Gorontalo.

Sebagai negara kepulauan terbesar yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesa menjadi rumah bagi ribuan spesies flora dan fauna laut. Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2020 mencatat valuasi komoditas kelautan mencapai USD 1.338 miliar per tahun. Tidak heran banyak warga yang menggantungkan hidupnya pada laut, termasuk masyarakat di sekitar Pelabuhan Gentuma, Gorontalo.

Masyarakat nelayan di Pelabuhan Gentuma mayoritas adalah nelayan tradisional yang menangkap ikan menggunakan alat bantu yang disebut “rumpon”. Rumpon merupakan istilah yang digunakan oleh komunitas nelayan lokal Gorontalo untuk menyebut alat pengumpul ikan (Fish Aggregating Devices/FADs), yaitu berbagai jenis alat yang bertujuan untuk menarik ikan ke wilayah yang relatif terkonsentrasi. Namun penggunaan rumpon menemui berbagai persoalan, terutama karena adanya “arus pisau” di Laut Sulawesi yang dapat menghanyutkan rumpon para nelayan seharga belasan hingga ratusan juta rupiah. Selain itu, penempatan rumpon berdasarkan metode tradisional dinilai kurang efektif karena tidak selalu tepat pada zona konsentrasi ikan.

“Kami dengar dari wawancara nelayan itu mereka merasa pemanfaatan rumpon yang masih belum optimal menjadi faktor kurangnya hasil tangkapan ikan nelayan di Kabupaten Gorontalo ini,” ujar beliau.

 

Berdasarkan kondisi tersebut, tim peneliti ITB melakukan penelitian pada Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 716 di sekitar perairan Gorontalo Utara. Analisis terhadap berbagai data geospasial yang ada menghasilkan pemetaan distribusi spasial rumpon berdasarkan koordinat lokasi dan kedalamannya. Selain itu, para peneliti membangun model arus laut dengan pendekatan hidrodinamika dua dimensi untuk mengidentifikasi pola pergerakan arus. Model arus laut ini merupakan modal utama untuk mengidentifikasi arus pisau yang ditetapkan sebagai titik ekstrem dengan ambang batas kecepatan arus lebih dari 0,48 m/s. Hasil analisis tersebut kemudian ditumpangtindihkan (overlay) dengan titik distribusi spasial rumpon yang terpasang untuk mengetahui rumpon mana saja yang berada pada zona arus pisau.

Analisis lanjutan dilakukan untuk melihat kesesuaian lokasi rumpon terpasang dengan data geospasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) serta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau pulau Kecil (RZWP3K). ZPPI berfungsi untuk memastikan lokasi rumpon berada pada hotspot penangkapan ikan sehingga hasil yang didapat nelayan dapat maksimal. Adapun data RZWP3K memastikan kegiatan penangkapan ikan dengan rumpon tidak melanggar ketentuan pemanfaatan ruang di zona tersebut. Hasil analisis multi overlay antara distribusi spasial rumpon dengan zona arus pisau, hotspot penangkapan ikan, serta ketentuan pemanfaatan ruang laut ini kemudian menjadi basis dalam perumusan rekomendasi lokasi pemasangan rumpon yang optimal.

 

Dengan demikian, beliau menjelaskan bahwa penentuan lokasi rumpon yang optimal seharusnya memperhatikan tiga parameter sekaligus, yaitu bebas dari arus pisau, terletak pada hotspot penangkapan ikan sepanjang tahun, dan tidak mengganggu jalur navigasi pelayaran maupun zona konservasi. Rekomendasi lokasi optimal rumpon berdasarkan parameter ini dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Kelas satu (rekomendasi rendah) dengan potensi paparan arus pisau yang tinggi serta berada pada jalur pelayaran atau zona konservasi;

2. Kelas dua (rekomendasi sedang) yang terbebas dari arus pisau, tidak termasuk jalur pelayaran atau zona konservasi, namun tidak berada pada hotspot penangkapan ikan; dan

3. Kelas tiga (rekomendasi tinggi) yang terbebas dari arus pisau, tidak berada pada jalur pelayaran atau zona konservasi, serta berada pada hotspot penangkapan ikan.

“Temuan ini diharapkan akan membantu nelayan untuk instalasi lokasi rumpon yang aman dari arus pisau, juga mempertimbangkan bagian laut dengan ikan paling melimpah,” tuturnya.

Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)

Editor: M. Naufal Hafizh