Studium Generale Bahas Analisis Mendalam tentang Reformasi Perpajakan Indonesia
Oleh Ana Noveria, Ph.D., dan Jani Nurhajanti, S.IP. -
Editor M. Naufal Hafizh
BANDUNG, itb.ac.id - Institut Teknologi Bandung (ITB) kembali menggelar Studium Generale pada Rabu (9/10/2024) di Aula Barat, ITB Kampus Ganesha. Studium Generale kali ini menghadirkan Direktur Keberatan dan Banding Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI, Aim Nursalim Saleh, dengan tema “Kepatuhan Pajak: Kunci Transparansi dan Akuntabilitas bagi Negeri”.
Acara ini dibuka oleh Sekretaris Institut ITB, Prof. Dr.-Ing. Ir. Widjaja Martokusumo, serta dihadiri oleh Wakil Rektor Bidang Keuangan, Perencanaan dan Pengembangan Prof. Ir. Muhamad Abduh, M.T., Ph.D.; Direktur Keuangan Dr. Ir. Anas Ma'ruf, M.T.; dan perwakilan dari Kepala Kanwil DJP Jawa Barat I dan Kepala KPP Madya II Bandung. Adapun yang menjadi moderator dalam agenda ini adalah Dosen dari Kelompok Keahlian (KK) Risiko Bisnis dan Keuangan Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB, Ana Noveria, Ph.D.
Aim Nursalim Saleh, yang akrab disapa Salim merupakan lulusan Teknik Perminyakan ITB (TM 1986) yang menyelesaikan Pendidikan Master of Business Administration (M.B.A.) dari International University of Japan (IUJ). Beliau saat ini menjabat sebagai Direktur Keberatan dan Banding sejak 16 Februari 2024. Beliau juga sebelumnya mengemban amanah sebagai Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian, Kepala Kanwil DJP Jakarta Selatan I, Kepala Kanwil DJP Sumatera Barat, Jambi, dan Aceh.
Tujuan dari Studium Generale ini untuk mengedukasi mahasiswa megenai pentingnya pajak untuk pembangunan bangsa dan kepatuhan pajak sebagai transparansi dan akuntabilitas bagi negeri. Pokok bahasan dalam kuliah umum ini terdiri atas peran penting pajak bagi pembangunan, refomasi perpajakan Indonesia dari masa ke masa, dan peningkatan kepatuhan demi optimalisasi penerimaan pajak.
Pemaparan kuliah umum oleh narasumber berjalan dengan interaktif melalui pertanyaan kepada mahasiswa mengenai kewajiban dari setiap warga negara dalam bela negara dan kewajiban membayar pungutan wajib kepada pemerintah, yaitu membayar pajak. Pajak didefinisikan sebagai kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, tanpa mendapatkan imbalan secara langsung (kontraprestasi), dan digunakan untuk keperluan negara demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Definisi ini tercantum dalam UU No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah diubah terakhir dengan UU No. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
"Peran penting pajak bagi pembangunan nasional antara lain merupakan sumber utama pendapatan negara atau fungsi budgeter. Sebelumnya, tahun 1970-an pendapatan utama negara sampai 70% berasal dari minyak dan gas. Setelah tahun 2000-an, kontribusi dari minyak dan gas semakin menurun, kemudian digantikan oleh pajak sebagai kontributor terbesar bagi pendapatan negara. Pada tahun 2023, pendapatan negara yang berasal dari pajak adalah sebesar 82%," ujarnya.
Fungsi kedua dari pajak adalah sebagai alat redistribusi pendapatan, misalnya melalui subsidi dan transfer kepada masyarakat (automatic stabilizers) dengan menerapkan pajak progresif sehingga tarif pajak penghasilan meningkat seiring dengan bertambahnya pendapatan. Tingkat kepatuhan pajak akan menentukan kapasitas negara dalam mendanai beberapa sektor publik antara lain pembangunan infrastruktur seperti jalan, sekolah, transportasi, rumah sakit, dan juga subsidi biaya kesehatan melalui BPJS Kesehatan.
Fungsi ketiga dari pajak adalah sebagai instrumen kebijakan ekonomi atau fungsi regulerend. Fungsi regulerend adalah peran pajak dalam mengatur perilaku ekonomi dan sosial mayarakat, antara lain sebagai insentif dan disinsentif yaitu untuk mendorong perilaku atau menghambat perilaku tertentu.
"Sebagai insentif/subsidi misalnya dengan memberikan insentif pajak untuk sektor energi terbarukan. Sementara pajak sebagai disinsentif contohnya dengan menerapkan pajak (cukai) atas rokok dan minuman beralkohol," tuturnya.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 terdiri atas pendapatan negara. Pada tahun 2023 pendapatan negara besarnya Rp 2.403 triliun, sebesar Rp 2.021,2 triliun atau 82% bersumber dari pajak yang tumbuh sebesar 5% dari outlook tahun 2022, Rp 441,4 triliun bersumber dari pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dan hibah luar negeri Rp 0,4 triliun. Belanja negara tahun 2023 besarnya Rp 3.061,2 triliun, terdiri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp 2.246,5 triliun dan transfer ke daerah Rp 814,7 triliun. Defisit anggaran sebesar Rp 598,2 triliun didanai melalui utang. Defisit ini dibandingkan dengan gross domestic product (GDP) tahun 2023 sebesar Rp 21.000 triliun adalah 2,85%, ini masih di bawah 3% yang merupakan angka maksimum sesuai amanat undang-undang. Penerimaan pajak tumbuh dari tahun ke tahun, pada tahun 2018 perbandingan antara target dan realisasi penerimaan pajak mencapai 93,9%. Realisasi penerimaan pajak dibandingkan target antara tahun 2021 dan 2023 mencapai lebih dari 100% selama tiga tahun berturut-turut.
Berkaca dari angka realisasi penerimaan pajak di atas target, kita dapat melihat besarnya potensi penerimaan pemerintah dari pajak. Walaupun tidak dapat dipungkiri terdapat tantangan yang dihadapi, antara lain terdapat penurunan daya beli masyarakat yang dipicu oleh perlambatan ekonomi global dan sehingga suku bunga mengalami kenaikan dalam rangka mengatasi inflasi.
Langkah strategis dan teknis pemerintah untuk meningkatkan kontribusi pajak bagi pembangunan nasional antara lain melalui reformasi perpajakan yang berkelanjutan termasuk digitalisasi sistem perpajakan melalui program Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau Core Tax Administration System (CTAS) dan integrasi layanan pajak digital guna meningkatkan kepatuhan dan mempermudah proses pelaporan. Upaya lain untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak adalah melalui edukasi atau sosialisasi masyarakat dan upaya penegakan hukum bagi wajib pajak yang tidak patuh. Kebijakan insentif untuk investasi juga diterapkan, walaupun ada dampak jangka pendek terhadap penerimaan pajak tapi kebijakan ini diharapkan bahwa dengan investasi dapat meningkatkan basis pajak jangka panjang dan penciptaan lapangan kerja.
Terkait reformasi perpajakan, sejak tahun 1983, Indonesia telah melaksanakan serangkaian inisiatif reformasi perpajakan yang bertujuan meningkatkan kapasitas fiskal negara, mengurangi defisit serta mempromosikan transparansi dan keadilan dalam sistem perpajakan dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pada tahun 1983, reformasi Undang-undang Perpajakan sudah dimulai dengan adanya perubahan sistem dari official assessment menjadi self-assessment sehingga wajib pajak dapat melakukan penghitungan sendiri, membayar pajak dengan jumlah yang benar dan pelaporan pajak tepat waktu.
Langkah-langkah utama reformasi perpajakan mencakup perluasan basis pajak dengan melibatkan lebih banyak wajib pajak dan meningkatkan kepatuhan. Upaya juga dilakukan untuk memperkuat pemungutan pajak di tingkat daerah guna mendukung pendanaan lokal. Selain itu, pemerintah berusaha memperketat pengawasan dan penegakan terhadap wajib pajak yang tidak patuh melalui audit, inovasi teknologi untuk mendeteksi ketidakpatuhan, serta penerapan sanksi yang lebih tegas. Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang diterbitkan pada tahun 2021, mencakup program pengungkapan sukarela, penguatan manajemen data perpajakan, penurunan tarif pajak badan, penyesuaian tarif pajak pertambahan nilai, dan pengenalan pajak karbon. Selanjutnya, digitalisasi administrasi perpajakan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan mempermudah proses bagi wajib pajak. Secara keseluruhan, inisiatif-inisiatif ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas fiskal negara, mengurangi defisit, serta meningkatkan keadilan dan transparansi dalam sistem perpajakan.
Kepatuhan pajak (tax compliance) adalah sikap dan perilaku Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya, seperti transparansi dalam pelaporan penghasilan dan aset, pembayaran pajak yang benar, serta tidak melakukan praktik penggelapan atau penghindaran pajak (tax evasion and avoidance). Melihat besarnya potensi penerimaan pemerintah dari pajak tantangan yang dihadapi antara lain perlambatan pertumbuhan ekonomi global setelah pandemi Covid-19, menurunnya daya beli masyarakat belakangan ini akibat inflasi.
Tantangan lain adalah masih perlunya meningkatkan trust dari masyarakat kepada pengelola pajak dari sisi pembelanjaannya, hal ini sangat krusial untuk meningkatkan tingkat kepatuhan pajak dari Wajib Pajak. Sistem PSIAP atau CTAS dan integrasi yang sedang dibangun saat ini diharapkan dapat meningkatkan pengawasan dan transparansi, akuntabilitas yang akan meningkatkan kepatuhan pajak para Wajib Pajak.
Beliau menyampaikan terlihat ada penurunan tingkat kepatuhan dalam pelaporan SPT tahun 2023 yaitu 53,91% yang turun dari 67,15% di tahun 2022. Solusi dan upaya untuk meningkatkan kepatuhan pajak antara lain dengan melakukan edukasi atau sosialisasi pajak seperti yang dilakukan di dalam Studium Generale kali ini, simplifikasi aturan pajak, penguatan teknologi dan digitalisasi pajak, pengawasan yang lebih ketat dan transparan, dan penerapan sanksi yang lebih tegas. Secara keseluruhan, inisiatif-inisiatif di atas diharapkan dapat meningkatkan tingkat kepatuhan pajak yang pada akhirnya akan meningkatkan kapasitas fiskal negara, mengurangi defisit dan ketergantungan pada utang luar negeri, serta meningkatkan keadilan sosial dan transparansi dalam sistem perpajakan.
Mahasiswa yang hadir mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan seperti mengenai fenomena orang yang memamerkan harta di media sosial dan upaya memecah-mecah harta untuk menghindari pajak. Salim menjelaskan bahwa bila semua transaksi yang terjadi sudah tercatat menggunakan data nama dan NIK maka dengan satu data dan sistem terintegrasi, semua aset dapat terdeteksi sehingga bisa mengurangi peluang tax avoidance.
Tidak kalah menarik adalah pertanyaan-pertanyaan melalui kanal youtube resmi ITB mengenai BPJS yang masih harus dibayar. Hal tersebut dijelaskan dengan rinci bahwa pengeluaran biaya Kesehatan akan sangat besar bila tidak disubsidi oleh APBN, anggota BPJS hanya perlu membayar Sebagian kecil sebagai bentuk dari tanggung jawab.
Semoga dengan lebih banyak diadakan Stadium Generale mengenai pajak ini dapat meningkatkan kepatuhan pajak dari seluruh lapisan masyarakat baik individu maupun perusahaan sehingga semakin banyak warga negara Indonesia yang berperan aktif dalam pembangunan bangsa.
Penulis: Ana Noveria, Ph.D., dan Jani Nurhajanti, S.IP.