Studium Generale: Optimasi Pengelolaan Hutan sebagai Pendorong Ekonomi Bangsa
Oleh Ria Ayu Pramudita
Editor Ria Ayu Pramudita
Dalam kuliah ini, Zulkifli menyatakan bahwa hutan pernah menjadi sumber devisa Indonesia terbesar kedua setelah minyak dan gas alam, namun saat ini hutan Indonesia sudah sedemikian tereksploitasi sehingga tidak mampu lagi memberikan manfaat yang sama. Padahal, hutan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, dengan keanekaragaman hayati yang paling besar di dunia setelah Brazil. Dari fakta-fakta ini dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa hal yang harus diperbaiki dalam prosedur pengelolaan hutan di Indonesia.
Dalam usaha perbaikan pengelolaan hutan ini, Zulkifli Hasan menyatakan pentingnya pengelolaan bersama masyarakat. Data BPS menyatakan bahwa dari 13% masyarakat miskin di Indonesia, sebagian besar tinggal di dekat hutan. Hal ini tentu sangat kontradiktif dengan fakta-fakta yang menyatakan bahwa hutan Indonesia sangat kaya. Akar dari permasalahan ini, menurut Zulkifli, adalah kesalahan paradigma masyarakat yang memandang hutan hanya sebagai sumber kayu belaka. Padahal hutan memiliki fungsi yang jauh lebih luas daripada itu. Hutan adalah ekosistem penyangga kehidupan. Peluang pemanfaatannya pun tidak hanya dari kayu saja, namun juga kondisi lingkungan dan satwa liar secara makro maupun mikro.
Hutan merupakan modal nyata untuk masa depan. Selain sebagai sumber air dan energi, hutan dengan kekayaan plasma genetiknya memiliki potensi yang luar biasa dalam bidang pangan dan obat-obatan. Dan dengan galaknya upaya negara-negara di dunia untuk menanggulangi dampak negatif dari perubahan iklim, hutan Indonesia dapat menjadi modal yang sangat baik untuk carbon trading. "Dengan mengoptimalkan potensi-potensi ini, devisa dari hasil-hasil non-kayu dari hutan akan mencapai sekitar 90% dan kayu hanya akan menyumbang 10%," ujar Zulkifli.
Sambut Baik Pembukaan Program Studi Rekayasa Kehutanan
Untuk dapat memanfaatkan hutan dengan baik tentunya harus didasari oleh data-data yang lengkap dan akurat serta kajian-kajian yang mendalam. Tapi, Zulkifli menyayangkan bahwa di Indonesia masih belum banyak penelitian, baik basic research maupun applied research yang menyentuh aspek-aspek hutan Indonesia, utamanya komoditas non-kayu. Maka dari itu, Zulkifli menyambut baik rencana Rektor ITB, Prof. Akhmaloka, dalam sambutannya dalam kesempatan tersebut yang menyatakan berencana untuk membuka program studi baru, Rekayasa Kehutanan di ITB.
Mulai dari sekarang, perubahan paradigma harus dilakukan dari timber-based management menjadi resource-based management, tidak hanya kepada kalangan pemerintah, namun juga kepada masyarakat, utamanya di sekitar hutan. Pengelolaan hutan bersama masyarakat, dengan edukasi yang cukup agar pemerintah bersama dengan masyarakat dapat mengoptimalkan fungsi hutan.
Selama ini penebangan liar, alih fungsi hutan yang tidak berizin, serta penggundulan hutan untuk perumahan terjadi karena masyarakat kurang dipahamkan dengan potensi-potensi lain dari hutan yang lebih menguntungkan. "Asal tahu ilmunya, perkebunan kopi sesungguhnya juga bisa dilakukan di sela-sela pepohonan hutan, dan kualitasnya juga lebih baik," terang Zulkifli.
Dengan selorohan 'banyak hutan, banyak rejeki', Menteri Kehutanan ini kemudian mengingatkan para mahasiswa kembali tentang pentingnya hutan, tentang pentingnya mengubah pandangan masyarakat Indonesia yang terbiasa memandang hutan sebagai 'semesta serba ada yang abadi'. Proses yang membutuhkan waktu yang sangat lama, namun harus dimulai dari sekarang.