Seminar ITB Fair 2006 “ITB BHMN Menuju Kampus Technopreneurship”
Oleh Krisna Murti
Editor Krisna Murti
ITB fair, acara 2 tahunan ITB, mengawali rangkaian kegiatannya pada hari ini, Sabtu, 11 Maret 2006. Salah satunya adalah seminar sehari dengan tema “ITB BHMN Menuju Kampus Technopreneurship” yang diadakan di aula barat. Pembicaranya ada tiga orang yaitu Bapak Dwi Larsi, PhD (dosen SBM ITB),Bapak Ahdiar Romadoni (HKI ITB) dan Bapak Syauki (PT Siskem Aneka Indonesia). Sebenarnya mantan rektor ITB, bapak Kusmayanto juga direncanakan menjadi pembicara pada seminar ini. Namun, karena ada acara lain, maka beliau tidak dapat hadir. Peserta seminar ini cukup beragam, dari angkatan 2005 sampai angkatan 2000, dari berbagau jurusan. Jumlahnya juga cukup banyak, sekitar 150 orang. Kursi yang disediakan hampir terisi penuh. Seminar dimulai sekitar pukul setengah sepuluh pagi. Seminar ini dibagi menjadi 2 sesi. Sesi pertama adalah penjabaran dari ketiga pembicara dan sesi selanjutnya adalah sesi tanya jawab.
Bapak Dwi Larsi, pembicara pertama, merupakan alumni Teknik Industri ITB. Pada kesempatan ini, beliau menjabarkan tentang pendidikan entrepreneurship di perguruan tinggi teknologi.”Enterpreneurship itu harus berbasis teknologi,” tegasnya. Menurutnya lagi, mahasiswa yang mempunya dasar teknik, pada umumnya memiliki minat yang lebih tinggi untuk menjadi entrepeuner dibandingkan mahasiswa berbasis ilmu ekonomi. Hal yang dapat dilakukan di ITB antara lain adalah memanfaatkan inkubator bisnis yang sudah ada serta mulai membangun jembatan dengan bidang bisnis. Apalgi ITB memiliki Sekolah Bisnis dan Manajemen. Jadi, ITB sesungguhnya sangat potensial dalam menghasilkan entrepneur berkualitas.
Pembicara kedua adalah Bapak Ahdiar Romadoni. Beliau menjelaskan sisten hak kekayaan intelektual (HKI) dalam penelitian, perdagangan dan industri. Kekayaan intelektual berarti suatu karya pemikiran dan kecerdasan manusia seperti desain, karya tulis, teori atau penerapan praktis suatu ide yang mengandung nilai ekonomis. Karena itu, kekayaan intelektual dianggap suatu aset komersial. Sedangkan HKI merupakan hak eksklusif yang diberikan negara kepada seseorang (kelompok) atau entitas hukum untuk memegang monopoli terbatas dalam menggunakan dan mendapatkan manfaat ekonomi dari kekayaan intelektual. Selama ini pengetahuan akan HKI di kalangan mahasiswa masih sangat minim.Konflik tentang nama produk atau penjiplakan metode merupakan akibat dari keminiman informasi mengenai HKI. ”Kalau kita bisa memanfaatkan sarana informasi yang tersedia, kita dapat menemukan hal baru dati paten-paten lama yang sudah kadaluarsa,” ujar Pak Ahdiar.
Pembicara yang terakhir adalah Bapak Syauki. Beliau adalah salah satu entrpeneur yang bergerak dalam bidang prodik kimia. Perusahannya yaitu PT Siskem Aneka Indonesia, yang baru berdiri 1998 yang lalu, kini sudah memiliki pabrik di kawasan industri Lippo Cikarang. Dalam seminar ini, belaiu banyak membagikan pengalamannya dalam merintis usaha ini. ”Karena banyak yang kurang percaya dengan produk dalam negri, maka produk kami kalah bersaing. Padahal kalau disuruh membuktikan kualitas produk, saya berani jamin kalau produk ini lebih bagus.” katanya. Beliau juga menekankan bahwa menjadi entrepeneur tidak selalu menyenangkan, bahkan jauh lebih berat. Seorang entrpeneur harus berani mengorbankan banyak hal mulai dari waktu, tenaga, pikiran dan tentu saja uang. Harus ada keseimbangan antara pikiran dan hati, serta antara emosi dan spiritual.
Setelah ketiga pembicara selesai menyampaikan materi, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Dibuka 3 sesi dengan tujuh pertanyaam. Pukul setengah satu siang, pertanyaan terakhir selesai dijawab. Sebelum acara ditutup, dibagikan door prize kepada tiga orang peserta yang beruntung.
Sesaat setelah ditutup, panitia mendapat kabar bahwa ternyata Bapak Kusmayanto akan datang ke ITB pukul dua siang. Namun, karena acara sudah resmi ditutup, maka diputuskan akan ada forum antara Bapak Kusmayanto dengan rekan-rekan mahasiswa yang masih ingin berbincang-bincang dengan beliau. Pukul dua siang, Bapak Kusmayanto datang dan forum pun diadakan di ruang panitia. Mahasiswa yang hadir di forum itu sekitar 20 orang. ITB sebagai BHMN, kualitas pendidikan, masalah pembangunan berkelanjutan dan energi menjadi bahan diskusinya. Suasananya cukup santai dan alur diskusinya tidak membosankan. Sayang Bapak Kus hanya mempunyai waktu sampai pukul setengah empat saja. Akhirnya, acara seminar ITB fair hari itu benar-benar selesai ketika Bapak Kus pulang.
(gitaditya)