Webinar FGB ITB: Tantangan dalam Memajukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Akademik

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id — Sebagai insan terpelajar, tuntutan penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar di kalangan sivitas akademika merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi. Namun realita di lapangan seringkali masih tidak sesuai dengan kondisi ideal yang dicita-citakan.

Implementasi bahasa Indonesia dalam dunia akademik masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu Forum Guru Besar ITB menggelar webinar dan diskusi bertajuk “Tantangan dalam Memajukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Akademik” sebagai respons atas kurang optimalnya implementasi Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam dunia akademik serta keprofesian. Acara tersebut menghadirkan Prof. H. E. Aminuddin Aziz, M.A., Ph.D., selaku Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Ristek sebagai pembicara.

Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi negara kita, sebuah bahasa persatuan dan sekaligus identitas bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia lahir sebagai sintesis dari kekayaan dan keragaman bahasa daerah, yang mencerminkan kekayaan dan keragaman budaya bangsa Indonesia.

Mengawali paparannya, Prof. Amin menjelaskan bahwa ada empat faktor utama yang menjadi permasalahan berbahasa di kalangan akademik. Pertama yaitu masalah implementasi kurikulum struktural pembelajaran Bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan regulasi. Fenomena ini menyebabkan proses penyampaian Bahasa Indonesia sebagai materi akademik menjadi kaku, terbatas, dan tidak menarik. Penyebab kedua yaitu rendahnya sikap bahasa penutur asli yang salah satunya diakibatkan oleh xenomania atau ketertarikan berlebih pada hal-hal asing, dalam konteks ini bahasa asing.

Ketiga, budaya tinjauan (review) tulisan akademik yang cenderung lebih memperhatikan aspek substansial daripada tata bahasa. Keempat, rendahnya kebiasaan membaca di lingkungan akademik terutama untuk bacaan-bacaan akademik sekalipun. Prof. Amin berpendapat bahwa masifnya perkembangan teknologi digital akibat globalisasi turut menjadi faktor yang mendorong kemerosotan minat baca di kalangan akademik.

“Mungkin sekarang ini kita sepertinya akan kembali ke tingkat literasi zaman batu. Karena kita lebih mengandalkan mendengar kemudian kita berbicara. Kita tidak membaca, kita tidak menulis. Itu kebiasaan membaca kita, ada kemunduran yang signifikan,” ujarnya pada Jumat (10/3/2023).

Dalam kesempatan tersebut Prof. Amin juga menampilkan data pemetaan kemahiran berbahasa mahasiswa ITB yang dimiliki oleh Kemendikbud Ristek. Data tersebut merupakan hasil Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) mahasiswa ITB dalam sampel acak.

Hasil UKBI mencerminkan kemampuan mahasiswa pada lima parameter kemahiran bahasa, yaitu membaca, menulis, mendengarkan, berbicara, dan merespons kaidah. Hasilnya, secara umum mahasiswa ITB sudah memiliki kemampuan berbahasa yang baik. Namun untuk parameter penilaian lisan (berbicara), mahasiswa ITB masih dinilai kurang. Bahkan nilai terendah untuk parameter ini adalah 100 yang termasuk dalam kategori kemahiran terbatas.

Hadirnya UKBI diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berbahasa semua kalangan, terlebih lagi akademisi dan profesi ahli. Dalam lingkup akademik, UKBI coba diarahkan sebagai instrumen evaluasi standar kemampuan berbahasa Indonesia di kalangan mahasiswa dan pengajar sehingga pengayaan akan disesuaikan sesuai komponen yang kurang untuk masing-masing individu. Sedangkan di kalangan profesional, UKBI dapat digunakan sebagai standar dalam memetakan dan meningkatkan kompetensi pegawai.

Untuk mencapai tujuan ini, peran institusi akademik sangat krusial sebagai garda terdepan pencanangan kemahiran berbahasa Indonesia. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain melalui reformasi pola pembelajaran Bahasa Indonesia, memanfaatan UKBI dalam peningkatan kemampuan berbahasa, serta meningkatkan kesadaran dosen sebagai penelaah sejawat (peer review) guna mendorong literasi akademik. “Kita memahami betul bahwa Bahasa Indonesia ini sudah menjadi penghela ilmu pengetahuan. Bahasa Indonesia bukan hanya sekadar bahasa pengantar pendidikan, tetapi juga sebagai sarana penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi,” pesan Prof. Amin.

Melalui webinar tersebut, FGB ITB memberikan rekomendasi. Pertama, ITB sebagai perguruan tinggi teknik terkemuka di tanah air, diharapkan dapat memainkan peran sentral secara nasional dalam mengatasi tantangan memajukan bahasa Indonesia sebagai bahasa akademik, melalui integrasi inovasi teknologi dan pemikiran-pemikiran sosial dan budaya terkait bahasa.

Kedua, ITB dapat menjadi pelopor dalam “politik bahasa”, untuk mempromosikan bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu pengetahuan dalam mengungkapkan ide, konsep, dan argumen yang kompleks secara jelas, akurat, dan kreatif. Di tingkat nasional, diperlukan pengembangan sumber daya, materi, dan standar untuk pengajaran dan pembelajaran bahasa Indonesia di semua tingkat pendidikan. Selain itu, ITB harus mendorong lebih banyak penggunaan Bahasa Indonesia dalam penelitian, publikasi dan komunikasi sehari-hari.

Untuk itu diperlukan reformasi budaya dan semacam “politik bahasa”, dengan semangat menghargai dan mengentaskan bahasa Indonesia sebagai bahasa akademik, dan memperjuangkannya sebagai bahasa resmi PBB. Hanya dengan cara demikian, terutama dengan meninggalkan “ego-bahasa” kita dapat mengembangkan bahasa akademik yang berpihak pada Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, untuk memperkaya budaya intelektual kita, memperkuat identitas nasional dan meneguhkan kepercayaan diri kita sebagai bangsa.

Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota 2020)