Perencanaan Kota Sehat sebagai Upaya Aktualisasi SDGs di Indonesia

Oleh Asep Kurnia, S. Kom

Editor Asep Kurnia, S. Kom


BANDUNG, itb.ac.id — Pembangunan kota berkelanjutan terutama untuk kawasan terbangun menyimpan banyak tantangan. Salah satu tantangannya adalah mewujudkan kota sehat yang menunjang penuh livabilitas perkotaan. Tantangan mewujudkan kota sehat ini menjadi topik utama dalam acara Sesi Webinar SAPPK ke-6 yang digelar dengan tema “Tantangan Kota Sehat di Indonesia” pada Kamis (29/9/2022). Dr. Ir. Iwan Kustiwan, M.T., selaku dosen SAPPK dari KK Perencanaan dan Perancangan Kota hadir sebagai pembicara yang menjelaskan tentang integrasi aspek kesehatan dalam perencanaan tata ruang kota.

Dalam mengawali pemaparannya, Dr. Iwan menjelaskan bahwa aspek kesehatan kota terkait erat dengan tren urbanisasi global yang terjadi beberapa dekade belakangan. Pertumbuhan kota yang kian masif menyimpan dampak negatif yang semakin berkembang bagaikan bom waktu. Berbagai masalah mulai dari penyediaan air bersih, kurangnya ruang terbuka hijau, hingga lingkungan kumuh berkorelasi langsung dengan penurunan kesehatan penduduk kota. Sekilas dampak negatif ini tersembunyi dan tidak terlihat, namun sebenarnya potensi terjadinya degradasi tingkat kesehatan yang ditimbulkan semakin besar seiring bertambahnya ukuran suatu kota tanpa perencanaan yang matang.

Beliau menjelaskan, “Program pengembangan kota sehat dilakukan dengan memberikan perhatian pada elemen-elemen perkotaan yang harus dibangun atau menjadi pendukung kondisi kesehatan yang lebih baik dari warganya. Mulai dari permukiman, transportasi, tempat kerja, tempat wisata, kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana hal ini dikaitkan dengan kehidupan atau gerakan masyarakat sehat.”



Perwujudan kota sehat terkait dengan dua dimensi utama dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu kota dan komunitas yang berkelanjutan serta kesehatan yang baik. Perencanaan kota sehat bertujuan untuk menegaskan kembali bahwa perencanaan kota yang ada diarahkan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, termasuk di dalamnya mencakup aspek kesehatan. Dengan demikian, isu-isu kesehatan perkotaan pada dasarnya merupakan elemen terpenting dari kota yang berkelanjutan. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Iwan terhadap struktur ruang kota sebelum dan sesudah pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa unsur-unsur ruang dalam kota yang menjadi determinan dari kesehatan perkotaan sangat sensitif terhadap kebijakan yang berhubungan dengan penanganan pandemi, misalnya PSBB. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa kota yang sehat berkorelasi dengan perubahan unsur ruang kota yang lebih baik.

“Dengan pelajaran dari Covid-19 kita ingin melihat kembali bagaimana keterkaitan atau integrasi aspek kesehatan di dalam perencanaan tata ruang kota. Seperti sudah kita ketahui bersama, ada dimensi-dimensi perencanaan yang kemudian mempengaruhi kesehatan yaitu berkaitan dengan standar perencanaan dan peraturan, kemudian planning codes yang nanti membatasi perilaku kita, bagaimana kerangka tata ruang yang diterapkan, serta proses perencanaan kota yang diarahkan untuk mendapatkan manfaat berganda,” ujar Dr. Iwan.

Implementasi perencanaan kota sehat utamanya dikendalikan melalui regulasi, kebijakan, dan rencana aksi dari arah hulu. Arahan yang berbentuk konsepsi ini kemudian baru akan berjalan jika ditindaklanjuti dengan pengadaan sarana prasarana yang menunjang perwujudan kota sehat, seperti ruang publik, fasilitas kesehatan, dan sebagainya. Selain dari segi fasilitas, faktor penggerak kota sehat yang paling penting adalah masyarakat. Perubahan perilaku dan gaya hidup masyarakat kota harus senantiasa dibangun karena kedua elemen sebelumnya tidak akan berguna apabila tidak ada kesadaran dan perubahan dari masyarakatnya sendiri.


Reporter : Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)