SAMBUTAN REKTOR PADA PENYAMBUTAN MAHASISWA BARU SEMESTER I TA 2024/2025
"Pengembangan Diri Mahasiswa”
Yang saya hormati,
Pimpinan dan anggota Majelis Wali Amanat,
Pimpinan dan anggota Senat Akademik,
Para Guru Besar,
Para pimpinan ITB,
Segenap dosen dan tenaga kependidikan,
Serta seluruh mahasiswa baru yang saya banggakan
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Pertama-tama, dengan rasa syukur dan bangga, saya sampaikan selamat datang kepada seluruh mahasiswa baru Institut Teknologi Bandung Tahun Akademik 2024/2025, di kampus ITB tercinta. Saya percaya bahwa Saudara adalah putera dan puteri terbaik bangsa dari berbagai penjuru Tanah Air, yang pada bahu Saudara bersandar masa depan dan kemajuan bangsa Indonesia.
Dengan menyandang status sebagai mahasiswa ITB, Saudara kini memulai sebuah perjalanan baru, yaitu sebuah perjalanan intelektual di kampus ITB. Tujuan dari perjalanan tersebut, tentunya bukan sebatas didapatkannya gelar akademik. Yang tidak kalah pentingnya adalah dicapainya kompetensi kesarjanaan, yang mencakup pengetahuan, keterampilan, sikap, karakter dan kepribadian. ‘Masa kemahasiswaan’ adalah sebuah kurun waktu yang penting bagi Saudara, karena pada masa tersebut, Saudara menjalani proses peningkatan kompetensi dan karakter, serta pengembangan diri (self-development). ‘Masa kemahasiswaan’ adalah sangat penting, karena melalui masa tersebut Saudara membangun dan membentuk fondasi, sebagai pijakan bagi perjalanan karier Saudara di kemudian hari. Keberhasilan Saudara dalam menempuh perjalanan intelektual tersebut, melewati ‘masa kemahasiswaan,’ dipengaruhi oleh sejumlah faktor lingkungan. Di antaranya adalah lingkungan akademik di kampus, lingkungan virtual/digital, dan lingkungan keluarga. Izinkan saya pada kesempatan ini untuk membahas faktor-faktor lingkungan tersebut.
Segenap mahasiswa baru yang saya banggakan,
Lingkungan akademik di kampus terdiri atas kurikulum akademik dan sistem pembelajaran di kelas, lingkungan penelitian, inovasi dan pengabdian masyarakat, serta lingkungan interaksi sesama mahasiswa. Banyak kegiatan penelitian, inovasi, dan pengabdian masyarakat di ITB yang melibatkan para mahasiswa. Dengan terlibat di kegiatan tersebut, mahasiswa berinteraksi dengan para pelaku industri, pelaku pemerintahan, dan komunitas-komunitas lokal. Melalui interaksi-interaksi tersebut, mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk berlatih beradaptasi terhadap lingkungan sosial yang baru, serta merespons permasalahan di ‘dunia nyata.’ Akan tetapi, lingkungan akademik bukanlah satu-satunya lingkungan yang Saudara temui. Saudara juga berada dalam lingkungan virtual melalui penggunaan digital platform atau social media.
Kita mengenal istilah Generasi X, Generasi Y atau Millenial, dan Generasi Z. Pengelompokan generasi seperti ini, pada prinsipnya didasarkan pada dinamika demografi, serta perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, dan khususnya teknologi digital. Sebagian besar dari Saudara masuk ke dalam Generasi Z, dan mungkin juga ada yang Generasi Millenial. Salah satu karakteristik dari Generasi Z adalah tingginya intensitas kegiatan melalui digital platform atau social media. Menurut sejumlah sumber data, di awal tahun 2024 ini pengguna aktif Instagram, Facebook, Twitter dan Tiktok di Indonesia sudah di atas 100 juta untuk masing-masing platform.
Melalui social media, kita melakukan updating, sharing, dan profiling beraneka ragam informasi. Informasi tersebut kemudian beredar dan ber-sirkulasi, membentuk apa yang disebut hyper-connectivity. Ini semua kemudian membawa pengaruh kepada kita, dalam membentuk pengalaman virtual, persepsi dan pengetahuan kita. Dan pada gilirannya, lingkungan virtual tersebut akan turut mempengaruhi perkembangan diri kita. Bagaimana lingkungan virtual tersebut berpengaruh pada diri kita, bergantung pada cara kita menjalani interaksi virtual dan pembelajaran digital.
Misalnya, kalau kita gunakan social media untuk menggali dan bertukar informasi yang terpercaya (credible), maka social media akan menjadi media pembelajaran yang memperluas wawasan dan memperkaya pengetahuan kita. Sebaliknya, kalau kita larut dalam sirkulasi informasi yang sensasional, yang memicu reaksi emosional (agitative), hal ini dapat menimbulkan dampak psikologis, serta membentuk persepsi-persepsi yang keliru tentang realitas. Kalau kita aktif terlibat dalam information sharing yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa sosial, dengan cara yang menghormati moral dan etika sosial, hal ini dapat meningkatkan kepekaan dan kepedulian kita terhadap lingkungan sosial. Sebaliknya, kalau kita larut dalam sirkulasi hoax, terbenam dalam situs-situs atau aplikasi-aplikasi yang semata-mata menawarkan hiburan, kita akan kehilangan kepekaan sosial. Kita akan mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial yang baru.
Jadi, social media menawarkan sarana yang penting untuk membangun dan memperluas interaksi sosial, dan juga berbagai sumber informasi yang mendukung pembelajaran dan pengembangan diri. Tetapi social media juga dapat menjadi sarana untuk ‘lari’ dari kehidupan sosial, dan masuk ke dalam dunia imajinasi, atau bahkan ilusi. Di sini, bagaimana cara kita memilih dan menggunakan social media, akan menentukan bagaimana lingkungan virtual tersebut mempengaruhi dan membentuk persepsi, karakter, dan perkembangan diri kita.
Berikutnya, izinkan saya untuk membahas faktor lingkungan keluarga. Orang tua dan kerabat merupakan sistem pendukung yang penting bagi keberhasilan Saudara menjalani ‘masa kemahasiswaan.’ Doa restu dari orang tua dan dukungan moral dari kerabat, merupakan faktor penting yang memperkuat motivasi dan semangat Saudara. Secara umum ikatan keluarga merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam perjalanan studi, dan perkembangan diri Saudara. Meskipun demikian, faktor ini juga berpotensi menimbulkan tantangan tersendiri, ketika aspirasi dan cita-cita Saudara tidak sepenuhnya selaras dengan harapan-harapan dari keluarga.
Sebagai ilustrasi, misalnya Saudara menekuni bidang ilmu yang bersifat teoretis, dan bercita-cita untuk berkarir sebagai seorang ilmuwan. Akan tetapi orang tua Saudara berkarir di bidang politik sebagai politisi. Atau sebaliknya, Saudara ingin menekuni ilmu politik dan ingin menjadi politisi, sementara orang tua Saudara adalah seorang ilmuwan teoretis. Dalam situasi seperti ini, timbul tantangan dalam komunikasi. Bagaimana Saudara meyakinkan orang tua, bahwa bidang studi dan karier yang Saudara ingin jalani adalah hal yang berguna dan penting? Orang tua pastilah menginginkan yang terbaik bagi putra-putrinya, dan ingin memberikan yang terbaik bagi kemajuan Saudara. Tetapi apa yang Saudara inginkan, belum tentu sejalan dengan harapan-harapan orang tua. Saudara sendiri, sebagai seorang anak, tentu ingin membahagiakan orang tua, dan tidak ingin mengecewakan mereka. Tetapi, rencana yang disusun oleh orang tua untuk Saudara, belum tentu sejalan dengan aspirasi Saudara.
Perbedaan sikap juga dapat terjadi berkaitan dengan jenjang pendidikan. Misalnya Saudara ingin melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Namun orang tua Saudara tidak memandang penting, jenjang pendidikan yang lebih tinggi tersebut. Atau sebaliknya, orang tua Saudara mendorong agar Saudara menempuh pendidikan sampai ke jenjang tertinggi, sedangkan Saudara lebih ingin untuk segera masuk ke dunia kerja dan menjadi praktisi. Ada orang tua yang menginginkan anaknya, terutama anak puteri, untuk segera masuk ke jenjang pernikahan. Ia berpandangan bahwa pendidikan di jenjang yang lebih tinggi bukanlah hal yang penting bagi seorang anak puteri. Sebaliknya, ada orang tua yang mengutamakan putera/puterinya meraih jenjang pendidikan tertinggi, sedangkan sang anak menginginkan hal yang lain.
Apa yang saya sampaikan di atas adalah ilustrasi tentang perbedaan-perbedaan yang dapat terjadi antara mahasiswa, sebagai anak, dengan orang tuanya, yang dapat berpengaruh terhadap proses perkembangan diri Saudara. Di satu sisi, sebagai mahasiswa, Saudara berupaya untuk memperluas wawasan, mempelajari bidang studi tertentu, beradaptasi dengan lingkungan-lingkungan sosial yang baru, dan mengembangkan aspirasi serta cita-cita masa depan. Di lain sisi, orang tua menginginkan yang terbaik bagi Saudara, dan memiliki rencana untuk Saudara. Perbedaan seperti ini tidak mudah untuk dihadapi, karena orang tua Saudara menginginkan kebahagiaan Saudara, dan Saudara pun ingin membahagiakan orang tua.
Sebagaimana disimpulkan oleh sejumlah studi, dalam situasi di atas dapat timbul fenomena yang disebut Helicopter Parenting. Ini terjadi dalam bentuk pengawasan dan pengendalian yang ketat dari orang tua terhadap proses studi sang anak, sedemikian rupa sehingga menimbulkan perasaan tertekan pada sang anak. Misalnya, sang orang tua memantau dan mengawasi perjalanan perkuliahan sang anak, memberikan teguran-teguran kalau sang anak dianggap melakukan kesalahan, dan mengarahkan rencana studi sang anak. Dalam situasi seperti ini, sang anak dapat mengalami keterisolasian dalam pergaulannya dengan sesama mahasiswa, dan penurunan rasa percaya diri (self-esteem).
Kita semua tumbuh berkembang mulai dari lingkungan keluarga, lalu masuk ke lingkungan sosial yang lebih luas, dan, di era digital ini, masuk ke lingkungan virtual. Proses perkembangan diri kita dipengaruhi oleh interaksi antara kita dengan berbagai lingkungan tersebut. Lingkungan keluarga merupakan faktor yang besar pengaruhnya, karena lingkungan keluarga adalah yang paling dekat dan paling erat dengan kita. Ketika menjadi mahasiswa, pada dasarnya Saudara sudah menjadi seseorang dewasa, yang tengah berupaya meningkatkan kompetensi, karakter, dan menggali peluang-peluang untuk perjalanan karier di masa depan. Di masa ini, Saudara berupaya untuk terus membuka wawasan, berlatih untuk memperluas interaksi sosial dan beradaptasi, belajar untuk mengambil keputusan untuk diri sendiri, dan bertanggung jawab atas keputusan Saudara. Masa kemahasiswaan adalah masa yang krusial bagi perjalanan karier Saudara ke depan. Namun di masa ini juga, perbedaan-perbedaan antara aspirasi Saudara dan harapan orang tua, dapat terjadi.
Orang tua tentu akan senantiasa menginginkan kebahagiaan anaknya, dan secara tulus mendoakan dan mendukung sang anak. Demikian pula, sang anak pun tidak ingin mengecewakan orang tuanya. Menurut hemat saya, agar perbedaan-perbedaan antara aspirasi anak dan harapan orang tua tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan, diperlukan adanya sikap saling-percaya. Kemudian atas dasar saling-percaya, pintu-pintu komunikasi dibuka dengan lebar, sehingga perbedaan-perbedaan dapat tersampaikan dengan baik dan dipahami. Sesudah itu, pilihan-pilihan kompromi didiskusikan. Rasa kasih sayang di dalam keluarga dapat menjadi fondasi, untuk membangun sikap yang terbuka terhadap perbedaan, dan kerelaan untuk saling-menyesuaikan.
Ketika orang tua mendukung sang anak untuk belajar hidup menjadi sosok pribadi yang mandiri, mengizinkannya untuk menemukan sendiri aspirasi dan cita-cita masa depannya, hal ini akan memberikan rasa lega dan rasa percaya diri bagi sang anak. Tetapi ketika orang tua terus-menerus mengawasi, menentukan, dan mengarahkan proses perkembangan diri sang anak, ini dapat menimbulkan perasaan depresi pada sang anak, menumbuhkan sikap yang pasrah atau apatis, penurunan rasa percaya diri dan daya inisiatif.
Para hadirin yang saya hormati,
Segenap mahasiswa baru yang saya banggakan,
Baru-baru ini, tim ITB berhasil meraih prestasi yang membanggakan pada Huawei ICT Competition 2023-2024 Global Final, yang diikuti oleh 50 tim dari 32 negara. Tim ITB berhasil meraih First Prize, melalui proses kompetisi yang panjang, dimulai dengan kompetisi tingkat kampus pada Oktober 2023. Tercapainya prestasi tersebut menunjukkan dedikasi, ketabahan, dan kekompakan dari tim ITB dalam menjalani kompetisi internasional tersebut. Ini adalah satu prestasi, dari banyak prestasi lain yang diraih mahasiswa ITB. Dalam kurun waktu 4 tahun belakangan, telah lebih dari 3000 prestasi yang diraih para mahasiswa ITB baik di tingkat nasional maupun internasional, apakah di bidang pengembangan iptek, inovasi, ataupun pengabdian masyarakat. Memenangkan kompetisi tentu merupakan harapan bagi setiap peserta kompetisi. Namun, keterlibatan dalam kompetisi memiliki nilai yang lebih dari itu. Lewat kompetisi, mahasiswa mengenal dan berinteraksi dengan mahasiswa lain dari berbagai perguruan tinggi di tanah air, ataupun mahasiswa dari kebangsaan lain. Kompetisi menyediakan ajang bagi para mahasiswa untuk memperluas tali silaturahmi, memperluas wawasan dan lingkup pergaulan, serta melakukan pengembangan diri dan pendewasaan diri.
Sekali lagi saya ucapkan selamat kepada seluruh Mahasiswa Baru Institut Teknologi Bandung Tahun Akademik 2024/2025, dan selamat datang di kampus kebanggaan kita bersama ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih melimpahkan rahmat dan karunia kepada kita semua, sehingga kita dapat terus-menerus bekerja, saling-percaya dan mendukung untuk terus berkarya, serta berupaya meningkatkan kompetensi dan karakter kita demi kemajuan bangsa, negara, dan kemanusiaan. Aamiin.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bandung, 17 Agustus 2024
Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph.D.
Rektor Institut Teknologi Bandung