Pantang Menyerah Jadi Kunci Berhasilnya Tim “nasiGoreng” Bawa Pulang Medali Perunggu Gemastik XIV
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Ryandito Diandaru (Informatika ’19), Randy Zakya Suchrady (Informatika ’19), dan Muhammad Fawwaz Naabigh (Informatika ’19) menjadi Juara Ketiga Gemastik XIV divisi Penambangan Data (Data Mining). Pengumuman ini disampaikan secara langsung oleh Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas) melalui kanal YouTube pada Kamis (7/10/2021).
Gemastik (Pagelaran Mahasiswa Nasional Bidang Teknologi Informasi) adalah kompetisi teknologi yang diadakan oleh Puspresnas di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tujuannya adalah meningkatkan soft skill, literasi teknologi, data, dan manusia. Di dalamnya, terdapat 11 bidang lomba, salah satunya penambangan data.
Dito—panggilan untuk Ryandito—menceritakan bahwa ia memang sudah ada ketertarikan pada ajang Gemastik XIII (sebelum Gemastik XIV yang sekarang) khususnya bidang penambangan data. Karena memiliki minat yang sama, Dito kemudian mengajak Randy dan Fawwaz untuk bergabung. Tim mereka diberi nama “nasiGoreng”.
Pada Gemastik XIV bidang penambangan data, peserta diharuskan untuk bisa memanfaatkan data yang tidak terstruktur, khususnya kalimat dalam bahasa Indonesia. Tim nasiGoreng memanfaatkan data dari Twitter API untuk mendeteksi sentimen vaksinasi di Indonesia. Secara spesifik, mereka mengklasifikasikan mana cuitan yang negatif atau positif dan mana cuitan yang subjektif atau objektif dengan POS-Tagging dan kecerdasan buatan, tentunya.
Biasanya, Dito, Randy, dan Fawwaz bekerja dengan data tabular atau data terstruktur. Jadi, ketika awalnya mempelajari pemrosesan bahasa alami atau natural language processing (NLP) untuk Gemastik, mereka merasa mendapatkan pengalaman baru. Randy mengakui bahwa ia cukup kagum dengan NLP karena bahasa yang sebenarnya penuh konteks, bisa “dihitung” juga oleh komputer.
Tim nasiGoreng bercerita bahwa mereka mendapatkan pengalaman yang unik. Pada tahap persiapan penyisihan dan final, mereka lebih berfokus dalam mempelajari klasifikasi teks. Namun, saat dibagi kasus untuk final, kasusnya justru jauh berbeda, yaitu kasus tanya-jawab (question and answering task). Mereka yang tidak terlalu mempelajari ini cukup kaget ketika kasus dibagikan.
Meski demikian, mereka tidak menyerah. Mereka tetap melakukan riset dari sumber-sumber yang ada di internet—dalam Gemastik, peserta diperbolehkan menggunakan resource apa pun. Dito mengatakan bahwa latihan pemrograman data mining yang ia lakukan sebelumnya cukup memudahkannya untuk membiasakan diri pada kasus yang baru. Jadi, apa yang mereka persiapkan tidak sepenuhnya sia-sia.
Tantangan tidak berhenti sampai di situ. Pada submisi pertama, mereka mendapati bahwa model machine learning (ML) mereka tidak bekerja dengan baik karena adanya gap akurasi yang terlalu jauh antara uji lokal dan submisi. Tentu mereka kecewa karena hal itu tidak sesuai ekspetasi. Walau keadaan mental sudah mulai tidak stabil, tim tetap memaksakan diri untuk menyelesaikan apa yang sudah dimulai.
Kegigihan mereka untuk terus mencari solusi membuahkan hasil. Dalam menit-menit terakhir, sekitar 10-30 menit sebelum tenggat waktu pengumpulan, mereka mendapatkan solusi untuk mengatasi ketidakakuratan yang ada sebelumnya. Alhasil, mereka dapat menjadi salah satu tim dengan model yang memiliki akurasi cukup tinggi.
Dalam keberhasilan mereka, ada faktor dosen pembimbing (dosbing) yang selalu suportif terhadap mereka. Salah satu dosbing mereka adalah Fariska Zakhralativa Ruskanda, S.T., M.T., dosen Program Studi Informatika ITB. Saat meliput ini, reporter Humas ITB berkesempatan untuk melakukan wawancara dengan beliau.
Saat ditanyai tentang pentingnya dukungan dari dosbing, Fariska menjawab bahwa ia percaya mahasiswa ITB sebetulnya sudah memiliki potensi kognitif dan kemampuan eksplorasi yang luar biasa, hanya saja perlu diarahkan secara tepat. Maka dari itu, penting bagi seorang pembimbing untuk menuntun mahasiswanya mencari dan mengeksplorasi materi sesuai dengan bidang yang dilombakan. Selain itu, Fariska juga yakin bahwa pembimbing juga berperan untuk mendorong mahasiswa untuk terus menambah pengalaman mereka, serta memberi dukungan, terutama untuk mengatasi beban mental saat menghadapi kesulitan.
Di sisi lain, menurut Dito, bimbingan dan saran dari pembimbing membantu mereka menemukan solusi pada tahap final. Arahan pembimbing juga membuat mereka menjadi sadar bahwa sebetulnya masih banyak yang bisa mereka pelajari, bahwa “NLP ternyata tidak begitu-begitu saja.” Dengan kata lain, pemikirannya menjadi lebih terbuka.
Dari pengalaman tadi, Randy berpesan kepada teman-teman mahasiswa untuk tidak menyerah. Seandainya waktu itu tim nasiGoreng memutuskan untuk menyerah, maka tidak mungkin mereka berada di atas podium. “Jangan pernah menyerah. Kita harus tetap berjuang sampai menit-menit terakhir,” kata Randy.
Sementara itu, Dito berpesan bahwa jangan takut untuk mencoba sesuatu. Ia mengatakan, “Tidak usah takut, kerjakan saja apa yang memang diinginkan. Semua orang, bahkan orang pintar sekalipun, mulai dari ketidaktahuan. Kalau kita takut, kita sudah kalah duluan.”
Terakhir, Fawwaz menambahkan, “Mungkin sebenarnya kita itu bukan tidak bisa, tetapi kita saja yang belum mencoba belajar atau belum menemukan teknik belajar yang tepat. Maka dari itu, kenali teknik belajar yang cocok, kemudian coba belajar saja.”
Reporter: Maria Khelli (Teknik Informatika, 2020)
Foto: Dok. Pribadi Narasumber