Orasi Ilmiah Prof. Yusep Rosmansyah: Menciptakan Lingkungan Belajar Cerdas dengan Peran Teknologi Informasi, Komunikasi, dan Multimedia

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id—Tujuan luhur dari pendidikan adalah menciptakan lulusan yang cerdas dan berakhlak mulia. Dalam mencapai tujuan luhur tersebut, perlu memberi penekanan pada transformasi digital yang berpusat pada pendidik guna menciptakan lingkungan ajar cerdas.

Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Yusep Rosmansyah, S.T., M.Sc., Ph.D., Guru Besar Sekolah Teknik Elektro dan Informatika pada acara Orasi Ilmiah Guru Besar ITB, Sabtu (11/2/23). Orasi dibuka dengan pengenalan tiga aspek besar kecerdasan, yakni aspek kognitif, sikap, serta psikomotor. Berdasarkan beberapa literatur, maka didapatkan 36 kemampuan atau kecerdasan yang perlu dimiliki oleh pelajar. Kecerdasan ini kemudian dikelompokkan menjadi 3 kategori, yakni kategori kemampuan teknikal (hard skills), intrapersonal (soft skills), dan kemampuan interpersonal (humanistic skills).

Technical hard skill pada intinya adalah subject-matter mastery. Sebagai contoh, mahasiswa Teknik Kimia tentu saja harus menguasai bidang tersebut dibandingkan dengan bidang-bidang lain. Kecerdasan intrapersonal lebih menitikberatkan kepada mindset pribadi setiap pelajar agar mereka menjadi individu yang kuat, sedangkan kecerdasan interpersonal merupakan kecerdasan bekerja dalam tim; untuk waktu yang akan datang, stigma bahwa mahasiswa ITB cenderung bersifat individualistik harus dikikis.

“Dari ketiga kategori yang telah disebutkan, kecerdasan intrapersonal dan interpersonal inilah yang membutuhkan waktu lama untuk diimitasi atau digantikan oleh kecerdasan buatan,” lebih lanjut lagi, dia menegaskan bahwa hal itulah yang perlu semakin diasah dan ditonjolkan.

Pembelajaran dalam sebuah smart learning environment (SLE) memiliki indikator utama berupa kebahagiaan. Lebih lanjut lagi, selain kebahagiaan, pembelajaran yang dilakukan juga harus efektif, efisien dari sisi waktu, serta engaging. “Pembelajaran di kelas haruslah mengandung unsur keterlibatan, baik itu luring maupun daring.” Ia menuturkan bahwa selain itu, akan lebih baik lagi jika seorang dosen memberikan inspirasi bagi mahasiswanya.

Secara definisi, SLE atau lingkungan ajar cerdas adalah sistem pembelajaran bauran yang memberikan proses pembelajaran menyenangkan seraya melampaui capaian ajar dengan melibatkan kakas dan teknik cerdas. Peran dari teknologi informasi, komunikasi, dan multimedia (TIKM) kini adalah memperhebat pendidik sebagai aktor utama pada lingkungan ajar cerdas.

“Secara makro, lingkungan ajar cerdas dapat meliputi satu institusi, ITB misalnya. Namun secara mikro, setiap kelas yang diajar oleh tenaga pendidik harus menciptakan suasana pembelajaran cerdas, terlepas dari fasilitas atau kakas-kakas yang tersedia,” jelasnya.

Ia menjelaskan bahwa dosen pertama-tama perlu melakukan perbaikan terhadap pola pikir agar kini menjadi memiliki growth mindset. Kemudian hal selanjutnya adalah mempertajam skillset, terutama dalam penerapan teknologi multimedia, terutama setelah adanya pandemi COVID-19, dan yang terakhir adalah toolset atau kakas maupun aplikasi.

Adapun tujuh kualitas yang perlu dimiliki oleh dosen, menurut Prof. Yusep, adalah sebagai berikut.
1. Dosen atau pendidik memiliki minimum standar kualitas dalam mengajar,
2. Harus dapat mengadaptasikan konten ajar agar sesuai dengan keinginan pelajar generasi sekarang,
3. Menjadi penilai yang bijaksana,
4. Mempelajari mengenai ilmu pedagogi,
5. Dapat menggunakan wahana ajar seperti LMS,
6. Melek teknologi, dan
7. Merupakan seorang motivator yang baik bagi mahasiswanya.

“Teknologi multimedia memungkinkan pembelajaran yang dipersonalisasi,” ia mengungkapkan bahwa TIKM memungkinkan pelajar untuk merasa terbantu menekuni minat dan karier pribadi.

TIKM dalam perguruan tinggi penting sebab dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih relevan dan menarik (engaging), mempermudah pembelajaran studi kasus dan berbasis proyek, membantu pembelajaran eksperiental agar dapat dilakukan di ruang kelas melalui simulasi dan virtualisasi, menyediakan kesempatan belajar yang lebih luas, memfasilitasi kolaborasi antara pelajar dan pendidik, serta membantu proses asesmen yang lebih komprehensif dan berintegritas.

Ditutupnya orasi kali ini dengan beberapa tantangan utama proses transformasi digital, di antaranya adalah menanamkan growth mindset, melakukan reskilling dan upskilling, serta mengubah budaya kerja.

Reporter: Athira Syifa PS (Teknologi Pascapanen, 2019).