Komite II DPD RI dan ITB Gelar FGD RUU Pengembangan Material Maju untuk Dorong Industri Strategis Nasional
Oleh Wildan Zaki Muhammad - Mahasiswa SBM ITB
Editor M. Naufal Hafizh, S.S.
BANDUNG, itb.ac.id - Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) sebagai bagian dari penyusunan naskah akademik Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan Material Maju sebagai industri strategis nasional. Acara ini berlangsung di Ruang Auditorium Gedung CRiMSE ITB dan dihadiri oleh perwakilan dari empat pilar utama, yakni regulator (DPD RI), industri strategis nasional, akademisi, dan eksekutif.
Hadir dalam FGD ini perwakilan industri strategis nasional seperti PT Perindustrian TNI Angkatan Darat (PT Pindad), PT Len Industri, PT Dirgantara Indonesia (PT DI), PT Penataran Angkatan Laut (PT PAL), dan PT Perusahaan Listrik Negara Persero (PT PLN). Dari kalangan akademisi, hadir perwakilan ITB, Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), dan Universitas Pertahanan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta. Sementara itu, Kementerian Pertahanan Republik Indonesia mewakili bidang eksekutif.
Peran Penting Material Maju bagi Indonesia
Acara dibuka dengan sambutan oleh Prof. Ir. Agus Jatnika Effendi, Ph.D., Wakil Rektor Bidang Keuangan, Perencanaan, dan Pengembangan ITB. Beliau mengapresiasi kepercayaan DPD RI kepada ITB sebagai kontributor utama naskah akademik RUU ini. Prof. Agus menyoroti potensi Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia yang melimpah namun belum diimbangi infrastruktur optimal. Meskipun hilirisasi telah digencarkan, sebagian besar material yang diproduksi belum mampu memenuhi kebutuhan industri nasional, khususnya material maju. Ketergantungan pada impor material maju saat ini menjadi hambatan serius bagi daya saing internasional Indonesia.
"ITB menyambut baik inisiatif ini dan menilai langkah ini sangat perlu dilakukan. Sebagai institusi pendidikan tinggi, ITB memiliki Tri Dharma dan ini merupakan salah satu implementasinya," ujar Prof. Agus. Beliau berharap FGD ini dapat menghasilkan masukan substantif untuk menciptakan Indonesia yang berdaya saing.
Sambutan dilanjutkan oleh Dr. Badikenita Putri Sitepu, Ketua Komite II DPD RI, yang hadir secara daring melalui Zoom. Beliau menjelaskan fungsi DPD RI dan menegaskan bahwa Komite II DPD RI bertanggung jawab mengawasi sumber daya alam dan ekonomi. DPD RI setiap tahunnya menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan pada tahun ini menyepakati penyusunan undang-undang material maju.
Dr. Badikenita memaparkan alasan urgensi RUU ini, di antaranya adalah pengelolaan SDA yang belum maksimal, karakteristik industri dalam negeri yang belum sesuai kebutuhan, dan perlunya payung hukum untuk mendorong industri material maju. Beliau berharap FGD ini dapat menghasilkan peta jalan, regulasi pengawasan, insentif pengembangan bagi industri, penguatan riset dan inovasi, serta antisipasi perdagangan yang tidak sehat
Pemaparan dari Berbagai Sudut Pandang
FGD ini menjadi ajang bagi berbagai pemangku kepentingan untuk memberikan pandangan dan masukan bagi penyusunan RUU. Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) yang diwakili Ir. Resvani, M.B.A mengapresiasi DPD RI yang terbuka dengan mengundang berbagai pihak untuk mendapatkan masukan mengenai RUU ini. Beliau menekankan bahwa RUU Material Maju dapat menjadi katalis daya saing industri dan mengisi blind spot yang belum tercakup dalam UU Minerba.
Koesnohadi M.Eng, salah seorang tim ahli Komite II DPD RI, menyoroti pentingnya material maju sebagai tulang punggung industrialisasi. "Mustahil membangun industri perkakas jika tidak ada advance material," ujarnya. Beliau mencontohkan ketergantungan Indonesia pada impor bahan turbin PLN dan silikon untuk PLTN, padahal Indonesia memiliki SDA yang melimpah. Koesnohadi berharap RUU ini dapat membangun keunggulan komparatif yang tidak dimiliki negara lain, terbukti dengan banyaknya investasi asing yang masuk dalam industri pertambangan saat ini.
Prof. Dr. Eddy Agus Basuki, M.Sc., Guru Besar ITB, memaparkan upaya ITB sejak tahun 2000-an dalam meningkatkan nilai tambah bahan tambang. Beliau menyoroti pentingnya nikel yang saat ini masih diekspor dalam bentuk bijih, padahal dapat diolah menjadi super alloy berbasis nikel dengan nilai ekonomis hingga 20 kali lipat.
Berbeda dengan sebelumnya yang sangat praktikal, Prof. Dr. Eng. Akhmad Ardian Korda, S.T, M.T., Guru Besar Pengembangan dan Kehandalan Paduan Logam, membawa pembahasan yang bersifat ekonomi. Beliau memaparkan mengenai strategi Indonesia untuk keluar dari middle-income trap melalui pengembangan manufaktur. Beliau membandingkan konsumsi baja per kapita Indonesia yang masih sangat kecil dibandingkan negara lain, padahal industri baja adalah "ibu dari industri". Prof. Akhmad juga menekankan pentingnya reverse supply chain dengan mengidentifikasi kebutuhan industri terlebih dahulu.
Dilanjut pemaparan dari tim FTMD ITB yang diwakilkan oleh Dr. Ir. Hermawan Judawisastra, M.Eng. menyoroti pentingnya value chain dan deindustrialisasi. FTMD ITB telah menyusun roadmap pengembangan material logam hingga 2025 dan menjalin kerja sama dengan PT Pindad untuk bahan dasar Anoa serta Kementerian Kesehatan untuk pembuatan stent. Beliau juga menyoroti potensi penggunaan big data dan artificial intelligence untuk pengembangan material baru yang lebih cepat dibandingkan metode tradisional.
Terakhir pemaparan diberikan Dr.rer.nat. Mardiyati, S.Si., M.T. yang menjelaskan prioritas pengembangan propelan sebagai bagian dari industri pertahanan. PT Pindad bersama ITB berhasil membuat propelan skala pilot yang lulus uji dan bahkan memiliki spesifikasi lebih baik dari produk impor.
FGD ini diharapkan menjadi ajang peer-review yang hasilnya akan diuji, difinalisasi, diharmonisasi antar undang-undang, dan terakhir pengambilan keputusan di DPR, seperti yang diharapkan oleh Dr. Badikenita Putri Sitepu.
Reporter: Wildan Zaki Muhammad (SBM ITB)







