Mahasiswa Rekayasa Hayati ITB Ciptakan Sistem Pengolahan Limbah Selulosa Kulit Manggis

Oleh Asep Kurnia, S. Kom

Editor Asep Kurnia, S. Kom


BANDUNG, itb.ac.id — Tiga mahasiswa ITB semester 5 dari Program Studi Rekayasa Hayati di bawah bimbingan Mochamad Firmansyah, S.T., M.Si., berhasil meraih juara 1 sekaligus Best Presentation dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah National Scientific Festival 2022 (NICEFEST 2022) yang diadakan oleh Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang. Ketiganya adalah M. Zaki Arrazi (11220016), Najwa Naila Salsabila (11220027), dan Nikodemus Billy Lai (11220021). Mereka bersaing dengan mahasiswa lain dari seluruh Indonesia dalam menciptakan ide inovasi yang menyangkut tema besar “Kontribusi Generasi Muda dalam Pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) Demi Mewujudkan Indonesia Emas 2045”.

Dari tema yang telah ditentukan tersebut ketiganya memfokuskan kajian pada sub tema teknologi. Sebagai mahasiswa Rekayasa Hayati, mereka berusaha menciptakan sistem industri bio-based yang memanfaatkan limbah selulosa dari kulit manggis. Tujuan mereka adalah menciptakan sistem industri yang berkelanjutan dengan pendekatan manajemen limbah ke arah zero waste. Industri kulit manggis dipilih karena dinilai sebagai industri yang berkembang pesat di Indonesia namun masih menghasilkan limbah selulosa dalam jumlah besar, yaitu sekitar 60-70% dari sisa proses ekstraksi.

“Kami coba cari-cari tentang pengolahan limbah. Salah satu metode yang kami temukan yaitu valorisasi dengan black soldier fly. Kebetulan penggunaan black soldier fly juga sedang marak-maraknya. Jadi sederhananya kami ingin mengurangi limbah supaya industri yang potensinya sudah sangat besar tetap berjalan dengan sustain dan manfaatnya bisa kita rasakan.” Nikodemus menjelaskan.

Berdasarkan penemuan tersebut, ketiganya sepakat untuk menciptakan sistem pengolahan limbah kulit manggis terintegrasi untuk menghasilkan ekstrak antioksidan. Produk akhir dari sistem yang mereka ciptakan nantinya berupa pakan ternak, pupuk cair, dan pupuk kompos. Sistem ini memanfaatkan agen hayati berupa larva black soldier fly (Hermetia illucens) yang berperan sebagai bioreduktor untuk sampah organik. Larva lalat kemudian akan melakukan biokonversi terhadap limbah selulosa yang dibantu dengan penambahan limbah tahu padat dan air. Ide inovasi mereka ini dituangkan ke dalam bentuk full paper dengan judul “Pengembangan Teknologi Valorisasi dan Produksi Bioproduk Bernilai Tinggi dari Kulit Manggis (Garcinia mangostana) Terintegrasi Pengolahan Limbah Memanfaatkan Agen Larva Black Soldier Fly (Hermetia illucens) Berbasis Biorefinery Guna Mewujudkan SDGs 2030”.

“Larva lalat ini (black soldier fly) punya kemampuan mereduksi sampah organik hingga 80% per hari, sehingga sangat efektif untuk melakukan biokonversi. Nantinya limbah selulosa akan dikonversi menjadi pupuk kompos maupun pupuk cair. Sementara larvanya akan berubah menjadi pre-pupa yang dapat dikeringkan dan menjadi pakan ternak yang kaya akan karbohidrat, protein, dan lemak,” ujar M. Zaki.

Dari segi analisis, mereka menyediakan 3 metode utama, yaitu analisis neraca massa, diagram flow, serta kelayakan ekonomi. Ketiga analisis ini digunakan untuk menunjukkan kelayakan dan efisiensi produk dari aspek produksi maupun ekonomi. Dari berbagai analisis yang mereka lakukan, didapat kesimpulan bahwa sistem yang mereka ciptakan memenuhi kelayakan secara produksi dan ekonomi sehingga dapat di-scale up hingga skala industri.

Najwa menambahkan, “Untuk neraca massa kami menganalisis input dan output dari aliran massa pada sistemnya apa saja, sedangkan flow diagram kami buat untuk memastikan kira-kira residu yang dihasilkan sudah dimaksimalkan atau belum. Analisis ekonomi kami lakukan dengan berbagai metode, ada Gross Profit Margin, Net Present Value, Internal Rate of Return, dan yang terakhir ada Payback Period juga.”

Ketiganya mengaku mendapat inspirasi ide dari bagian keprofesian dan keilmuan Himpunan Mahasiswa Rekayasa Hayati (HMRH) serta riset dosen tentang pemanfaatan black soldier fly.

Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)