Bahas Fenomena Oseanografi dan Penanggulangan Krisis Air di Indonesia, Mahasiswa Oseanografi ITB Gelar TRITON Bootcamp

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id—Mahasiswa Oseanografi yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Oseanografi (HMO) “TRITON” ITB sukses menggelar TRITON Bootcamp. Kegiatan tersebut digelar pada Sabtu (12/3/2022) dalam rangka menyambut hari air sedunia yang ditujukan untuk memahami pentingnya peran laut dalam kondisi hidrologi dan ketersediaan air bersih di Indonesia.

Pembicara yang dihadirkan adalah Dr. Lamona Irmudyawati Bernawis, S.Pi., M.Sc., dan Dr.rer.nat. Rima Rachmayani, S.Si., M.Si. Keduanya merupakan dosen Oseanografi dan Sains Kebumian ITB.

Materi dibuka oleh Dr. Lamona mengenai fenomena oseanografi yang dapat memengaruhi siklus hidrologi di Indonesia. “Laut dan atmosfer saling terkait, keduanya bekerja sama untuk memindahkan panas dan air tawar ke seluruh dunia. Pertukaran bahang yang terjadi dalam sistem laut-atmosfer juga menjadi kunci terjadinya iklim,” ujarnya.

Aktivitas angin muson Barat dalam periode Oktober–April berhembus dari arah Asia menuju Australia. “Udara yang hangat mengandung lebih banyak uap air dibandingkan udara yang dingin sehingga pada periode itu, Indonesia akan mengalami musim hujan. Namun sebaliknya, ketika angin muson Timur terjadi, angin bergerak dari Australia yang mengalami musim dingin menuju Asia. Udara yang dingin itu sangat kering dan minim uap air sehingga Indonesia akan mengalami musim kemarau,” papar Lamona.

Fenomena lain yang memengaruhi adalah El Niño-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD). ENSO memiliki tiga fase, yakni El Nino, La Nina, dan netral. El Nino memberi dampak kemarau panjang sementara La Nina umumnya memberi dampak peningkatan curah hujan di Indonesia. IOD positif akan menurunkan suhu permukaan laut Samudera Hindia bagian Timur dan menurunkan curah hujan di Indonesia. Sementara IOD negatif merupakan kebalikannya.

Siklus hidrologi yang terjadi memengaruhi jumlah air bersih di Indonesia. Pada kenyataannya, 1 dari 8 masyarakat Indonesia tidak dapat mengakses air bersih. Krisis air bersih disebabkan karena perubahan iklim yang bisa menyebabkan kekeringan dan banjir parah. “Selain itu, kebutuhan akan air bersih terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk, berkurangnya air tanah, pengelolaan air yang belum maksimal, dan polusi air,” terang Rima.

Menurut Rima, ada tiga upaya alami yang bisa dilakukan untuk menjaga kelestarian air, yaitu artificial aquifer recharge, rainwater harvesting, dan penanaman mangrove di pesisir. Artificial aquifer recharge memanfaatkan sumur buatan untuk mengambil air di akuifer tanpa mengurangi jumlahnya dan rainwater harvesting merupakan upaya untuk menangkap air hujan dan menyaringnya. Dua metode itu dapat digunakan untuk skala domestik maupun skala besar. Hutan mangrove dapat mencegah intrusi air laut dan menjadi filter alami sehingga sangat penting untuk menjaga kualitas air bersih di daerah pesisir.

Untuk kebutuhan air minum, air bersih yang sudah disimpan tadi dapat direbus, diberi klorin, atau dilakukan pemurnian yang lebih canggih untuk membunuh bakteri, virus, jamur, dan berbagai parasit lainnya. Seiring berkurangnya jumlah dan kualitas air bersih, akhirnya tercetus inovasi untuk melakukan desalinasi air laut yang memiliki persentase 96% dari total air di bumi.

Salah satu yang akan Rima terapkan dalam program pengabdian masyarakatnya di pesisir Timur Indonesia adalah mengubah air laut menjadi air tawar dengan metode reverse osmosis. “Sederhananya, air laut diberi tekanan agar melewati membran semipermeabel. Garam-garam terlarut akan tersangkut pada membran itu sehingga menghasilkan air tawar yang bisa dikonsumsi setelah dimurnikan,” bebernya.

Air merupakan kebutuhan esensial bagi semua makhluk hidup. Jika belum bisa membuat teknologi untuk menjaganya, kita bisa melakukan kebiasaan baik untuk menghemat dan melestarikannya. Karena dengan menyelamatkan air, sama dengan menyelamatkan kehidupan.

Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)