Pengabdian Mahasiswa KKN Tematik ITB di Kampung Margawati: Angkat Isu Pertanian, Irigasi, dan Energi

Oleh Anggun Nindita

Editor Anggun Nindita


SUMEDANG, itb.ac.id – Kampung Margawati menjadi salah satu lokasi pelaksanaan KKN Tematik ITB 2023. Lokasinya terletak di kawasan lereng pegunungan, tempatnya lereng utara Pasir Lawang, Desa Cimarga, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang.

Mata pencaharian utama masyarakatnya adalah petani, baik yang menggarap lahan pertanian kering seperti perkebunan, maupun lahan basah seperti persawahan. Maka dari itu, kelompok 13 hadir dengan program pembuatan pupuk kompos dan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) untuk meningkatkan produktivitas hasil panen.

Kedua pupuk tersebut memiliki keunggulan lebih ramah lingkungan dibandingkan penggunaan pupuk kimia. Selain itu, harganya lebih terjangkau karena memanfaatkan limbah pertanian dan peternakan yang tersedia di Kampung Margawati.

“Dengan adanya dampak negatif dari pupuk kimia, maka dibutuhkan teknologi alternatif untuk meningkatkan produksi pertanian yang lebih aman, yakni pupuk kompos dan PGPR. Selama ini masyarakat juga terbebani dengan harga pupuk kimia yang mahal. PGPR sendiri merupakan bakteri pemacu pertumbuhan tanaman yang mampu mengikat nitrogen bebas dari alam,” ungkap salah satu anggota kelompok, Rahma Wulananda (BA 21).

Rahma menuturkan pembuatan pupuk kompos dan PGPR tergolong mudah. Pupuk kompos dihasilkan dari campuran sampah organik yang telah dicacah. Sementara pengolahan PGPR berbahan dasar dedak, memakan waktu minimal 1 bulan karena memerlukan proses fermentasi.

Sistem irigasi yang ada di Kampung Margawati turut dibenahi. Seorang mahasiswa Teknik dan Pengelolaan Sumber Daya Air 2021, Mochamad Reynald, mengatakan kelompoknya telah melakukan pembangunan bendungan bebas dengan berbagai material.

“Kami melakukan pembangunan bendungan bebas dengan material bronjong, revitalisasi saluran irigasi dengan sistem perpipaan, dan pembuatan bak kontrol,” ujarnya.

Bendungan yang dibuat berdimensi 6 x 1 x 0,5 m untuk inlet irigasi yang membujur di tepian Sungai Cihonje dan bendungan utama berukuran 8 x 1 x 0,5 m yang melintangi sungai.

“Material bronjong dipilih karena pembuatannya relatif cepat. Di lokasi pembangunan pun banyak didapati batu. Ketika musim hujan, debit airnya sangat kencang. Bronjong ini akan mengurangi tekanan pada bendungan agar tidak tergerus dan memperlambat laju aliran sungai,” terang ketua kelompok 12 tersebut.

Sebelumnya masyarakat biasa menutup seluruh bagian sungai dengan tumpukan batu dan tanah untuk mengarahkan air ke saluran irigasi. Namun, hal tersebut dinilai kurang tepat karena tidak akan ada air yang mengalir ke hilir dan dapat merusak ekosistem sungai.

Sedangkan, revitalisasi saluran irigasi dan bak kontrol yang dibangun berguna untuk menjaga debit air dari hulu ke hilir agar tetap optimal dan mengurangi head loss.

“Volume air yang diloloskan maksimal sebesar pipa agar tidak melimpas ke tempat yang tidak diinginkan. Terakhir, bak ini difungsikan sebagai media untuk pembuangan sedimen dan udara. Dalam perawatannya, masyarakat tidak perlu lagi menyusuri sedimen yang masuk pipa karena semuanya telah tertampung dan diendapkan di bak kontrol,” tuturnya.

Permasalahan lain yang ditemui di Kampung Margawati adalah tidak adanya penerangan di sepanjang jalan utama. Selain itu, kondisi jalannya rusak dan tanjakan atau turunannya cukup curam. Untuk mengatasinya, Kelompok 9 KKN Tematik mengusung program energi dengan pemasangan penerangan jalan umum (PJU) berbasis tenaga surya, delineator, dan revitalisasi lampu listrik.

“Total ada pemasangan 10 PJU, 23 delineator, dan revitalisasi 3 lampu listrik sepanjang Kampung Margawati, Ciranca, hingga Margamukti. Program ini kamu lakoni untuk menyinari Desa Cimarga. Kami berharap masyarakat dapat beraktivitas dengan aman dan nyaman di malam hari,” tutup Reynaldi Darsim (OS 21).

Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)