Mahasiswa Teknik Lingkungan ITB Belajar Air Hingga ke Negeri Sakura

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id—Siapa yang pernah bermimpi belajar ke luar negeri? Rasanya, mimpi tersebut pasti pernah lewat di benak semua mahasiswa. Mengenal sisi dunia yang lain, kultur baru, dan berbincang dengan orang dari latar yang sama sekali berbeda. Ternyata, terdapat beberapa program pertukaran pelajar ke luar negeri yang bekerja sama dengan ITB. Salah satunya yaitu Sakura Science Exchange Program.

Sakura Science: Upaya Jepang Memperluas Cakrawala

Sakura Science Program telah mengundang pelajar dari berbagai belahan dunia untuk berkunjung dan belajar ke Jepang dalam waktu yang singkat di bidang sains dan teknologi. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi para remaja untuk mengenal lebih jauh akan teknologi serta budaya Jepang.

Berbagai lembaga di Jepang, meliputi institusi pendidikan dan riset, perusahaan, pemerintah lokal, dan lain-lain terlibat dalam program ini. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB bekerja sama dengan Faculty of Science and Engineering Chuo University juga telah memanfaatkan program ini. Pada tahun 2015, program ini pertama kali diselenggarakan, kemudian dilanjutkan di tahun 2023.

Pada 8 - 14 Januari 2023, sebanyak 10 mahasiswa Teknik Lingkungan ITB angkatan 2019 didampingi oleh seorang dosen pendamping, yaitu Dr. Herto Dwi Ariesyady, S.T., M.T., telah mengikuti program ini. Seperti halnya di tahun 2015, institusi yang menjadi mitra adalah Faculty of Science and Engineering Chuo University, yang terletak di Kampus Korakuen - Tokyo, Jepang.

Topik utama yang diangkat selama berlangsungnya program ini adalah pengelolaan sumber daya air (water resources management), mulai dari pengelolaan air sungai/hujan, sistem penyediaan air bersih, dan penanganan air limbah serta lumpur.

Kegiatan Sakura Science Program ini diisi dengan pengenalan program dan kegiatan akademis di Chuo University, serta kuliah tentang pengelolaan air di Jepang dan teknologi pengolahan air menggunakan membran. Para peserta juga melakukan kunjungan ke laboratorium-laboratorium yang ada di Kampus Korakuen Chuo University dalam rangka mengenalkan budaya ilmiah unggul melalui penggunaan peralatan penelitian modern dan canggih.

Selain melakukan pembelajaran di dalam kampus, kegiatan ini juga dilanjutkan dengan kunjungan lapangan ke beberapa lokasi studi yang terkait pengelolaan air, yaitu: Tokyo Waterworks Historical Museum, Southern Tokyo Sludge Treatment Plant, Metropolitan Area Outer Underground Discharge Channel, Yamba Dam, dan Yoshimi Drinking Water Treatment Plant.

Potret mahasiswa dan dosen ITB dan Chuo University berkunjung ke Yamba Dam (Foto. Dok Panitia)

Kegiatan ini juga diselingi dengan sesi diskusi berkelompok di antara mahasiswa ITB dan Chuo University mengenai perbedaan sistem pengelolaan air di Indonesia dan Jepang. Seluruh peserta berdiskusi untuk mengidentifikasi permasalahan pengelolaan sumber daya air di negara masing-masing, mengevaluasinya serta memberikan rekomendasi penyelesaian isu-isu dan pengembangan pengelolaan air berdasarkan pengalaman yang telah didapatkan setelah kunjungan lapangan. Hasil diskusi mengenai perbedaan pengelolaan air tersebut dipresentasikan kepada para dosen dan sesama mahasiswa.

Harapan dari Program Sakura Science

Potret para peserta sedang melaksanakan presentasi mengenai pengelolaan sumber daya air (Foto. Dok Panitia)

Melalui kombinasi kegiatan pada program Sakura Science, diharapkan dapat membantu mahasiswa lebih mengenal dan mampu menganalisis permasalahan pengelolaan air, baik di negara Indonesia maupun Jepang, serta meramu solusi yang tepat melalui penggunaan teknologi terkini dan mempertimbangkan kearifan budaya lokal.

Potret mahasiswa ITB dan Chuo University, bersama Dosen Prodi Teknik Lingkungan ITB (Dr. Herto Dwi Ariesyady, S.T., M.T.), Dosen Chuo University (Prof. Hiroshi Yamamura), dan Dekan Faculty of Science and Engineering di Kampus Korakuen, Chuo University, Tokyo, Jepang.

Selain itu, harapan lainnya yang ingin diperoleh adalah tertanamnya semangat kebersamaan dalam menyelesaikan isu-isu lingkungan, yang tentunya memerlukan pendekatan lintas disiplin, negara, dan budaya. Kita tidak memerlukan ‘superman’, tapi yang diperlukan adalah ‘superteam’, untuk menyelesaikan persoalan-persoalan lingkungan ini sehingga tercapai keberlanjutan lingkungan. Lingkungan ini harus dapat bermanfaat, bukan hanya untuk generasi sekarang tetapi juga untuk generasi yang akan datang.

Penulis: Hasna Khadijah (TL’19) dan Herto Dwi Ariesyady


scan for download