Menginspirasi, Tendik SPM ITB Ikut Andil dan Berhasil Raih Berbagai Penghargaan dalam Giat Pengelolaan Sampah di Cimahi

Oleh Anggun Nindita

Editor Anggun Nindita

Dokumentasi pribadi Asep Saepudin, S.Sos.

BANDUNG, itb.ac.id - Wabah Covid-19 yang terjadi pada tahun 2020, menjadi sebuah pandemi yang merubah banyak tatanan hidup masyarakat dunia. Virus ini awalnya diketahui muncul di pasar hewan serta makanan laut di Kota Wuhan, China. Tak membutuhkan waktu lama, wabah ini pun dengan cepat menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Usai ditetapkan sebagai pandemi, otomatis kehidupan masyarakat di Indonesia mulai berubah. Berbagai kegiatan dan aktivitas masyarakat sempat terhenti. Namun, adanya pandemi Covid-19 ini justru menjadi cerita tersendiri bagi salah satu Tendik Satuan Penjamin Mutu Institut Teknologi Bandung (SPM ITB), Asep Saepudin, S.Sos.

Masa pandemi ternyata membawa berkah tersendiri baginya. Beliau yang merupakan warga Cipageran, Cimahi Utara, Jawa Barat, saat itu bersama dengan masyarakat di sekitarnya membuat suatu aktivitas yang produktif di tengah pandemi yang belum usai.

"Saat pandemi tahun 2020, kala itu banyak warga yang terkena imbasnya. Ada yang kehilangan pekerjaan, ada juga yang masih bekerja tapi WFH dan lain sebagainya. Jadi saat itu saya dan warga sekitar berkumpul sambil berpikir kira-kira buat kegiatan apa ya yang bisa dikerjakan bersama dengan warga?" ujarnya pada Rabu (11/10/2023).

Lalu setelah berkumpul dengan warga, diputuskanlah mereka akan membuat kolam untuk budidaya lele. Ketika itu, lokasi kolam lelenya berada tepat di sebelah rumah Asep. Rencana pembuatan kolam lele itu sudah mulai sejak September 2020, namun baru terealisasi pada Januari 2021.

Budidaya lele yang beliau lakukan bersama warga rupanya berkembang dengan pesat. Namun, di tengah perjalanannya, dia mengalami berbagai kendala. Salah satunya adalah soal pakan lele.

"Awalnya lele itu diberi pakan pelet. Tapi setelah dijalani ternyata berat juga, karena untuk pelet ternyata cost-nya agak berat. Belum lagi dalam sehari kita harus memberi makan lele tiga kali. Itu dalam sekali makan bisa 5-7 kilogram untuk peletnya," tuturnya.

Beralih dari Pelet ke Maggot

Lantaran merasa keberatan dengan biaya pelet yang dirasa harganya mahal, Asep bersama warga sekitar pun berdiskusi untuk mencari opsi lain untuk pakan lele. Singkat cerita, Asep akhirnya mendapatkan akses untuk melaksanakan dialog dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cimahi terkait masalah tersebut.

"Setelah berdiskusi dengan DLH Kota Cimahi, akhirnya kami difasilitasi dengan menggunakan maggot untuk pakan lele," ucapnya.

Mungkin untuk sebagian orang masih asing dengan istilah maggot ini. Maggot sendiri merupakan penyebutan lain untuk belatung, atau larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF).

"Sekitar Juni 2021, akhirnya kami mulai budidaya maggot sebagai pilihan untuk pakan lele," tuturnya.

Maggot sendiri mempunyai kandungan nutrien yang baik dibandingkan alternatif bahan pakan lainnya. Berdasarkan laman resmi Kementerian Pertanian RI, maggot mempunyai kandungan protein kasar sekira 43%, lemak sekitar 28-30%, kalsium, serta mineral lainnya.

"Maggot ini sebelumnya sudah banyak penelitiannya, salah satunya oleh Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB. Jadi diketahui, maggot ini lebih banyak proteinnya, sehingga lele yang dihasilkan juga jadi lebih sehat dan berisi," ungkapnya.

Siklus Hidup Maggot

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maggot merupakan larva dari lalat Black Soldier Fly (BSF) atau yang disebut juga dengan lalat tentara. Fase hidup lalat BSF sendiri cenderung lebih pendek dibandingkan maggot.

Lalat BSF rata-rata hanya hidup tujuh sampai dengan 14 hari. 2-3 hari usai lalat BSF kawin, lalat betinanya akan bertelur. Sementara itu, lalat jantan akan mati setelah kawin. Kemudian lalat betina umumnya akan mati juga usai bertelur.

Umumnya waktu yang dibutuhkan telur untuk menetas sekitar 3-4 hari. Telur BSF yang menetas nantinya akan menjadi maggot. Lalu butuh waktu selama kurang lebih 4 hari lagi bagi telur maggot untuk menetas menjadi instar atau larva.

Dalam fase berikutnya, maggot instar satu ini akan berkembang hingga instar enam. Durasi yang dibutuhkan sampai menjadi instar enam sekitar 22-24 hari.

Fase selanjutnya pada perkembangan maggot adalah prepupa. Pada fase inilah maggot mulai dapat dijadikan pakan ternak untuk ikan.

Manfaat Maggot untuk Mengurai Sampah

Asep bersama komunitasnya yang kini bernama Gerakan Ekonomi Mandiri (GEMI) 0418, sudah semakin merasakan manfaat maggot untuk budidaya lele yang mereka lakukan.

Selain budidaya maggot yang cenderung mudah dilakukan, biayanya pun cukup murah dibandingkan jika dengan bahan pakan lainnya. Asep mengatakan, maggot adalah hewan yang tidak berbau amis. Sehingga tidak akan menimbulkan pencemaran lingkungan karena adanya bau tidak sedap, jika dijadikan pakan lele.

"Memang kan sebenarnya masih banyak yang menilai lele itu makanan yang kurang menarik. Mungkin dilihat dari kolamnya atau banyak yang mengeluh kolam lele itu bau, kotor, dan lain sebagainya. Makanya orang jadi pada enggak suka," ujarnya.

"Nah ketika dikasih alternatif pakan maggot, kualitas lele menjadi semakin terjamin dan terawat. Tidak menimbulkan bau juga di kolam lele maupun lingkungan sekitarnya," lanjutnya.

Tak hanya itu, siapa sangka kalau budidaya maggot rupanya juga dapat membantu mengatasi permasalahan sampah. Sebagaimana yang diketahui, sejak Agustus 2023, Bandung Raya, termasuk Cimahi sedang dalam kondisi darurat sampah.

Maggot hidup dengan cara memakan limbah organik. Lalu kemampuan maggot untuk menguraikan sampah pun terbilang cepat. Usai menetas, maggot membutuhkan makanan untuk bertahan hidup. Sampah organik inilah yang dapat menjadi makanan maggot.

"Untuk sampah organiknya, kadang kita dapat dari pasar atau supermarket. Biasanya sayuran atau buah-buahan yang sudah mulai rusak atau tidak layak. Banyak juga yang dari sampah rumah tangga, misalnya potongan sayur atau makanan-makanan," tuturnya.

Sebagai gambaran, satu ekor maggot dapat mengurai sebesar 25-500 miligram dalam satu hari. Sedangkan 15 ribu maggot mampu menguraikan sampah sekitar 1-2 kilogram tiap harinya.

Atas usaha Asep bersama GEMI 0418 dalam budidaya lele yang menggunakan pakan maggot ini, pihaknya pun mendapatkan banyak apresiasi serta penghargaan. Terutama dalam bidang pelestarian lingkungan.

Salah satunya adalah penghargaan Program Kampung Iklim (ProKlim) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI pada tahun 2022. GEMI juga menjadi ditunjuk oleh Pemkot Cimahi sebagai pilot project dalam upaya pengelolaan sampah sirkular mandiri.

Beliau berharap apa yang dilakukannya bersama GEMI dapat menjadi inspirasi bagi anak muda untuk lebih concern terhadap isu lingkungan, termasuk soal pengelolaan sampah dan pemanfaatan hasil bumi.

"Ya artinya dengan inspirasi seperti ini, bisa membuka nantinya gerakan yang baru dari mahasiswa ataupun anak muda. Sebagai contoh, pengelolaan sampah melalui maggot ini. Diharapkan nanti akan semakin banyak inovasi dari mahasiswa dan anak muda yang memiliki dampak positif untuk lingkungan," pungkasnya.