Ganesha Film Festival 2024: Refleksi Diri dan Masa Depan dalam Genggaman Teknologi

Oleh Anggun Nindita

Editor Anggun Nindita

Direktur Ganesha Film Festival 2024, Joshua Tiroy Lumbantobing menyampaikan sambutannya dalam Program Closing Ganffest, Minggu (10/3/2024). (Dok.IFI Bandung/Asya Aulia Sukma)

BANDUNG, itb.ac.id -Liga Film Mahasiswa (LFM) Institut Teknologi Bandung (ITB) kembali menyelenggarakan Ganesha Film Festival (Ganffest) untuk kesembilan kalinya pada Jumat-Minggu (8-10/3/2024). Acara ini diadakan di empat tempat yang berbeda, yakni Balai Kota Bandung, Co&Co Hub, Sinesofia Fakultas Filsafat Universitas Parahyangan (Unpar), serta IFI Bandung.

Agenda Ganffest kali ini mengusung tema "flux". Tema ini dipilih sebagai upaya untuk mengajak kita sebagai manusia lebih bijak dalam mengambil arah gerak di tengah disrupsi teknologi.

Adapun tujuan dari ajang ini adalah untuk memperkenalkan dan menunjukkan pembaharuan dalam perfilman pendek ke masyarakat Kota Bandung dengan pembawaan statement teknologi. Statement tersebut menjadi ciri khas dari Ganffest, yang berangkat dari latar belakang panitianya. Mereka bukan khusus dari mahasiswa perfilman, melainkan berasal dari institut teknologi.

Pada Ganffest kali ini, panitia sengaja menyelenggarakan di beberapa tempat berbeda, sebagai perwujudan dari visi internal kepanitiaan yang ingin menjadikan Ganffest sebuah wisata perfilman dengan membawa pengunjung ke berbagai tempat di Kota Bandung.

“Statement teknologi dalam festival film ini sebenarnya kami lebih menonjolkan nilai inovasi dalam teknologi. Jadi biasanya film-film di Ganffest membawa suatu hal yang baru dalam perfilman independen di Indonesia," ujar Direktur Ganffest 2024, Joshua Tiroy Lumbantobing (EL, 21).

"Untuk masalah kenapa dua tahun sekali itu sebenarnya karena lagi-lagi pembawaan statement teknologi. Ibaratnya kalau lihat perbedaan iPhone 13 sama 14 itu enggak beda jauh, tapi kalau iPhone 13 sama 15 itu beda banget. Sehingga Ganffest diadakan dua tahun sekali agar bisa lebih menunjukkan lagi suasana pembaruan dalam perfilman pendek,” lanjutnya.

Total ada 309 film yang terdaftar dari berbagai daerah di Indonesia yang kemudian dikurasi menjadi delapan film untuk bersaing dalam program kompetisi memperebutkan penghargaan Gajah Pinilih yang merupakan pilihan komunitas, dan Gajah Emas yang merupakan pilihan dari juri.

Film-film tersebut ialah Berbincang Dalam Diam, Satu Malam Semua Usai, The Big Fish in The Small Pond, Burning Bridges, Sealed Shut, Surga Kami, Tahiara, A Main Character In An Opera, TRASHTALK, dan We Need More Fans in Summer. Selain itu, ada 21 film lainnya yang dikemas dalam program non-kompetisi, seperti program Bandung Nu Aing! (film-film karya sineas Bandung) dan program Horizon (film-film Indonesia yang tembus ke festival film luar negeri).

Sebelum dilaksanakannya main event, Ganffest terlebih dulu menyelenggarakan pre-event melalui Roadshow Komunitas dan Sinema Keliling. Roadshow Komunitas ditujukan untuk mengajak komunitas perfilman untuk meramaikan submisi, sedangkan Sinema Keliling ditujukan untuk memperkenalkan film pendek langsung ke masyarakat dengan mengadakan layar tancap di tempat-tempat yang tidak biasanya.

Dalam rangkaian acaranya, Ganffest tidak hanya melakukan pemutaran film, pameran fotografi serta menyelenggarakan talkshow dan diskusi.

Joshua berharap dengan adanya Ganffest, dapat menjadi wadah tidak hanya bagi mahasiswa maupun pecinta film, namun juga bagi masyarakat untuk lebih mengapresiasi lagi karya film.

“Dengan pengunjung yang berasal dari berbagai latar belakang, semoga Ganffest dapat menjadi wadah untuk kita bisa sama-sama bersenang-senang, berkembang, dan saling mengapresiasi melalui pemutaran film," pungkasnya.

Reporter: Asya Aulia Sukma (Arsitektur, 2021)


scan for download