Pidato Kebudayaan Awal Tahun: Indonesia Tenggelam

Oleh Hafshah Najma Ashrawi

Editor Hafshah Najma Ashrawi

[BANDUNG, itb.ac.id] Senin malam (28/01/13) kolam pertemuan keempat laboratorium teknik ITB terlihat lebih ramai dari biasanya. Pidato Kebudayaan Awal Tahun 'Indonesia Tenggelam' yang digelar oleh Forum Studi Kebudayaan (FSK) - Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB menjadi magnet untuk menarik berbagai orang yang melintas saat itu. Bekerjasama dengan Commonroom Networks Foundation, YAP Institute, dan Keluarga Mahasiswa ITB, acara tersebut berhasil menampilkan orator-orator dari kalangan aktivis, praktisi, dosen, dan mahasiswa. Berbagai pembicara malam itu antara lain Yasraf Amir, Iwan Pranoto, Setiawan Sabana, Hendra Gunawan, T. Bachtiar, Gustaff H. Iskandar, Aat Suratin, Anjar Dimara Sakti, dan ditutup dengan pembacaan puisi oleh Acep Iwan Saidi. Selain pembacaan puisi dan orasi, terdapat pula Pertunjukan Musik yang menampilkan Martha Topeng dan Harry Pocang.

Bukan pertama kalinya FSK menggelar pidato kebudayaan, sebelumnya pada tahun 2012 FSK menggelar Katastrofe Kebudayaan yang bertempat di Commonroom Networks Foundation, Jl. Kyai Gede Utama, Bandung. Acara ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk menyalakan budaya kritis terhadap lingkungan sekitar, terutama di kalangan mahasiswa saat ini. Hal ini pulalah yang membedakan Pidato Kebudayaan 'Indonesia Tenggelam' dengan pidato kebudayaan tahun sebelumnya. Sasaran dari acara ini salah satunya merupakan kalangan mahasiswa, karena mahasiswa diyakini merupakan calon pemimpin bangsa ini di masa depan. "Pidato Kebudayaan Awal Tahun ini sekaligus menjadi refleksi atas bencana-bencana yang saat ini menimpa Indonesia," ucap Acep Iwan.

 

Indonesia Tenggelam

Bukan tanpa alasan acara ini mengambil tempat di kolam kebanggan ITB. Kolam di pertemuan keempat laboratorium teknik ITB tersebut pada dasar kolamnya terhampar peta Indonesia, menjadikan kolam tersebut terkenal dengan sebutan kolam 'Indonesia Tenggelam' atau Intel. Sesuai dengan tema Pidato Kebudayaan Awal Tahun tersebut, Indonesia Tenggelam merupakan suatu metafora indeksikal, merujuk kepada kejadian-kejadian yang tengah terjadi saat ini namun juga bisa menjadi penanda masa depan Indonesia.

Dalam orasinya, Aat Suratin menyebutkan bahwa Indonesia memang bisa tenggelam secara fisik dengan tiga cara. Pertama dimatikan kreativitas ke-Indonesia-annya sehingga kehilangan identitas sebagai bangsa Indonesia. Kedua yaitu dimatikan akal sehatnya, dan yang terakhir ditumpulkan rasa empatinya. Kondisi yang seharusnya menunjang kehidupan justru melahirkan berbagai kekacauan yang menggambarkan seolah Indonesia saat ini sedang 'tenggelam'.

Para 'penyelam' Indonesia Tenggelam mencoba mengajak berpikir hadirin kala itu bagaimana keadaan Indonesia sekarang, bagaimana hal tersebut dapat terjadi, dan bagaimana seharusnya bangsa ini bersikap. Dalam pidatonya, Aat membawa gagasan keterkaitan erat ekosistem dengan masa depan bangsa Indonesia. Mengambil contoh pohon Patrakomala, flora khas Bandung yang kini tengah mengalami kepunahan Aat menyatakan keprihatinannya atas ulah manusia yang kembali ditumpulkan rasa empatinya. Patrakomala yang mendominasi Bandung 17 tahun lalu tersebut rupanya merupakan salah satu tumbuhan yang peka akan pencemaran udara. Patrakomala diambang kepunahan akibat berubahnya kondisi udara Bandung secara dastris, inilah yang Aat sebut sebagai 'tenggelam'.

"Tenggelam dengan dimatikan, dilumpuhkan, dan ditumpulkan rupanya masih lebih baik jika dibandingkan dengan tenggelam secara batin" lanjut Aat. Ketidakpedulian yang sudah berakar dari dalam individu merupakan penyebab utama tenggelamnya bangsa Indonesia sehingga yang harus dibangkitkan dari masyarakat adalah kesadaran. Kesadaran akan diri sendiri, lingkungan, dan tujuan. Dengan kesaradan tersebut, manusia seharusnya mampu menciptakan ruang kehidupan yang lebih di masa depan dibandingkan dengan saat ini. Inilah saatnya memaknai Indonesia dengan nalar dan pengetahuan, merawatnya dengan kesadaran. Untuk masa depan yang lebih baik.

Dengan adanya acara ini, diharapakan Pidato Kebudayaan Awal Tahun Indonesia Tenggelam mampu menyebarkan budaya bernalar atau budaya kritis, sekaligus mampu menjadi penyalur kegelisahan masyarakat terhadap lingkungan sekitar. Jejen Jaelani, penggiat FSK ITB yang sekaligus dosen pengajar Ilmu-ilmu kemanusiaan di ITB juga mengungkapkan harapannya supaya acara ini dapat membangun kesadaran mahasiswa di kampus ITB, tidak hanya tenggelam dalam keilmuan masing-masing jurusan namun mampu kritis terhadap kejadian sekitar kita.