Menyulap Lahan Sawah Tadah Hujan Menjadi Hutan ala Dosen ITB
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Bisakah kita membentuk hutan baru dari lahan sawah tadah hujan? Dr. Yayat Hidayat, S.Hut., M.Si., pakar kehutanan Institut Teknologi Bandung menjawab, hal itu bukan sesuatu yang muskil asal ada beberapa syarat dan kondisi yang harus dipenuhi. Komunitas seni budaya Jatiwangi Art Factory sedang menginisiasi pembuatan hutan baru dari lahan sawah tadah hujan di Majalengka, Jawa Barat.
“Rancangan desain yang digodok harus mencakup tujuan pembangunan hutan sejelas mungkin. Komposisi jenis, desain pola tanam, tata ruang atau zonasi, dan sarana prasarana pendukung yang disesuaikan dengan tujuan pengelolaan harus termaktub dalam rancangan tersebut,” terang Dr. Yayat pada Rabu (7/12/2022) seperti dilansir dari tempo.co. Ia menambahkan bahwa penyusunan rancangan sebaiknya digodok oleh para ahli yang sudah kaliber di ranahnya.
Langkah yang dilakukan selanjutnya adalah pengondisian lahan. Lahan sawah umumnya memiliki tipe tanah inceptisol. Tanah ini memiliki karakteristik kembang susut yang tinggi. Tanahnya akan mengembang di musim hujan, kemudian di musim kering tanahnya akan menyusut dan didapati retakan-retakan yang cukup besar.
Tanah sawah yang diolah intensif dengan pemupukan urea misalnya, akan memiliki kandungan gas metana di tanah yang sangat tinggi, lumpur tanah yang menutupinya pun semakin tebal. “Kondisi tanah yang demikian, kurang cocok ditanami dengan tanaman tahunan atau kayu-kayuan. Jika terjadi retakan tanah, tanaman akan terusik sehingga menimbulkan kematian,” jelasnya.
Sebelum penanaman hutan dimulai, diberikan jeda untuk penanaman pohon. Jeda tersebut minimal dalam kurun satu tahun agar tanah sawah mengering, kandungan metananya lenyap, dan tidak ada lagi genangan air.
“Jika memungkinkan, lahan sawah sebaiknya diurug dengan lapisan tanah atau topsoil setebal 60 sentimeter hingga menyelimuti seluruh permukaannya. Untuk menghemat biaya, pengurugan ini bisa diberikan hanya pada setiap lubang tanam,” ujar Dr. Yayat.
Tahap selanjutnya adalah menyiapkan bibit tanaman hutan sesuai jenis dalam rancangan awal. Pembibitan dapat dilakukan dengan diseminasi atau membeli dari penangkar tanaman. Menurut penjelasan Dr. Yayat, bibit yang bagus adalah yang telah siap ditanam di lapangan dengan tinggi tanaman berkisar 1-2 meter. Saat penanaman, sebaiknya dibubuhi pupuk organik yang melimpah.
Untuk pemeliharaan tanaman ketika masih muda, usia 1-3 tahun, dilakukan penyulaman, pemupukan, dan pemberantasan hama penyakit tanaman. Sementara pada tanaman dewasa, pemeliharaannya dilakukan dengan pemangkasan dan penjarangan.
Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)
Sumber: Tempo.co