Hadapi Transformasi Digital, Minimnya Kesiapan Pola Pikir Digital Masyarakat Perlu Dituntaskan
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
Sumber: freepik.com
BANDUNG, itb.ac.id – Pada era industri 4.0 seperti sekarang, transformasi digital merupakan hal yang tak terhindarkan. Pandemi Covid-19 turut berperan sebagai katalis yang menuntut percepatan arus digitalisasi untuk masuk pada seluruh sektor ekonomi dan industri. Dalam menghadapi dan mendorong transformasi digital tersebut, pola pikir digital menjadi hal yang sangat penting untuk dipersiapkan.
Kesiapan pola pikir digital ini diulas oleh Dr.rer.pol Achmad Fajar Hendrawan, S.T., M.S.M. dalam Rubrik Rekacipta ITB, Selasa, 30 November 2021 lalu. Ia terinspirasi dari cerita David Velez, seorang pendiri sebuah bank digital yang tengah populer di Brasil bernama Nubank. David Velez berhasil membawa keberhasilan pada usahannya karena pola pikir yang dimilikinya sesuai dengan era eksponensial bisnis digital.
“Pola pikir digital menurut Benke (2013) merupakan sekumpulan struktur pengetahuan yang didasarkan oleh pengalaman mental yang terbentuk karena hidup dalam masyarakat digital yang setiap hari berhubungan dengan teknologi digital,” ujarnya.
Dr. Achmad melanjutkan, komponen yang membentuk pola pikir digital di antaranya adalah komponen kognitif yang mengacu pada pengetahuan dan komponen tindakan yang mengacu pada penolakan atau penerimaan terhadap penggunaan teknologi digital.
Ia menambahkan, penelitian yang dilakukan Parapat dan Hendarman (2021) telah menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pola pikir digital dengan kesiapan modal insani (human capital) dalam menghadapi industri 4.0.
Akan tetapi, kesiapan pola pikir digital terutama pada sektor perbankan, manufaktur, dan telekomunikasi nyatanya masih minim. Hasil sampel beberapa penelitian lain yang dilakukan sejak tahun 2019 hingga 2021 menunjukkan masih terdapat kesenjangan pengetahuan terkait industri 4.0 dan hard skills individu pada sektor-sektor tersebut.
“Kesenjangan tersebut menandakan perlu adanya akselerasi intervensi program pada organisasi atau perusahaan dalam meningkatkan pengetahuan dan hard skills berdasarkan komponen yang sesuai dengan konsep pola pikir digital,” jelasnya.
Komponen kognitif atau pengetahuan dapat ditingkatkan melalui peran aktif individu dalam literansi digital melalui sumber multimedia, program knowledge sharing, pelatihan bertema digital, teknologi, IT, maupun konteks lain terkait industri 4.0, atau bahkan dengan mengambil program pendidikan singkat.
Sementara itu, upaya-upaya seperti peningkatan hard skills melalui sertifikasi untuk meningkatkan keterampilan (up-skilling dan re-skilling) dalam menggunakan teknologi digital, rotasi pekerjaan, maupun experiential learning dapat dilakukan untuk meningkatkan komponen tindakan.
Peningkatan kesiapan pola pikir digital ini tentu tidak hanya menjadi tanggungan bagi masing-masing perusahaan atau organisasi. Di sisi lain, pemerintah juga telah menggaungkan program akselerasi percepatan transformasi digital 4.0. Oleh karena itu, urgensi dalam meningkatkan pola pikir digital masyarakat dinilai tinggi dan diperlukan berbagai upaya untuk mempersiapkannya. “Kesiapan pola pikir digital masyarakat secara umum dapat diupayakan di antaranya adalah self regulation, self motivation, dan self leadership,” ujarnya.
Self regulation merupakan dorongan yang perlu dilakukan individu untuk dapat menerima keberadaan teknologi baru dan memiliki pemikiran bahwa teknologi hadir untuk dipelajari secara disiplin dan konsisten. Sementara itu, self motivation merupakan cara membangun kepercayaan diri dalam menggunakan teknologi baru sehingga tumbuh daya inovasi, eksplorasi, dan kesanggupan dalam mengambil risiko. Sedangkan, self leadership mengacu pada kemampuan dalam mengembangkan pola pikir digital secara mandiri, optimistis, dan visioner supaya mampu menjadi pemimpin digital bagi diri sendiri.
Dia berujar, upaya menuntaskan minimnya kesiapan pola pikir digital masyarakat jelas membutuhkan peran dari seluruh lini masyarakat dan pemangku kepentingan. Ekosistem dan budaya digital perlu dibangun bersama baik pada skala perusahaan atau organisasi maupun skala masyarakat. Di satu sisi, pemerintah sebagai sponsor utama dari program percepatan transformasi digital memiliki peran lebih terutama dalam mempersiapkan pola pikir digital melalui institusi pendidikan.
“Langkah awal dalam membangun digital mindset dapat dilakukan dengan menumbuhkan kemauan untuk menggeser mindset, juga kemauan untuk belajar mengeks¬plorasi dunia digital, khususnya terkait dengan konteks industri 4.0 seperti big data analytics, cloud com-puting, AI, augmented reality, virtual reality, simulasi, robotic dan lain sebagainya,” pungkasnya.
Reporter: Achmad Lutfi Harjanto (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)