Amien Rais pun Datang ke ITB
Oleh Muhammad Arif
Editor Muhammad Arif
Bandung, itb.ac.id - Acara yang sempat dibatalkan mendadak bulan lalu ini akhirnya digelar oleh Keluarga Mahasiswa (KM) ITB pada hari terakhir kepengurusan Dwi Ariyanto, yang akan digantikan oleh Zulkaida Akbar. Acara berupa seminar bertajuk “Quo Vadis Kemandirian Bangsa Indonesia” ITB ini diselenggarakan hari Sabtu, 7 April 2007 bertepatan dengan kedatangan wakil presiden RI ke ITB. Seminar ini menghadirkan Ketua MPR RI Prof. Dr. Amien Rais, Dr.Jalaluddin Rakhmat dan Dr. Zaki Suud, M.Eng, dosen Fisika Nuklir ITB. Seminar yang membahas keterpurukan Indonesia dalam mental politik dan individual ini bertujuan untuk menggugah rasa cinta tanah air peserta dan mengajak peserta agar membangun Indonesia yang lebih baik.
Seminar yang awalnya akan digelar di Aula Timur ini mendadak dipindahkan ke Auditorium Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) karena kampus di’steril’kan untuk mengamankan kehadiran Jusuf Kalla ke ITB. Meskipun berpindah tempat secara mendadak, masih banyak peserta yang hadir dan mengikuti acara hingga selesai. Para peserta terlihat tidak ingin meninggalkan acara karena sebagian besar datang karena kehadiran mantan capres RI, Amien Rais.
“Kemandirian Indonesia saat ini sudah keropos,” tutur Amien Rais prihatin. Amien kemudian mencontohkan kasus-kasus keberpihakan pemerintah Indonesia pada investor asing. Banyak kasus seperti gas di Pulau Natuna atau bahan tambang di Irian yang dikuasai pihak asing, perbankan Indonesia yang di’miliki’ pihak asing, saham Indosat yang sepenuhnya milik Singapura atau pasir laut Indonesia yang diambil oleh negara-negara tetangga menjadi contoh ketidakmandirian bangsa kita. “Bahkan, DPR kita baru saja mengajukan rancangan undang-undang penanaman modal yang membuat tanah kita bisa dikontrakkan pada pihak asing sampai 95 tahun ke depan,” urai Pak Amien lagi. Tidak adanya kemauan untuk maju dan menghargai karya bangsa sendiri menunjukkan minimnya kebanggaan masyarakat Indonesia terhadap tanah air. “Semua ini membuktikan, sebagai bangsa…We are lost our confidence,” imbuh Amien. Ketidakmandirian Indonesia, menurutnya, dapat dihilangkan dengan pemerintahan yang dipimpin oleh pemimpin yang berani mengambil resiko dan cerdas. Amien pun menjabarkan criteria pemimpin yang dibutuhkan bangsa ini, seperti cerdas intelektual, revolusioner dan sebagainya.
Meneruskan pidato Amien, Jalaluddin Rakhmat pun menambahkan kriteria pemimpin yaitu pemimpin yang memiliki sense of nation yang tinggi. Kecintaan pada tanah air yang begitu besar, menurutnya, belum dimiliki oleh presiden-presiden yang sebelumnya. Selain itu, Jalaluddin pun mencontohkan kepemimpinan Ahmad Dinejad, presiden Iran yang berani dan sederhana. “Ahmad Dinejad berani menantang penguasa dunia, Amerika (Amerika Serikat—red) dan tidak takut mengembangkan reaktor nuklir Iran. Dia berani mengambil resiko dan tegas menolak penindasan yang dilakukan Amerika,” urai Jalaluddin. Ahmad Dinejad juga terbukti berhasil memulihkan kondisi ekonomi Iran, bahkan memberikan perhatian lebih pada pendidikan.
Selanjutnya, Zaki Su’ud berbicara banyak mengenai aplikasi reaktor nuklir untuk energi. Pengembangan reaktor nuklir untuk energi dinilainya, dapat menghasilkan energi dengan kapasitas besar. “Pengembangan reaktor nuklir untuk senjata butuh waktu lebih dari 10 tahun dan tidak mudah,” jelas beliau. Pengembangan nuklir di Iran, menurutnya jika memang untuk senjata baru bisa dibuktikan 10 tahun lagi. Banyak negara telah mengembangkan nuklir untuk energi, Indonesia pun bisa menghemat 40 kali energi dalam negeri bila ikut mengembangkan nuklirnya. “Nuklir bisa membantu bangsa ini melepaskan diri dari ketidakmandirian. Tapi, untuk mengejar kemajuan teknologi Malaysia atau Singapura, kita harus bekerja keras dalam segala hal dan pantang menyerah,” tutup Zaki.