Orasi Ilmiah Prof. Bagus Budiwantoro: Mengenal Teknologi Crashworthiness, Solusi Tingkatkan Keamanan Transportasi Massal saat Terjadi Kecelakaan
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id–Prof. Dr. Ir. Bagus Budiwantoro, menyampaikan Orasi Ilmiah Guru Besar Institut Teknologi Bandung pada Sabtu (20/8/2022) di Aula Barat ITB. Guru Besar dari Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) itu membawakan hasil penelitiannya terkait "Sistem Keselamatan Pasif pada Struktur Kereta Penumpang".
Apa itu teknologi keselamatan pasif? Dijelaskan oleh Prof. Bagus Budiwantoro adalah teknologi yang menjamin keselamatan penumpang secara pasif pada struktur kereta. Keselamatan sendiri dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu keselamatan aktif dan pasif. Keselamatan pasif inilah yang jika terjadi kecelakaan, penumpang tetap aman. Namun, kecelakaan ini mengakibatkan dua hal, yaitu akibat primer dan sekunder (ruang penumpang tidak rusak, tapi penumpang tetap cedera karena benturan).
Berdasarkan akibat tersebut, maka dirancanglah teknologi crashworthiness, yakni kemampuan suatu struktur dalam melindungi keselamatan penumpang ketika terjadi tabrakan. “Kita merancang kereta yang kalau terjadi kecelakaan, daerah penumpang tidak rusak,” jelasnya.
Agar daerah penumpang tidak rusak, diperlukan struktur pada bagian kereta yang harus rusak terlibih dahulu jika terjadi kecelakaan. Daerah tersebut adalah crash zone area. Contoh daerah tersebut seperti toilet pada transportasi. Pada daerah tersebut, gaya akibat tabrakan akan diserap sehingga mengurangi dampak pada daerah penumpang.
Dalam menentukan struktur crashworthiness, perlu diperhatikan dua kriteria, yakni dua kriteria struktur crash zone (penumpang selamat dan perlambatan terkontrol) dan kriteria cedera penumpang. Terdapat beberapa standar kriteria cedera penumpang, salah satunya kriteria berdasarkan parameter perlambatan untuk menentukan keselamatan penumpang. Kriteria tersebut adalah Head Injury Criterion (HIC) / Severity Index (SI).
Melalui perhitungan SI, kita dapat menentukan Abbreviated Injury Scale (AIS). Dari AIS ini kita bisa mengetahui kemungkinan tingkat cedera penumpang. Semakin tinggi rentang SI, semakin tinggi pula AIS. “Ini semua dikuantifikasi, semua ada standarnya, sehingga melalui crashworthiness ini kita bisa menghitung jarak antara kursi ke kursi yang lain dengan aman,” ujar beliau. Teknologi ini sudah diterapkan di beberapa transportasi publik seperti LRT Jabodebek dan Metrokapsul.
Prof. Bagus yang juga peneliti di balik Metrokapsul itu mengatakan bahwa jenis dan kualitas struktur harus sudah dipikirkan sejak proses desain. Hal tersebut bertujuan agar pemilihan jenis struktur menjadi kompetitif saat produksi massal. Struktur yang digunakan adalah crashboxes.
“Proses desain perlu memerhatikan parameter crashworthiness, regulasi, dan material sehingga didapat suatu model yang bisa disimulasikan. Simulasi akan berlangsung secara iteratif sehingga didapat kelebihan dan kekurangan dari tiap model,” ujarnya.
Menutup orasinya, Prof. Bagus menjelaskan bahwa migrasi menuju transportasi massal bisa meningkatkan angka pengangguran karena produksi kendaraan pribadi menurun. Oleh karena itu, ia berpesan agar kita cinta NKRI. “Cinta NKRI menurut saya itu ada tiga, mandiri teknologi, mandiri tenaga kerja, mandiri keputusan,” pungkasnya.
Reporter: Kevin Agriva Ginting, GD’20
Foto-Foto: Adi Permana/Humas ITB