Forum Guru Besar ITB Bahas Strategi Pengurangan Timbunan Sampah
Oleh Anggun Nindita
Editor Anggun Nindita
BANDUNG, itb.ac.id - Forum Guru Besar Institut Teknologi Bandung (FGB ITB) menyelenggarakan Webinar Kontribusi ITB untuk Bangsa secara bauran (hybrid) di Gedung Balai Pertemuan Ilmiah (BPI) ITB, Jalan Dipati Ukur No. 4, Kota Bandung, dan melalui Zoom, Jumat (22/09/2023). Tema yang diangkat tentang “Permasalahan Pengelolaan Sampah Kota (Fokus: Pendidikan, Teknologi, dan Rencana Jangka Panjang)”.
Salah seorang pembicara pada kesempatan tersebut, Dr. Mochammad Chaerul, S.T., M.T., menyampaikan materi berjudul “Strategi Pengurangan Timbulan Sampah”.
Beliau menilai sampah saat ini sudah menjadi masalah dunia, bukan hanya regional. Salah satu persoalan utama adalah pengoperasian TPA yang belum memadai karena metode yang digunakan secara umum masih berupa open dumping. Hal ini mengakibatkan tidak adanya input rekayasa di dalamnya sehingga berpotensi menimbulkan banyak masalah.
Setelah disahkannya UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah di TPA minimal seharusnya diolah dengan controlled atau sanitary landfill. Selain itu, mestinya TPA bukan lagi tempat pembuangan akhir, tetapi menjadi Tempat Pemrosesan Akhir. Konsep yang diharapkan adalah pengurangan dan penanganan sampah dengan memaksimalkan potensi yang masih dimilikinya.
“Ketika bicara terkait pengelolaan sampah, maka sebenarnya kita mengenal ada hierarki, jadi mana tahapan yang harus lebih diprioritaskan,” ujarnya.
Semaksimal mungkin setiap orang melakukan pencegahan (prevention) sehingga tidak menimbulkan sampah di awal. Namun jika tetap menimbulkan sampah, diupayakan agar jumlah sampahnya seminimal mungkin. Setelah berhasil di tahap tersebut, pengolahan sampah di fase selanjutnya seperti reuse, recycling, energy recovery, dan disposal (TPA) akan lebih mudah.
Meski begitu, hierarki tersebut bisa saja fleksibel. "Selain pengurangan timbulan sampah di sumber, berbagai teknologi pengolahan atau daur ulang sampah di awal dapat pula dilakukan untuk mengurangi jumlah sampah yang harus diangkut dan ditimbun di TPA," ujarnya.
Beliau menyampaikan sejumlah strategi pengurangan timbulan sampah berdasarkan tahapan pengolahan sampah, antara lain:
1) Mengurangi pemakaian produk sekali pakai;
2) Menggunakan kemasan seoptimal mungkin. Contoh kasus, satu pisang yang dijual dibungkus oleh material sterofoam dan plastik yang sampahnya lebih banyak daripada makanannya;
3) Penerapan polluter pays principle yakni pengenaan besaran tarif retribusi berbeda untuk jumlah timbulan yang berbeda atau implementasi berbagai bentuk insentif dan disinsentif;
4) Penjualan produk dengan sistem curah (tanpa kemasan);
5) Penggunaan kemasan yang lebih mudah terdegradasi di alam, seperti mengganti kemasan plastik dengan kertas dan/atau plastik yang biodegradable, dan lain-lain;
6) Reuse sebagai usaha maksimal memperpanjang masa layan suatu produk tanpa mengubah struktur penyusunnya;
7) Penerapan circular economy, misalnya substitusi bahan baku dari alam menjadi bahan baku dari by product atau sampah;
8) Penerapan Extended Producer Responsibility (EPR) terutama untuk penarikan kembali (take back system) terhadap by product/kemasan dan produk lewat masa layan untuk didaur ulang;
9) Pengembangan close loop industry/industri daur ulang, termasuk yang menghasilkan produk sejenis walaupun mungkin dengan kualitas yang lebih rendah.
Beliau menyampaikan bahwa kegiatan yang langsung bersentuhan dengan sampah secara teknis hanyalah salah satu aspek dalam pengelolaan sampah. Terdapat empat aspek nonteknis yang mendukung keberhasilan, efisiensi, dan efektivitas aspek teknis, yakni kelembagaan, pembiayaan, pengaturan, dan peran serta masyarakat. Selain itu, beliau menegaskan tidak semua sampah dapat diolah dengan semua teknologi. Setiap sampah memiliki karakteristik yang berbeda, termasuk teknologi pengolahannya. Karena itu, pemilahan di awal sangat penting demi peningkatan efektivitas dan efisiensi pengolahan.
Reporter: M. Naufal Hafizh