TASKO : Tas Spesial Bagi Penderita Skoliosis

Oleh Muhammad Arief Ardiansyah

Editor Muhammad Arief Ardiansyah

BANDUNG, itb.ac.id - Semua orang tentu sepakat bahwa kesehatan adalah hal yang sangat berharga dan harus dijaga. Menjaga kesehatan itu sendiri bisa dilakukan dengan menerapkan kebiasaan hidup yang baik. Apalagi bagi mereka yang sudah dinyatakan mengidap penyakit tertentu. Kebiasaan hidup yang kurang baik justru bisa membuat penyakit yang dideritanya menjadi semakin parah. Berangkat dari hal inilah, empat orang mahasiswa ITB yang terdiri dari Muhammad Dita Farel (Teknik Geodesi dan Geomatika 2015), Firdausi Zahara Gandes (Teknik Geodesi dan Geomatika 2015), Hana Alifiyanti (Teknik Geodesi dan Geomatika 2015), dan Lalu Rahmat Faizin (Teknik Geologi 2015) menciptakan sebuah inovasi untuk membantu penderita penyakit skoliosis menerapkan kebiasaan hidup yang lebih baik.

Sekilas Tentang Skoliosis

Skoliosis merupakan kelainan tulang belakang yang menunjukkan kondisi deformasi tulang belakang ke arah lateral (samping) sehingga menghasilkan kurvatura. Secara umum skoliosis dibagi menjadi dua, yaitu skoliosis struktural dan skoliosis fungsional. Skoliosis struktural terjadi karena perubahan anatomi dan bersifat irreversible, sedangkan skoliosis fungsional terjadi akibat kebiasaan dan bersifat reversible.

Pada penderita skoliosis fungsional, kondisi tulang belakang dapat bertambah parah apabila penderita melakukan kebiasaan buruk yang membebani tulang belakang secara berlebihan seperti membawa beban yang terlalu berat pada tas punggung. Posisi tas punggung yang kurang benar serta distribusi beban yang salah malahan akan semakin memperburuk kondisi tulang belakang. Apabila kebiasaan ini dilakukan dalam jangka waktu yang cukup panjang, derajat kemiringan tulang belakang bisa semakin bertambah. Hal ini tentu tidak baik bagi kesehatan para penderita skoliosis. Selain itu, kelebihan beban juga dapat mengakibatkan rasa sakit pada bagian pinggang, punggung dan pundak disamping mengganggu sistem pernapasan dan keseimbangan postur tubuh.


TASKO Sebagai Solusi

Kebiasaan buruk membebani tulang belakang oleh penderita skoliosis tentu harus diubah agar kondisi tulang belakangnya dapat kembali normal. Sayangnya kebanyakan penderita skoliosis, terutama para pelajar, sulit menghindari kebiasaan membawa beban menggunakan tas punggung. Oleh karena itu diperlukan perlakuan khusus bagi para penderita skoliosis yang kerap membawa beban berat agar akibat yang ditimbulkannya dapat diminimalisir. 

Untuk menjawab permasalahan inilah tim mahasiswa ITB yang diketuai oleh Dita menciptakan inovasi yang diberi nama TASKO. TASKO merupakan sebuah tas dengan metode sensor berat yang dirancang untuk meminimalisir bertambahnya derajat kemiringan tulang belakang akibat tas punggung bagi para penyandang skoliosis. Selain sensor, tas ini juga dilengkapi dengan komponen-komponen khusus lainnya yang tidak dimiliki tas lain, seperti movable compartment, one strap, dan adjustable belt. Komponen-komponen tambahan ini mampu memberikan kemudahan bagi para penyandang skoliosis dikala menggunakannya. Jangan lupakan juga desain TASKO yang menarik sehingga mampu meningkatkan rasa percaya diri bagi para penderita kelainan tulang belakang ini.

Dampak spesifik penggunaan TASKO terhadap kesehatan tulang belakang para penggunanya memang masih belum dapat ditentukan secara presisi. Untuk dapat melihat dampaknya setidaknya diperlukan waktu hingga enam bulan sampai proses pengujian medis dapat dilakukan. Meskipun begitu inovasi tas yang satu ini patut diacungi jempol mengingat belum ada tas khusus yang diproduksi bagi para penderita skoliosis.

Oleh karena itu, DIta dan kawan-kawan sangat berharap ide yang mereka tawarkan dalam ajang Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) ini mendapat perhatian khusus dari pihak-pihak terkait. Mereka berharap agar para pegiat medis mau turut serta dalam mengembangkan TASKO agar layak diproduksi secara massal. Semoga kedepannya TASKO dapat membantu para penderita skoliosis untuk menghilangkan kebiasaan buruk yang memberikan dampak negatif bagi kesehatan tulang belakang mereka. 

Ditulis oleh: Michael Armando Siahaan (Teknik Pangan 2015)