Penanggulangan Krisis Air Bersih di Tuban dengan Metode Geolistik

Oleh Asep Kurnia, S. Kom

Editor Asep Kurnia, S. Kom


sumber - jcompa on Freepik

BANDUNG, itb.ac.id—Hampir seluruh bentuk kehidupan di muka bumi ini bergantung pada air, terlebih air tanah. Air tanah merupakan bagian dari siklus air yang disimpan di zona jenuh di bawah permukaan tanah dan bergerak perlahan melalui formasi geologi akuifer. Di berbagai wilayah dunia, keberadaannya dinilai krusial karena mudah dialihkan kepada masyarakat sehingga mempermudah mitigasi dan pengurangan kemiskinan.

Di sisi lain, air permukaan adalah air yang mengalir dari ketinggian ke Daerah Aliran Sungai (DAS), kemudian berlanjut ke sungai, waduk, maupun laut. Umumnya, air yang dibawa ke DAS terindikasi mengandung polutan dan zat kimia berbahaya lainnya. Kondisi sedimentasi sungai juga diduga dapat menyebabkan pencemaran berupa sampah atau lumpur yang terkontaminasi limbah tercemar lainnya. Akibatnya, disfungsi aliran air pun terjadi sehingga meningkatkan risiko banjir dan pengurangan persediaan air bersih.

Menurut Dr.rer.nat. Widodo, S.T., M.T., Dosen Teknik Geofisika ITB, suplai air bersih memegang peran penting dalam menjaga kesehatan masyarakat. Pasalnya, sebagian besar kebutuhannya dipenuhi oleh air tanah yang secara geologis, memerlukan waktu ribuan sampai jutaan tahun dalam proses pembentukannya. “Dengan kondisi tersebut, air dapat dikategorikan sebagai sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan menjadi sangat esensial jika dibandingkan dengan siklus kehidupan manusia,” sebutnya.

Bencana Kekeringan di Tuban

Secara geologis, daerah Tuban didominasi oleh pegunungan kapur dan beriklim kering 94,73%. Desa Grabagan adalah salah satu desa yang mengalami dampak kekeringan. Bahkan, sebagian dari total 10.492 penduduknya, sampai terdampak krisis air bersih, terutama di wilayah Dusun Klampeyan yang masih bergantung pada suplai tangki keliling. Suplai dari perusahaan air minum pun masih sangat minim mengingat karena hanya mengalir sekali dengan debit yang kecil.

Untuk menanggulanginya, penemuan akan sumber air bersih dengan memanfaatkan teknologi geofisika sangatlah diperlukan. Teknologi tersebut dapat menemukan letak dari lapisan akuifer air tanah berdasarkan sifat fisik batuan. Setelah ditemukan, tahapan eksploitasi atau pengeboran dapat dilakukan untuk menghasilkan air tanah. Lewat Program Pengabdian Masyarakat (PPM) LPPM ITB, sivitas akademika ITB diberikan kesempatan untuk berkontribusi dalam menjawab permasalahan krisis air bersih di wilayah tersebut. PPM dilaksanakan selama kurang lebih enam bulan pada 2021 di daerah rawan air Tuban dengan diketuai Dr.rer.nat Widodo.

Eksplorasi Metode Geofisika

Teknologi tepat guna telah diaplikasikan di Desa Grabagan dengan metode geolistik yang mengukur beda potensial dari lapisan batuan. Metode tersebut disebut Vertical Electrical Sounding (VES) dan menggunakan parameter tahanan jenis batuan atau tanah secara vertikal. Data yang diperoleh akan memberikan gambaran kasar terkait lapisan-lapisan tanah yang ada.
Berdasarkan hasil akuisisi di lapangan dan proses inversi data geofisika, diketahui bahwa lapisan akuifer terletak pada kedalaman 42—110 meter dan diduga terdapat batuan sedimen dengan nilai resistivitas 1—4 ohm meter. Sementara itu, lapisan pertama berasosiasi dengan tanah lempung dan batuan konglomerat dengan ketebalan 42 meter dan nilai resistivitas 5—110 ohm meter. Batuan dasar diindikasikan bertipe metamorf berupa batu gamping yang diendapkan setelah lapisan pertama, yaitu pada kedalaman 110 meter. Akuifer yang ditemukan adalah confined aquifer dengan batuan dasar yang juga merupakan batuan metamorf.

Eksploitasi Pengeboran

Setelah petunjuk lapisan akuifer didapatkan, langkah kedua yang dilakukan ialah pengeboran air tanah untuk mengeksploitasi sumber air bersih. Pengambilan air tanah dari sumur bor dilakukan dengan cara memompanya ke permukaan menggunakan sumber tenaga. “Jika air tanah bersifat terkekang dan air keluar dengan sendirinya, dapat digunakan pompa sebagai pembantu pendistribusiannya. Setelah itu, air tanah ditampung atau digunakan sesuai dengan fungsinya,” jelas Dr.rer.nat Widodo. Pengeboran di lokasi PPM dilakukan hingga kedalaman 85 meter.

Dengan metode geolistik, pelaksanaan PPM di Desa Grabagan berhasil memperoleh sumber air bersih dengan debit yang cukup besar, yaitu sekitar 30 liter/detik. Ke depannya, 7 dusun yang dihuni 1.200 warga akan memanfaatkan sumber air bersih tersebut untuk, secara tidak langsung, meningkatkan kualitas hidup dan kesehatannya. Air dapat digunakan pula untuk melakukan pengairan sawah yang selama ini hanya memanfaatkan tadah hujan sehingga perekonomian Desa Grabagan pun meningkat.

Neng, selaku kepala Desa Grabagan, mengapresiasi tim PPM ITB yang telah sangat membantu desanya untuk memperoleh air bersih, “Saya mewakili masyarakat mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Widodo dan ITB yang telah berhasil menyediakan air bersih dari program pengabdian masyarakat.” Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Dusun Klampeyan, Darsono. “Eksplorasi dan pengeboran air bersih akan sangat bermanfaat terhadap masyarakat Dusun Klampeyan dan warga sekitar yang sudah bertahun-tahun kesulitan air bersih dan dapat meningkatkan kesehatan masyarakat,” pungkasnya pada penghujung program, September 2021.

*Artikel ini telah dipublikasi di Media Indonesia rubrik Rekacipta ITB, tulisan selengkapnya dapat dibaca di laman https://pengabdian.lppm.itb.ac.id

Reporter: Sekar Dianwidi Bisowarno (Rekayasa Hayati, 2019)