Kuliah Tamu Prodi RIL ITB: Praktisi WASH UNICEF Bahas Tantangan Sanitasi Pasca Bencana dan Solusi Inovatif

Oleh Raihan Zhafar - Mahasiswa Rekayasa Infrastruktur Lingkungan, 2021

Editor Anggun Nindita

Enrico Rahadi Djonoputro foto bersama mahasiswa Rekayasa Infrastruktur Lingkungan, Ruang Active Learning Center, Labtek 1B, ITB Kampus Jatinangor, Kamis (10/10/2024). (Dok ITB Kampus Jatinangor/Shandra Shenara).

JATINANGOR, itb.ac.id - Mata Kuliah Sanitasi Pasca Bencana di Program Studi Rekayasa Infrastruktur Lingkungan (RIL) Institut Teknologi Bandung (ITB) mengadakan sesi kuliah tamu, Kamis (10/10/2024) yang diselenggarakan secara bauran di ITB Kampus Ganesha dan ITB Kampus Jatinangor.

Dalam kesempatan ini, praktisi dari WASH UNICEF atau WASH in Emergency Local Fund Coordinator di UNICEF Indonesia, Enrico Rahadi Djonopuro hadir sebagai narasumber. Beliau membawakan materi seputar Water, Sanitation, and Hygiene (WASH) in Emergencies kepada para mahasiswa.

Rico menekankan pentingnya koordinasi yang efektif, respons cepat, dan ketahanan infrastruktur sanitasi dalam konteks situasi darurat dan bencana.

Beliau pun menggarisbawahi pentingnya koordinasi antarlembaga dalam merespons situasi darurat. Ia menjelaskan bahwa sistem Global Cluster yang diciptakan pada 2005 oleh IASC (Inter-Agency Standing Committee) bertujuan meningkatkan efektivitas, kecepatan, dan akuntabilitas dalam tanggap darurat kemanusiaan. Di bawah sistem ini, UNICEF bertindak sebagai Cluster Lead Agency untuk sektor WASH, nutrisi, pendidikan, dan perlindungan anak. “Koordinasi di setiap level merupakan kunci agar respons bencana bisa cepat dan tepat sasaran,” ungkap Rico.

Tak lupa, dia pun menyoroti pentingnya pengorganisasian yang baik untuk menutup berbagai celah yang ada.

Ia juga menjelaskan bagaimana sistem ini pertama kali diuji pada 2010 di Pakistan, di mana sistem cluster terbukti mempercepat bantuan WASH bagi para pengungsi. “Namun, sistem ini masih terus disesuaikan agar dapat berjalan baik di setiap negara,” tambahnya.

Rico juga mencatat bahwa Indonesia baru mengadopsi sistem cluster pada 2014 dengan adaptasi yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan lokal, seperti klaster Perlindungan dan Pengungsian yang mencakup sub-klaster seperti AMPL (Air Minum dan Penyehatan Lingkungan).

Dalam penjelasannya, Rico menyoroti aspek-aspek kritis dari infrastruktur sanitasi yang perlu diprioritaskan di lokasi bencana. "Toilet yang layak dan mudah diakses adalah kebutuhan utama untuk mencegah kontaminasi," ujarnya.

Fasilitas ini harus mudah dibangun, higienis, serta memiliki fasilitas mencuci tangan yang memadai. Ia juga membahas primary barrier atau hambatan utama dalam sanitasi, yaitu perlunya fasilitas yang tepat untuk mengisolasi limbah manusia agar tidak mencemari air, tanah, atau makanan. “Di pengungsian, sanitasi sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit,” lanjutnya.

Selain membahas infrastruktur, Rico juga menekankan perlunya promosi perilaku higienis di kalangan masyarakat terdampak bencana. Kegiatan ini termasuk mengedukasi warga agar menjaga kebersihan lingkungan, menggunakan air bersih, dan selalu mencuci tangan. Dengan cara ini, risiko penyakit dapat ditekan.

Selain itu, beliau pun berbagi pengalaman pribadinya di bidang kemanusiaan. “Selama bekerja di Oxfam, saya belajar banyak soal implementasi langsung sanitasi darurat di lapangan, yang sangat berbeda dengan pekerjaan desain di kantor,” ujarnya.

Pengalaman tersebut membuka wawasan Rico untuk berpikir lebih pragmatis dalam menghadapi keterbatasan infrastruktur dan sumber daya.

Tak hanya membahas teknis, Rico pun mengajak para mahasiswa RIL untuk berinovasi dalam pengelolaan sanitasi darurat. Ia menyebutkan adanya Innovation Hub yang dikembangkan oleh UNICEF sebagai ruang bagi para inovator muda untuk menciptakan teknologi baru dalam bidang WASH, baik terkait sistem sanitasi, data informasi, maupun kontrol vektor.

“Mahasiswa ITB bisa berperan besar dalam pengembangan teknologi untuk sanitasi darurat. Kalian bisa mengusulkan ide seperti sistem informasi AMPL, atau metode pengendalian vektor agar lebih efektif,” ajak Rico.

Kuliah tamu ini disambut antusias oleh mahasiswa RIL ITB, yang mendapatkan wawasan mendalam tentang tantangan dan kebutuhan sanitasi di lapangan, terutama dalam situasi bencana. Rico berharap agar mahasiswa dapat mengambil pelajaran dari pengalaman yang ia bagikan dan terus mengembangkan inovasi yang dapat diaplikasikan di bidang WASH dalam konteks darurat.

"Yang paling penting adalah memutus rantai penyakit melalui sanitasi yang efektif. Dengan fasilitas yang benar dan promosi kebiasaan higienis, kita dapat menyelamatkan banyak nyawa," pungkas Rico.

Kuliah tamu ini memberikan perspektif berharga kepada mahasiswa mengenai sanitasi pasca bencana dan menjadi dorongan bagi mereka untuk berperan dalam upaya kemanusiaan di masa mendatang, khususnya dalam pengembangan teknologi dan inovasi di sektor WASH.

Reporter: Raihan Zhafar (Rekayasa Infrastruktur Lingkungan, 2021)

#kuliah #kuliahtamu #rekayasainfrastrukturlingkungan