Kembangkan Teknologi Material, Ferry Iskandar Raih Berbagai Penghargaan
Oleh Neli Syahida
Editor Neli Syahida
Pria yang lahir pada tanggal 17 Februari 1974 di Jakarta ini memperoleh gelar sarjana dan magisternya di Kanazawa University. Selanjutnya, ia meneruskan studinya di Hiroshima University untuk meraih gelar doktor. Pengalaman profesinya tidak dapat dibilang sedikit. Ia pernah menjadi asisten profeser di Hiroshima University dan pernah beberapa kali bekerja di Perusahaan Jepang. Ia menuturkan bahwa selama bekerja di Perusahaan Jepang, beberapa ide dan karyanya pernah dipatenkan dan digunakan oleh perusahaan tersebut. Kemudian, di suatu titik ia pada akhirnya memutuskan untuk pulang ke tanah air. Salah satu pencetusnya adalah alasan moral. "Saya di Jepang hanya akan membuat pintar anak-anak Jepang. Mending saya pulang ke Indonesia dan
mengembangkan SDM Indonesia," ungkap Ferry.
Kegemaran Ferry dalam Meneliti Mengantarkannya Meraih Berbagai Penghargaan
Pengabdian Ferry Iskandar dalam mengembangkan teknologi material membuatnya dianugerahi beberapa penghargaan, di antaranya adalah Habibie Award dan AKIL (Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa). Keduanya diperoleh pada tahun 2014. Selain itu, pada tahun 2012, Majalah Tempo pernah menobatkannya sebagai salah satu dari 10 tokoh penemu Nasional. Penelitian yang ia angkat adalah bubuk berpendar Boron Karbon Oksinitrida. Pada Maret 2015 lalu, ia juga mendapatkan penghargaan dari ITB di bidang Riset dalam acara Dies Natalis ITB ke-56.
Secara spesifik, Ferry memiliki ketertarikan pada teknologi material yang berfokus pada produksi energi, penyimpanan energi, dan penggunaan energi secara efisien. Ia saat ini sedang mengembangkan nanokatalis untuk Enhanced Oil Recovery (EOR). Beberapa tahun terakhir ini, produksi minyak bumi di Indonesia menurun karena minyak yang tersisa di perut bumi adalah minyak bumi yang viskositasnya (kekentalan) tinggi, sehingga sulit untuk diambil. Untuk menurunkan viskositasnya, dibutuhkan reaksi aquathermolysis, yaitu reaksi antara air dan minyak. Reaksi tersebut biasanya berlangsung selama satu minggu, namun jika digunakan katalis, reaksi tersebut dapat berlangsung beberapa hari saja, bahkan sehari. Katalis yang digunakan berasal dari Hafnium oksida ditambah dengan Nikel Oksida. Nanokatalis tersebut sudah berhasil diterapkan dalam skala laboratorium. Ke depannya, diharapkan nanokatalis ini dapat dikembangkan untuk skala industri.
Tidak dapat dipungkiri bahwa passion seringkali menjadi sumber motivasi di balik keberhasilan. Ferry pun juga mengakui hal tersebut. "Saya meneliti karena memang saya senang," ungkap Ferry. Selain itu, Ferry juga senang menantang dirinya sendiri untuk bisa sejajar dengan negara-negara maju dalam hal penelitian. "Ada suatu challenge tersendiri ketika negara-negara maju bisa, kok Indonesia belum bisa," kata Ferry. Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa dalam hal ide, seharusnya Indonesia tidak kalah dengan negara-negara lain. "Nah tugas saya adalah mendidik mahasiswa untuk mampu melahirkan ide-ide ini. Kalau kita sudah kalah ide duluan ya, gimana nantinya," tutur Ferry
Ia berharap teknologi material Indonesia akan segera bangkit dan maju. Upaya yang dilakukan oleh Ferry salah satunya adalah menggalakkan pentingnya teknologi ini melalui seminar-seminar. Ada suatu pelajaran yang ingin ia bagikan. "Usaha dan kerja keras tidak akan mengecewakan kita. Walaupun ini semua masih step by step, tapi percayalah bahwa usaha tersebut tidak akan
mengkhianati," kata Ferry menutup wawancara.