Kolaborasi Mahasiswa ITB Buat Instalasi Biogas dari Kotoran Sapi, Inovasi Anak Muda untuk Energi Terbarukan

Oleh Qonita Aulia Rahmatullah - Mahasiswa Mahasiswa Teknik Pangan, 2022

Editor M. Naufal Hafizh, S.S.

Site Biogas di Haurgombong (Dok. tim G2G)
SUMEDANG, itb.ac.id – Di tengah tantangan perubahan iklim dan krisis energi, sekelompok mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama mahasiswa dari universitas lainnya di Indonesia membuktikan bahwa solusi berkelanjutan bisa dimulai dari desa. Lewat inisiatif bertajuk “Ground to Gas”, mereka meresmikan instalasi biogas berbasis limbah pertanian di Desa Haurngombong, Sumedang, sebuah terobosan yang tak hanya menjawab persoalan energi tapi juga memberdayakan masyarakat.

Instalasi berkapasitas 10 m³ ini memanfaatkan sekitar 100 kg limbah kotoran sapi per hari dan diperhitungkan cukup untuk memenuhi kebutuhan memasak tiga rumah tangga setiap harinya.

Acara peresmian dihadiri lebih dari 40 peserta yang terdiri atas warga desa, tokoh masyarakat, tim Ground to Gas, Society of Renewable Energy ITB, serta mitra kolaboratif Enter Nusantara.

Rosdiana, mahasiswi ITB sekaligus tim R&D Ground to Gas mengatakan, “Kami ingin menunjukkan bahwa energi terbarukan tidak harus rumit. Lewat teknologi yang sederhana tapi tepat guna, kami ingin desa menjadi pusat dari revolusi energi masa depan.”

Acara dimulai dengan kunjungan langsung ke lokasi instalasi. Peserta dipandu menyaksikan proses fermentasi limbah menjadi gas metana, dan menyaksikan sendiri bagaimana gas tersebut digunakan untuk memasak menggunakan kompor termodifikasi. “Dulu kami anggap kotoran sapi cuma limbah. Sekarang, itu jadi sumber energi di dapur kami,” tutur Bapak Abad, selaku warga sekaligus praktisi.


Sharing session & transfer knowledge. (Dok. Tim G2G)

Sesi dilanjutkan dengan sharing session. Kymad dari Enter Nusantara menjelaskan cara kerja sistem biogas dan pentingnya perawatan berkala. Sementara itu, Rosdiana memaparkan potensi bio slurry yang merupakan hasil samping proses biogas. Bio slurry dapat digunakan sebagai pupuk organik yang memperkaya tanah pertanian sehingga keberlanjutannya terasa menyeluruh.


Puncak kegiatan ditandai dengan serah terima simbolis antara tim Ground to Gas dan perwakilan masyarakat desa, disertai penandatanganan dokumen serta komitmen bersama untuk menjaga keberlanjutan sistem.


Penandatanganan dokumen keberlanjutan. (Dok. Tim G2G)

“Proyek ini bukan hanya soal teknologi, tapi soal kepercayaan dan kolaborasi. Kami berharap semangat ini bisa menular ke desa-desa lain di Indonesia,” ujar Ilham, project lead Ground to Gas.


Semangat gotong royong yang terbangun selama proses implementasi menjadi pondasi utama keberlanjutan program ini.

Keberhasilan proyek “Ground to Gas” menunjukkan bahwa peran mahasiswa tidak sebatas akademik, tapi menjadi agen perubahan nyata bagi masyarakat, lingkungan, dan tonggak masa depan energi Indonesia yang lebih mandiri.

#kolaborasi #itb berdampak #kampus berdampak #itb4impact #diktisaintek berdampak #sdg 7 #affordable and clean energy #sdg 12 #responsible consumption and production #sdg 13 #climate action