Yang saya hormati,
Ketua dan Anggota Majelis Wali Amanat,
Ketua dan Anggota Senat Akademik,
Ketua dan Anggota Forum Guru Besar,
Rektor Senior,
Para Wakil Rektor,Para Dekan dan Wakil Dekan, Para Direktur,
Para tokoh bangsa, pimpinan perguruan tinggi, mitra industri dan pemerintah,
alumni, para dosen, mahasiswa, dan seluruh keluarga besar ITB,
Segenap tamu undangan yang saya hormati,
Ibu, Bapak, dan hadirin yang berbahagia,
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Salam Kebajikan.
Hari ini, kita memperingati tonggak penting dalam sejarah pendidikan tinggi di Indonesia —105 tahun Pendidikan Tinggi Teknik. Sebuah perjalanan panjang yang berakar pada berdirinya Technische Hoogeschool te Bandoeng tahun 1920, yang tumbuh dan berkembang sampai menjadi Institut Teknologi Bandung hari ini, dan yang telah menjadi cikal-bakal dari banyak Pendidikan Tinggi Teknik di seluruh Nusantara, dan telah banyak menghasilkan lulusan yang menjadi pelopor dan penghela kemajuan bangsa Indonesia. Kita mengenal Ir. Soekarno dan Ir. Djoeanda yang menjadi pemimpin negara, Prof. Rooseno – Bapak Beton Indonesia, Prof. Iskandar Alisyahbana – Bapak Satelit, Prof. Habibie – Bapak Teknologi Dirgantara, sampai ke Dr (HC) Nyoman Nuarta, yang telah menghasilkan berbagai karya seni monumental.
ITB Hari Ini: Bagian dari Sejarah, Penggerak Masa Depan
Keberhasilan Saudara-saudara wisudawan bukan hanya hasil dari kerja keras
dan ketekunan, tetapi juga buah dari doa dan dukungan yang tak terhingga,
serta cucuran keringat orangorang tercinta. Keberhasilan ini juga didukung
oleh subsidi negara, kontribusi para alumni, dan berbagai pihak lain yang
telah memungkinkan penyelenggaraan pendidikan di ITB menjadi terjangkau
dengan tetap menjaga kualitasnya.
Hari ini, dunia berubah dengan kecepatan yang luar biasa dahsyat. Ilmu dan teknologi berkembang bukan dalam hitungan dekade, bahkan bukan dalam hitungan tahun, tetapi dalam hitungan hari dan jam. Bahkan mungkin menit. Kecepatan luar biasa ini bukan hanya mengubah cara kita bekerja dan hidup, tapi juga secara radikal mengubah cara kita belajar dan mengajar. Berbagai tantangan baru bermunculan, dan bersama itu muncul pula pertanyaan baru: Bagaimana perguruan tinggi akan tetap relevan dalam lanskap pengetahuan yang terus berevolusi?
Civitas yang Utuh: Lebih dari Sekadar Cakap
Dengan memperhatikan apa yang sedang terjadi, civitas akademika tak cukup lagi hanya unggul dalam keahlian teknis spesialisasinya. Dunia masa depan membutuhkan insan akademik yang utuh: mereka yang tidak hanya piawai secara intelektual, tapi juga mampu membaca konteks sosial, memahami dampak dari keputusan-keputusan desain dan analisis, serta memiliki kepekaan moral dan nilai-nilai luhur.Kita harus mampu bertanya, “Untuk siapa ilmu dan teknologi ini dikembangkan?”, “Apa sumbangsihnya terhadap keadilan sosial dan keberlanjutan planet ini?”, dan “Bagaimana sains, teknologi, seni, serta bisnis bisa menjadi jalan pengabdian, bukan sekadar kemajuan teknis?”
Menerawang ITB: Perguruan Tinggi Seratus Tahun Lagi
Ibu, Bapak, dan saudara-saudari sekalian,
Saya bukan peramal. Kita tidak tahu seperti apa rupa perguruan tinggi seratus tahun dari sekarang. Bahkan, tak ada jaminan apakah perguruan tinggi seperti yang kita kenal hari ini akan masih ada di tahun 2125.
Namun, marilah kita semua mengekstrapolasi skala perubahan yang kita alami hari ini, dan berpijak pada satu premis: bahwa tiga dharma utama perguruan tinggi akan tetap hidup di abad ke-22, yakni:
Dengan menggunakan pijakan premis serta ruang dan waktu hari ini sebagai parameter dan koordinat, mari kita semua, insan-insan terpelajar untuk mengimajinasikan perguruan tinggi di tahun 2125, bukan sebagai remah-remah masa silam, tetapi sebagai sebuah daya yang senantiasa bertumbuh dan berevolusi bagi masa depan kemanusiaan.
Ibu, Bapak, dan insan-insan akademik yang budiman, tadi sudah disinggung bahwa pengetahuan akan semakin berkembang luar biasa pesat. Itu sudah pasti dan dapat kita perkirakan. Tetapi itu baru setengah cerita. Cerita setengahnya yang lebih mengganggu kemapanan perguruan tinggi ialah mengenai situs atau geografi pertumbuhan pengetahuan. Pengetahuan baru akan menjamur dan bertunas di mana-mana. Lokasi revolusi pengetahuan baru akan terdistribusi di pelosok-pelosok dunia. Semua warga tanpa kasta dan tanpa strata ekonomi akan dapat mengakses pengetahuan. Dunia pengetahuan akan semakin demokratis.
Di samping itu, jangan lupa bahwa kecerdasan buatan akan semakin bergandengan mesra dengan dunia ilmiah untuk membaca data super besar dengan amat cepat. Spesies Manusia-Mesin seperti kita sekarang yang selalu dibantu untuk berpikir dengan komputer dan bertindak super cepat, super teliti, sekaligus super kuat dibantu robot ini akan semakin efektif dan pesat memajukan pengetahuan. Tidak seperti di komik fiksi, manusia masa depan tidak akan digantikan mesin, apalagi dijajah robot, tetapi manusia akan semakin berkolaborasi dengan mesin. Maka masih bisakah kita harapkan bahwa umat manusia di satu abad lagi akan semakin manusiawi? Apakah manusia di tahun 2125 tetap punya hasrat untuk mengembangkan kebijaksanaan, etika, dan moral?
Kemudian, dengan keadaan lumbung-lumbung pengetahuan yang tersebar dan didemokratiskan seperti itu, di mana perguruan tinggi ini akan berada dan berperan? Di Abad ke-22, perguruan tinggi akan menjadi simpul-simpul dalam berbagai jejaring inovasi, bergotong-royong dalam real-time atau waktu nyata melibatkan banyak warga di berbagai penjuru dunia untuk menyelesaikan masalah. Seorang ahli oseanografi di Bandung, ilmuwati hayati di Congo, seorang filsuf di Pulau Flores, dan sebuah sistem AI di Pegunungan Himalaya mungkin saja menulis dan mempublikasian sebuah makalah sarat terobosan guna memperbaiki iklim atau membersihkan lautan. Maka, dengan mengakui keterbatasan akal untuk meramal ini, saya yakin bahwa perguruan tinggi di abad mendatang masih ada, tetapi perannya berubah drastis. Kampus ini bukan lagi sebagai gudang pengetahuan, tetapi institusi pendidikan tinggi ditantang untuk menjadi kurator kebenaran atau kesahihan di sebuah zaman yang penuh sesak dengan deepfakes, portal berita akal-akalan, post truth, hoax, kebenaran semu dan jutaan bujukan tersembunyi dari ketaknetralan algoritma. Masa depan ekonomi dan kebangsaan Republik ini akan tergantung pada keberhasilan pendidikan tinggi mewujudkan dharmanya.
Cara Belajar Akan Berubah, Tapi Semangat Belajar Tidak
Seratus tahun ke depan, kita masih akan mengajar dan belajar—tetapi caranya berubah total. Kuliah satu arah dan ujian tertulis akan tergantikan oleh sistem pembelajaran yang bersifat dialogis, lintas lokasi, dan lintas disiplin.
Mahasiswa masa depan akan belajar di tempat yang berjauhan secara fisik, mungkin bersama pendidik dan didampingi tutor AI. Mahasiswa di masa depan akan belajar melalui projek nyata yang kompleks dan menantang. Mereka akan ditantang untuk mempraktikkan expert thinking—yaitu menyelesaikan masalah yang belum pernah ditemukan sebelumnya, seperti perubahan iklim—dengan tetap melibatkan etika, empati, dan kreativitas.
Dengan tingkat pertumbuhan pengetahuan yang eksponensial, mau tak mau expired date atau tanggal kedaluwarsa dari pengetahuan dari ruang kelas kita akan semakin pendek. Seseorang lulus hari ini, pengetahuannya akan kedaluwarsa sepekan kemudian. Bahkan, jenis pekerjaan tertentu yang ada saat mahasiswa kuliah, bisa saja akan sirna saat dia lulus. Maka, mau tak mau, belajar sepanjang hayat harus menyusup di dalam DNA setiap warga terpelajar. Setiap insan akademik harus cinta belajar dan punya keterampilan untuk menemukan serta mengembangkan pengetahuan di jejaring pengetahuan yang super luas. Mahasiswa yang lulus dari perguruan tinggi di masa depan bukan siap kerja, tetapi siap belajar dan mengembangkan pengetahuan baru. Perguruan tinggi di masa depan tidak memberi lisensi untuk mengisi sebuah lapangan pekerjaan tertentu, tetapi untuk belajar pengetahuan baru bagi tiap lulusannya.
Kampus Masa Depan: Ruang Fisik dan Maya yang Bertumbuh
Saya membayangkan bahwa gedung di kampus-kampus besar akan kosong. Buku cetak, bahkan kertas, akan menjadi langka dan mahal. Tetapi perguruan tinggi masih ada—dalam bentuk baru. Perguruan tinggi di Abad ke-22 akan menjadi lokus—nyata dan maya—tempat bersuanya banyak learner-citizen atau warga berhasrat belajar dari berbagai penjuru dunia, yang saling terhubung untuk menciptakan solusi lintas disiplin, lintas budaya, dan lintas batas negara.Kolaborasi manusia dengan manusia lain dan manusia dengan berbagai mesin, seperti yang dimetaforakan oleh Sang Ganesha yang terampil menggunakan alat, akan menjadi norma dan bahkan akan menjadi sebuah pijakan filsafat kehidupan mendatang. Itulah sekilas wajah masa depan kita. Perguruan tinggi akan menjadi simpul jejaring inovasi global.
The Song Remains the Same
Ruang kuliah berukuran besar akan kurang relevan. Namun, meminjam judul album rock band legendaris Led Zeppelin, percayalah, “The song remains the same.” The spirit from us academicians remains the same.
Semangat keingintahuan, niat luhur untuk menyumbangkan ilmu demi kebaikan, dan tekad untuk membangun masa depan bersama—semua itu akan tetap hidup subur di sanubari masyarakat akademik.
Saya masih punya sejumput harapan bahwa seratus tahun dari sekarang, akan tetap ada lumbung-lumbung peradaban, nyata ataupun maya, tempat keingintahuan yang berjumpa dengan tekad, tempat pengetahuan melayani kemanusiaan, dan tempat masa depan dibangun. Itulah sebuah lukisan perguruan tinggi di Abad ke-22.
Pertanyaan untuk Kita Hari Ini
Dengan demikian, pertanyaan yang paling penting hari ini bukanlah:
“Apakah perguruan tinggi masih akan ada di tahun 2125?”
Tetapi:
“Apakah kita hari ini masih memiliki kebijaksanaan, sekepal keberanian, dan ketajaman imajinasi untuk merumuskan sekaligus mendesain ulang perguruan tinggi agar tetap berperan dan memberi makna bagi umat manusia serta semesta?”
Inilah pekerjaan rumah kita. Memang berat, tetapi dengan bergandengan tangan, kita dapat rencanakan dan wujudkan impian kita.
Selamat Ulang tahun ke 105 Pendidikan Tinggi Teknik Indonesia, semoga PTTI akan tetap relevan dan terus tumbuh sebagai pelopor kemajuan
Sebelum saya akhiri uraian ini, perlu saya sampaikan juga bahwa saat ini ITB sedang berupaya untuk membangun museum ITB, untuk mengabadikan momen – momen perjalanan ITB dan menginspirasi putra – putri bangsa untuk terus berprestasi seperti para pendahulunya. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera dan salam hormat untuk kita semua.
Bandung, 3 Juli 2025
Prof. Dr. Ir. Tatacipta Dirgantara, M.T.
Rektor ITB