Studium Generale ITB: Kondisi Hilirisasi Riset Industri Bidang Maritim, Transportasi, dan Industri Hankam
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG,itb.ac.id – Institut Teknologi Bandung (ITB) kembali melaksanakan Kuliah Umum Studium Generale, KU-4078 pada Rabu (2/2/2022). Topik acara kali ini adalah Hilirisasi Riset Industri Bidang Maritim, Transportasi, dan Industri Pertahanan dan Keamanan. Kuliah Umum kali ini menghadirkan Dr. Ir. Wahyu Widodo Pandoe, M.Sc., IPU, Ahli Perekayasa Utama.
Wahyu Widodo adalah alumni ITB jurusan Teknik Geodesi tahun 1985 sekaligus pernah menjabat sebagai Deputi Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa, BPPT, periode 2017-2021. Topik yang ia bawakan banyak membahas terkait hilirisasi.
Hilirisasi adalah proses mendekatkan hasil riset dan inovasi kepada penggunanya. Istilah pengguna di sini bisa masyarakat atau lembaga yang berkepentingan. Wahyu menjelaskan bahwa hilirisasi memang harus dilakukan terhadap hasil riset dan inovasi yang ada di Indonesia. Untuk itu pemerintah harus ikut andil dalam hilirisasi ini. Beberapa isu strategis terkait hilirisasi yakni pemanfaatan IPTEK sebagai penghela pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, peningkatan kapabilitas adopsi dan teknologi inovasi, penciptaan ekosistem inovasi, dan peningkatan efektivitas pemanfaatan dana Iptek-Inovasi. Daya saing dan inovasi tentu menandakan proses hilirisasi.
Wahyu memaparkan, selama sepuluh tahun terakhir, peringkat Indeks Daya Saing Global Indonesia mengalami penurunan. Terlihat peringkat Indonesia pada tahun 2010 lebih baik daripada tahun 2019. Selain itu Indonesia medapat skor terburuk sebesar 37.7 dari 100 pada kapabilitas inovasi. Ditambah lagi skor indeks inovasi global asia pasifik hanya mencapai 26,49% sehingga menempatkan kita berada jauh di bawah Singapura dan Korea Selatan. Dari data ini sangat jelas bahwa Indonesia perlu meningkatkan kualitas riset dan inovasi.
“Dalam menghasilkan suatu inovasi, setidaknya empat proses harus dilalui. Proses tersebut dimulai dari ideasi, purwarupa, industrialisasi, hingga komersialisasi. Pada tahap komersialisasi terdapat banyak kendala seperti riset yang tidak sejalan dengan kebutuhan industri, hasil riset yang hanya mencapai prototipe, dll. Hal inilah yang akhirnya menimbulkan GAP antara investor dan perindustrian,” jelas Wahyu.
Beliau mengatakan bahwa berdasarkan RPJMN Indonesia tahun 2020-2024, Indonesia memiliki 9 prioritas riset nasional. Diantaranya yang menjadi fokus Wahyu pada acara kali ini adalah transportasi, pertahanan keamanan, dan kemaritiman.
Ia mulai membahas dari bidang transportasi. Saat ini Ir. Wahyu dan rekannya sedang melakukan kajian terkait proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya. “Kami sedang membahas ini dan menduga pembangunan treknya akan membutuhkan biaya yang besar,” ujarnya. Dari segi transportasi terutama dalam hal kereta cepat, Indonesia tertinggal dalam hal High Speed Train (HST) Growth Trend and Market Potential. Diharapkan dengan adanya proyek kereta cepat yang dikerjakan bisa mengejar negara lain.
Kemudian pada bidang pertahanan dan keamanan, terdapat 11 prioritas riset dan inovasi. Misalkan pada pengembangan kapal selam, rudal, pesawat tempur, dan alutsista lainnya. Melalui pengembangan ini Indonesia berhasil menciptakan berbagai alat-alat canggih salah satunya Medium Altitude Long Endurance (MALE) yang bernama PUNA MALE. Alat ini bahkan memiliki kompetitor dari negara lain seperti Iran dengan SHAHED 129.
Tidak jauh beda dengan bidang pertahanan dan keamanan, bidang kemaritiman juga terus melakukan pengembangan sehingga melebihi standar yang ada. Meskipun begitu, standardisasi teknologi ini terus dilakukan ke depannya.
Mengakhiri paparannya, Wahyu berharap agar mahasiswa ITB kelak bisa membuat inovasi yang hebat dan bisa mengimplementasikan hasil riset yang ada. Dengan begitu Indonesia akan mandiri dalam hal inovasi dan riset.
Reporter: Kevin Agriva Ginting (Teknik Geodesi dan Geomatika, 2020)