ITB Anugerahkan Satyalancana Karya Satya dan Penghargaan Pengabdian kepada 274 Dosen dan Tendik di Hari Kemerdekaan ke-79 RI
Oleh M. Naufal Hafizh
Editor M. Naufal Hafizh
JATINANGOR, itb.ac.id – Memperingati Hari Kemerdekaan ke-79 tahun Republik Indonesia, Institut Teknologi Bandung (ITB) melaksanakan upacara bendera di Lapangan Bola, ITB Kampus Jatinangor. Upacara ini diikuti oleh mahasiswa baru ITB Tahun Akademik 2024/2025, dosen, dan tenaga kependidikan di ITB dengan Rektor ITB, Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph.D., sebagai pembina upacara, Sabtu (17/8/2024).
Dalam upacara tersebut, Rektor ITB memberikan penghargaan kepada 274 dosen dan tendik, yang terdiri atas 152 penerima penghargaan Satyalancana Karya Satya dan 122 penerima Penghargaan Pengabdian Institut Teknologi Bandung. Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan atas pengabdian serta dedikasi yang tinggi selama 40 tahun, 35 tahun, 30 tahun, 25 tahun, 20 tahun, dan 10 tahun.
“Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih melimpahkan rahmat dan karunia kepada kita semua sehingga kita dapat terus menerus bekerja, saling percaya dan mendukung untuk meningkatkan kompetensi dan karakter kita demi kemajuan bangsa, negara, dan kemanusiaan,” ujar Prof. Reini.
Adapun perwakilan penerima penghargaan Satyalancana Karya Satya dan Penghargaan Pengabdian ITB di antaranya Ivonne Milichristi Radjawane, S.Si., M.Si., Ph.D., Dadang Miftah, S.Sos., Dr. Dwinita Larasati, S.Sn., M.A., Dei mahmud, S.T., Galuh Lingga, A.Md., Dr. techn. Muhammad Zuhri Catur Candra, S.T., M.T., Prof. Ir. Indratmo, M.Sc., Ph.D., Prof. Enny Ratnaningsih, Ph.D., Dr. Ir. Denny Zulkaidi, MUP., Tugino, S.Sos., Dr. Nurdian Ichsan, M.Sn., dan Lilik Sulistiyanti, S.A.P.
Ramadhani Eka Putra, S.Si., M.Si., Ph.D., salah seorang penerima Satyalancana Karya Satya 10 tahun mengungkapkan rasa bangganya karena dedikasi dan pengabdiannya diakui oleh negara. Beliau mengungkapkan bahwa dirinya termotivasi untuk memastikan generasi mendatang tidak menghadapi tantangan yang sama seperti yang pernah dialaminya. Dengan alasan tersebut, dosen Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati tersebut menghadapi tantangan terbesar dalam kariernya, yaitu menjaga konsistensi untuk tetap berada di jalannya.
“Menjaga konsistensi tersebut perlu usaha yang luar biasa. Meskipun sering salah, yang terpenting adalah bagaimana kita kembali ke jalan yang benar dan berusaha melakukan yang lebih baik lagi,” ujarnya.
Beliau menambahkan bahwa dirinya ingin menjadi bagian dari upaya dalam memastikan generasi mendatang mendapatkan kondisi yang lebih baik. “Tidak harus selalu besar, kontribusi kecil sekalipun tetap dapat membantu Indonesia menjadi lebih baik,” ujarnya.
Reporter: Najma Shafiya (Teknologi Pascapanen, 2020)