Alumni Fisika ITB Jelaskan Hilirisasi Riset Ventilator di Indonesia

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

*Sumber foto: Twitter BPPT

BANDUNG, itb.ac,id – Ketua Riset Laboratorium Elektromedika, Pusat Riset Elektronika, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Dr. Pratondo Busono yang juga merupakan alumni Fisika ITB memaparkan penjelasan terkait Hilirisasi Riset Emergency Ventilator Resuscitator Otomatis Untuk Pasien Covid-19 dan Penyakit Gagal Napas pada webinar "Knowledge Sharing BK Teknik Fisika, Persatuan Insinyur Indonesia" yang diadakan pada hari Rabu (9/2/2022).

Di awal pemaparan materinya, Dr. Pratondo menjelaskan tentang pokok masalah yang mendorong gerakan untuk menciptakan inovasi terkait Hilirisasi Riset Emergency Ventilator Resuscitator Otomatis untuk Pasien Covid-19 dan Penyakit Gagal Napas. “Permasalahan utamanya adalah, 90 persen produk alat kesehatan di Indonesia merupakan produk impor. Hal ini dikarenakan industri alat kesehatan dalam negeri belum mampu memproduksi sebagian produk alat kesehatan berteknologi tinggi,” jelas Dr. Pratondo.

Maka dari itu, dalam rangka mengatasi kebutuhan akan ventilator untuk menangani lonjakan pasien akibat Covid-19, BPPT bersama mitra industri PT LEN Industri dan PT Poly Jaya Medical telah mengembangkan alat bantu pernapasan yaitu emergency ventilator yang berbasis resuscitator otomatis.

Definisi dari ventilator adalah sebuah mesin yang menyediakan ventilasi mekanis dengan menggerakkan udara yang bernapas ke dalam dan keluar dari paru-paru, untuk memberikan napas kepada pasien yang secara fisik tidak dapat bernapas, atau bernapas kurang. Emergency ventilator ini diberi nama DHARCOV23S, #BPPT3S-LEN dan #BPPT3S-POLY. Emergency ventilator ini menggunakan satu moda ventilasi volume terkontrol (VC).

Kemudian, Dr. Pratondo menjelaskan tentang fase awal pengembangan emergency ventilator ini. “Tujuan utama dari proyek ini adalah menghasilkan ventilator darurat yang dapat dibuat dengan mudah dan cepat dan juga komponennya dapat diperoleh dari dalam negeri,” terang Dr. Pratondo. Selain itu, pengembangan ventilator darurat ini didasarkan pada standar ventilator yang sudah direlaksasi. “Waktu kerja efektif dari proyek ini dimulai dari M-3 maret,” jelas Dr. Pratondo.

Berbagai tahapan dari penciptaaan ventilator darurat ini adalah pemilihan desain, desain prototipe, uji mandiri, manufaktur produksi industri untuk uji klinis, diskusi dengan tenaga kesehatan, kalibrasi, uji produk BFFK, permohonan uji klinis ke Kemenkes, uji klinik pra pemasaran di rumah sakit, pengajuan izin edar, produksi komersial, dan akhirnya uji klinis pasca pemasaran di rumah sakit.

Untuk tetap menjamin keselamatan pasien (patient safety), kedua alat yang dikembangkan mengacu pada standar AAMI, MHRA serta spesifikasi yang dikeluarkan oleh BPFK. Kedua alat tersebut telah lolos uji produk seperti uji kinerja, uji keselamatan dan uji kehandalan yang dilakukan oleh BPFK dan telah mendapatkan sertifikat izin edar dari Kementerian agar dapat digunakan untuk penanganan pasien gagal napas di rumah sakit. Kedua alat tersebut telah digunakan di beberapa rumah sakit di Indonesia.

Reporter: Yoel Enrico Meiliano (Teknik Pangan, 2020)