Lanskap Sehat sebagai Kebutuhan: Kolaborasi SAPPK ITB dan IALI Bahas Desain Berbasis Kesehatan

Oleh Chysara Rabani - Mahasiswa Teknik Pertambangan, 2022

Editor M. Naufal Hafizh, S.S.

Penyerahan cendera mata kepada narasumber (kiri) di Labtek IX B, Kampus Ganesha, (13/4/2025). (Dok. Panitia)

BANDUNG, itb.ac.id – Program Studi Magister Lanskap, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB bekerja sama dengan IALI Jawa Barat menggelar kuliah tamu bertema “Landscape for Wellbeing and Healthiness: Toward a Scientific Framework for Sustainable, Health-Promoting Landscapes”, Minggu (13/4/2025). Acara yang digelar di Gedung Arsitektur (Labtek IX B) ITB Kampus Ganesha ini menghadirkan Ir. Anggia Murni, GP, M.Ars., IALI, Principal PT Tropica Greeneries dan Co-Founder GBCI, dengan Dr. Firmansyah, S.T., M.T., IAI., IALI sebagai moderator.

Dalam paparannya, Anggia menyampaikan bahwa lanskap bukan sekadar elemen dekoratif, melainkan sistem biologis yang dinamis dan memiliki keterkaitan langsung dengan kesehatan manusia. Lanskap yang dirancang secara tepat dapat memberikan dampak positif terhadap kesehatan fisik dan mental, serta memegang peranan penting dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Aspek legal turut memperkuat pentingnya lanskap sehat dalam perancangan ruang publik. Regulasi nasional seperti Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2021, SNI, dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) secara tegas mewajibkan bangunan publik untuk mengintegrasikan elemen-elemen lanskap seperti ruang terbuka hijau, area resapan, vegetasi peneduh, sistem penampungan air hujan, serta efisiensi penggunaan air.

“Ketentuan ini menunjukkan bahwa lanskap sehat bukan lagi sebuah pilihan tambahan, melainkan menjadi persyaratan wajib yang diatur secara hukum dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan,” tuturnya.

Pemaparan materi oleh narasumber di Labtek IX B, Kampus Ganesha, Minggu (13/4/2025). (Dok. Panitia)

Anggia menjelaskan bahwa lanskap bersifat terukur (measurable), baik secara lingkungan maupun kesehatan. Pengukuran ini menjadi penting karena ruang terbuka hijau terbukti meningkatkan kesehatan mental dan fisik. Desain lanskap yang sehat dapat dirancang berdasarkan kerangka penilaian dari berbagai green building rating tools, seperti Well Building Standard, LEED Rating System, Greenship Indonesia, dan Green Mark Singapore.

Beliau menguraikan berbagai elemen yang membuat lanskap dapat diukur, antara lain analisis data curah hujan, tutupan kanopi pohon dan mikroklimat, pengujian tanah, potensi penyerapan karbon, peningkatan kualitas udara, perilaku pengguna, hingga pemantauan jejak kaki (footfall monitoring). Semua elemen ini menjadi indikator penting dalam merancang lanskap yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga berdampak positif secara ekologis dan fisiologis.

Menariknya, kuliah ini juga mengangkat konsep hormonal framework, bahwa desain lanskap dapat memengaruhi respons hormonal manusia seperti dopamin, serotonin, oksitosin, dan endorfin, yang berkontribusi pada motivasi, keseimbangan emosi, konektivitas sosial, dan rasa bahagia. Desain yang mempertimbangkan warna dan elemen sensorik juga turut menjadi bagian dari kerangka ini, menunjukkan bahwa lanskap dapat dirancang untuk memicu reaksi biologis yang positif.

Sebagai penutup, beliau menekankan pentingnya mengintegrasikan pendekatan ilmiah dalam arsitektur lanskap. “Respons hormonal manusia bisa dirancang, lanskap bukanlah ruang pasif tetapi sistem yang responsif secara biologis. Masa depan arsitektur lanskap harus bersifat interdisipliner, berbasis data, dan berorientasi pada manusia. Dengan pendekatan berbasis bukti, mari wujudkan desain lanskap sebagai alat yang efektif untuk mewujudkan kesetaraan dalam kesehatan,” ujarnya.

Reporter: Chysara Rabani (Teknik Pertambangan, 2022)

#sappk #desain berbasis kesehatan