PERANAN PERGURUAN TINGGI DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI
Yang saya hormati,
Pimpinan dan Anggota Majelis Wali Amanat,
Pimpinan dan Anggota Senat Akademik,
Para Guru Besar ITB,
Para Tamu Kehormatan, para Pimpinan Daerah, dan para Sesepuh ITB,
Segenap Dosen dan Tenaga Kependidikan,
Para Mahasiswa,
Para Tamu Undangan,
Para Mitra ITB,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera.
Pada hari ini, 2 Maret 2023, perjalanan panjang Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai salah satu perguruan tinggi tertua di Tanah Air, genap memasuki tahun yang ke-64. Dengan berpegang pada prinsip in harmonia progressio, tantangan demi tantangan telah dihadapi dan berhasil diatasi oleh ITB di sepanjang perjalanan tersebut. Untuk ini, mari kita bersama-sama memanjatkan puji dan syukur ke Hadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Karunia dan Hidayah-Nya, sehingga ITB dapat terus-menerus mengembangkan diri, dan memperluas kiprah dan kontribusinya bagi kemajuan bangsa dan negara, serta bagi kemaslahatan masyarakat dunia.
Sebagai institusi pendidikan tinggi, ITB lahir, tumbuh dan berkembang, melalui perjuangan putra dan putri terbaik bangsa Indonesia, dari beraneka ragam daerah dan suku, dari segenap penjuru Nusantara. ITB lahir dalam kebhinnekaan, serta tumbuh dan berkembang dalam kebhinnekaan. Dan dalam kebhinnekaan itu pula kesatuan dan persatuan dijalin serta dirawat untuk mewujudkan sebuah tujuan bersama, yaitu: Negara Kesatuan Republik Indonesia yang maju dan berdaulat melalui penguasaan, pemajuan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, seta ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Oleh karena ini, mari kita sampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada para pendiri ITB yang telah meletakkan fondasi keilmuan, kemanusiaan, kebudayaan dan kebangsaan, yang menjadi pijakan bagi pertumbuhan dan perkembangan ITB hingga hari ini, dan di masa-masa mendatang.
Para hadirin yang saya hormati,
Kita semua meyakini peranan penting dari ilmu pengetahuan, dan dampak dari perguruan tinggi bagi kemajuan bangsa. Akan tetapi, seiring dengan dinamika kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, dampak tersebut juga bersifat dinamis. Dengan perkataan lain, untuk menjaga dan meningkatkan kontribusi serta dampaknya di masyarakat, suatu perguruan tinggi perlu beradaptasi terhadap dinamika tersebut.
Pada hari ini, peluang dan tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, sebagai bagian dari masyarakat dunia, berbeda dari beberapa dekade yang lalu. Hari ini, dengan semakin intensifnya hubungan-hubungan antar-bangsa di bidang ekonomi, sosial dan kebudayaan, seiring dengan meluasnya pemanfaatan teknologi digital, perputaran/sirkulasi pengetahuan telah berlangsung secara sangat cepat dan menjangkau ke segenap penjuru dunia. Perkembangan demikian ini menimbulkan peluang baru, sekaligus tantangan baru.
Pengetahuan kini tumbuh dan berkembang di mana-mana, di berbagai perusahaan besar, menengah dan kecil, di berbagai organisasi pemerintahan dan non-pemerintahan, serta di kelompok-kelompok masyarakat sipil dan netizen. Pertukaran dan perputaran pengetahuan berlangsung secara cepat dan masif. Dalam situasi seperti ini, perguruan tinggi kini bukan lagi satu-satunya ‘wadah’ bagi pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan. Meskipun demikian, perguruan tinggi tetap memiliki status yang tersendiri. Perguruan tinggi merupakan ‘reservoir’ dari akumulasi panjang perkembangan ilmu pengetahuan, serta ‘engine’ bagi perkembangan dan diseminasi ilmu pengetahuan.
Dengan merujuk pada situasi sebagaimana diuraikan di atas, sebuah buku yang berjudul “Universities as engines of economic development” yang diterbitkan di tahun 2020, mengangkat sebuah pertanyaan penting: apakah ke depan perguruan tinggi akan tetap mampu meningkatkan dampaknya di masyarakat? Berdasarkan sejumlah hasil kajian empiris, penyusun buku tersebut berargumen bahwa perguruan tinggi akan mampu meningkatkan dampaknya di masyarakat, dengan cara berinteraksi dan berkolaborasi secara lebih erat dengan berbagai mitra (partner) di masyarakat. Jadi, keberadaan suatu perguruan tinggi tidak secara niscaya menimbulkan dampak di masyarakat. Dampak tersebut akan meningkat secara berarti, jika perguruan tinggi secara sadar memilih untuk meningkatkan dampak, dan menempuh berbagai langkah yang betul-betul diarahkan pada peningkatan dampak tersebut. Langkah tersebut, kuncinya adalah apa yang disebut dengan systematic knowledge exchange.
Dalam gagasan systematic knowledge exchange, yang menjadi asumsi dasar adalah bahwa knowledge berada di mana-mana: di kampus, di lembaga penelitian, di perusahaan swasta, di organisasi pemerintahan, di komunitas-komunitas, dan di media sosial. Meskipun demikian, dalam kondisi saling terisolasi satu dari yang lain, knowledge belum bisa menjadi agent of change. Untuk bisa mendorong economic development atau perubahan-perubahan sosial lainnya, dibutuhkan knowledge exchange yang dijalankan secara sadar dan sistematik untuk mewujudkan perubahan tersebut. Dengan perkataan lain, knowledge exchange itulah yang merupakan faktor perubahan, bukan knowledge itu sendiri. Menjadi center of excellence adalah hal yang penting. Tetapi untuk meningkatkan dampak, perguruan tinggi perlu menjadi agent of knowledge exchange.
Berdasarkan kajian di sejumlah perguruan tinggi, buku tersebut di atas mengidentifikasi sejumlah langkah kunci dari systematic knowledge exchange. Yang pertama adalah upaya untuk secara sistematik mempertemukan kebutuhan (need) dari para mitra dan luaran-luaran (outcomes) yang dimiliki perguruan tinggi. Langkah ini melibatkan proses yang melintasi batas-batas disiplin (cross-disciplinary), serta mengintegrasikan pengajaran, penelitian dan inovasi/pengabdian masyarakat. Knowledge exchange memerlukan pemahaman akan kebutuhan-kebutuhan. Tetapi ‘kebutuhan’ itu bukanlah sesuatu yang ‘sudah jelas’. Melainkan sesuatu yang memerlukan penggalian dan pembelajaran lewat dialog-dialog, dan melibatkan cara pandang yang beraneka ragam.
Perguruan tinggi, dengan misi Tridarma yang diembannya, menghasilkan sejumlah luaran seperti para lulusan, hasil-hasil penelitian fundamental, teori- teori, data eksperimental, purwarupa dan desain, serta berbagai metode. Knowledge exchange melibatkan semua luaran tersebut. Akan tetapi, pencarian solusi atas masalah/tantangan yang dihadapi mitra-mitra, tidak bisa dilakukan dengan cara ‘pemetaan one-on-one’ antara satu kebutuhan dan satu jenis luaran. Kebutuhan di ‘dunia nyata’ tidak mengenal ‘kotak-kotak’ disiplin keilmuan. Jadi, masalah/tantangan di dunia nyata perlu digali dan dipahami dengan pendekatan lintas-disiplin, dan solusi atas masalah tersebut membutuhkan berbagai luaran secara terpadu. Untuk ini, dibutuhkan atmosfer yang kondusif bagi dialog lintas- disiplin, dan pengintegrasian kegiatan pengajaran, penelitian, dan inovasi.
Langkah kunci yang kedua adalah komunikasi, atas dasar keterbukaan dan saling percaya, dan bersifat konsultatif. Di sini, asumsi dasarnya adalah bahwa knowledge exchange merupakan proses yang manusiawi dan berbudaya, bukan proses yang formal dan mekanistis. Para mitra dari perguruan tinggi merupakan pihak-pihak yang datang dari beraneka ragam lingkungan budaya, dengan cara pandang, nilai dan tradisinya masing-masing, serta memiliki tujuan-tujuan tertentu. Begitu juga, para dosen dan mahasiswa juga memiliki tradisi dan nilainya tersendiri. Di sini terdapat perbedaan dan keanekaragaman. Penting bahwa keanekaragaman ini dipahami dan dihormati. Penting kita menyadari bahwa kita sendiri memegang nilai, tradisi, dan sikap (stand point) tertentu, yang mungkin berbeda dari mitra- mitra yang kita temui. Knowledge exchange memerlukan adanya interface yang manusiawi dan berbudaya. Diseminasi informasi dengan cara formal seperti kuliah umum, publikasi karya ilmiah atau demonstrasi purwarupa tidak selalu memadai. Knowledge exchange memerlukan komunikasi dengan cara langsung (immediate) dan informal, selain tidak langung (mediated) dan formal.
Jadi, secara garis besar, systematic knowledge exchange memerlukan: (i) identifikasi kebutuhan-kebutuhan mitra secara seksama; (ii) pelaksanaan kegiatan Tridarma yang responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan tersebut; dan (iii) upaya- upaya pro-aktif dari berbagai pihak untuk mendorong pertukaran pengetahuan.
Bapak dan Ibu yang saya muliakan, Para hadirin yang saya hormati,
Sebagaimana kita ketahui bersama, Suplemen dari Rencana Induk Pengembangan (RENIP) ITB 2025 menggariskan bahwa ITB harus semakin mengembangkan posisinya sebagai sebuah perguruan tinggi dengan atribut Globally Respected, Locally Relevant. Uraian yang saya sampaikan di atas memberikan gambaran tentang dinamika masyarakat dunia, permasalahan bangsa Indonesia, serta tantangan bagi perguruan tinggi, khususnya ITB. Masyarakat dunia bukanlah entitas yang homogen, melainkan heterogen yang diwarnai dengan beraneka ragam kebangsaan dan lokalitas. Meskipun demikian, kita menghadapi tantangan masa depan bersama, yang membutuhkan kolaborasi dan knowledge exchange untuk menjawabnya.
Sebagai penutup, perkenankan saya mengajak seluruh kolega dosen, tenaga kependidikan, para mahasiswa, serta kita semua, untuk terus menjaga dan memperkuat kebersamaan kita, guna melewati masa krisis akibat pandemi Covid-19, serta turut berkontribusi dalam mewujudkan pemulihan ekonomi nasional demi kemajuan ITB dan bangsa Indonesia, serta demi kebaikan bersama masyarakat dunia.
Semoga kita semua senantiasa dalam lindungan dan hidayah Allah SWT, sehingga kita dapat bergerak semakin mantap menuju masa depan dalam koridor yang diridhoi-Nya. Aamiin, Yaa Rabbal Alamin.
In Harmonia Progressio
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bandung, 2 Maret 2023
Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph.D.
Rektor ITB