Seminar Studio Kebijakan Pembangunan Mengulas Reforma Agraria

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id – Reforma agraria secara sederhana didefinisikan sebagai upaya melakukan strukturisasi dan distribusi ulang terhadap kepemilikan, klaim atas tanah pertanian, serta penggunaan sumber-sumber agraria dalam rangka meningkatkan kesejahteraan terutama bagi masyarakat miskin (Lipton, 2009).

Reforma agraria menjadi tema yang diangkat pada acara Seminar Studio Kebijakan Pembangunan yang diselenggarakan secara daring oleh Program Studi Magister Studi Pembangunan SAPPK ITB pada Senin (27/12/2021). Pada seminar ini dipresentasikan tiga penelitian yang membahas studi kasus reforma agraria dan penghidupan petani pada tiga desa yang berbeda di Kabupaten Garut.

Seminar ini dihadiri oleh Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden RI Usep Setiawan S.Sos, M.Si, Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Barat Drs. Dalu Agung Darmawan, M.Si, Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Garut, serta Ahli Reforma Agraria Noer Fauzi Rachman, Ph.D. Turut hadir pula Kepala Desa Cipangramatan, Desa Sukawargi, dan Desa Wanakerta sebagai perwakilan masyarakat desa lokasi penelitian.

Penelitian yang pertama dipaparkan berjudul “Tinjauan Pelaksanaan Reforma Agraria dan Dampaknya terhadap Penghidupan Petani Penerima RA”. Agenda reforma agraria yang telah dilakukan sejak tahun 2016 pada Desa Cipangramatan menjadi perhatian bagi peneliti untuk mengetahui dampak pelaksanaan reforma agraria terhadap kondisi kesejahteraan petani penerima lahan di desa tersebut. Peneliti mengungkapkan bahwa intervensi pada konteks transformasi struktur dan proses diperlukan untuk mengatasi kerentanan petani melalui kebijakan.

Selanjutnya, penelitian kedua yang dipaparkan mengambil studi kasus pada Desa Sukawargi. Desa tersebut termasuk dalam salah satu proyek percontohan pemerintah Republik Indonesia dalam pelaksanaan penataan aset dan akses tanah. Penelitian berjudul “Implementasi Kebijakan Reforma Agraria terhadap Penghidupan Petani” ini menilai apakah pelaksanaan program reforma agraria dalam memberikan pemerataan aset serta akses dapat memberikan kebermanfaatan kepada penerimanya atau hanya sekadar jargon semata.

Kemudian, penelitian berjudul “Analisis Sektor Pertanian Desa Wanakerta, Kecamatan Cibatu dalam Perspektif Sustainable Livelihood” menjadi penelitian terakhir yang dipaparkan. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, Desa Wanakerta bukanlah bagian dari agenda prioritas tanah objek reforma agraria. Penelitian ini berfokus untuk menelusuri kesejahteraan rumah tangga petani dan rentannya keberlanjutan pada sektor pertanian.

Secara keseluruhan, ketiga penelitian di atas menunjukkan reforma agraria telah memberikan rasa aman bagi petani dalam isu penguasaan kepemilikan tanah. Akan tetapi, penerima Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) di Desa Cipangramatan dan Desa Sukawargi ternyata belum merasakan manfaat signifikan dalam hal materiil.

Peneliti kemudian merumuskan rekomendasi kebijakan yang dapat dilakukan ke dalam tiga kelompok, yaitu pada permodalan dan pemasaran, kelembagaan internal desa, serta kelembagaan reforma agraria.

“Dengan ada atau tidaknya praktik reforma agraria, permasalahan akses pertanian dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan masih menjadi tantangan utama yang harus dipercepat penanganannya dalam mewujudkan kesejahteraan petani dan menjawab tantangan krisis global kita hari ini,” ujar Ismal Muntaha selaku salah satu peneliti.

Reporter: Achmad Lutfi Harjanto (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)