Dosen FTSL ITB Prasanti Widyasih Sarli, Ph.D. Terima Penghargaan For Women in Science dari L’Oréal-UNESCO 2024

Oleh M. Naufal Hafizh

Editor M. Naufal Hafizh

Prasanti Widyasih Sarli, S.T., M.T., Ph.D. menerima penghargaan For Women in Science (FWIS) 2024 dari L’Oréal-UNESCO 2024. (Dok. L’Oréal Indonesia)

BANDUNG, itb.ac.id – Dosen dan peneliti dari Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung (FTSL ITB), Prasanti Widyasih Sarli, S.T., M.T., Ph.D., menjadi penerima penghargaan For Women in Science (FWIS) 2024 dari L’Oréal-UNESCO 2024, di Jakarta, Senin (11/11/2024). FWIS adalah penghargaan bagi perempuan peneliti muda berbakat yang mendedikasikan kariernya untuk mengembangkan inovasi ilmiah dan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan dan kemajuan masyarakat.

Perjalanan hingga mendapatkan penghargaan

Dosen dari Kelompok Keahlian Rekayasa Struktur FTSL ITB ini menceritakan perjalanan hingga mendapatkan penghargaan tersebut. Beliau mengatakan, L'Oréal-UNESCO merupakan penghargaan untuk proposal riset. “Pada bulan Agustus, atas anjuran senior yang sangat baik dari BRIN—yang sebelumnya pernah melihat presentasi riset saya—saya memberanikan diri untuk mendaftar,” ujarnya, Minggu (17/11/2024).

Setelah mengirimkan proposal, beliau terpilih menjadi 10 finalis berdasarkan dokumen tertulis tersebut. Pada bulan Oktober, beliau melakukan presentasi langsung di hadapan juri. Dari 10 finalis, terpilih empat pemenang, masing-masing dua untuk kategori Non-Life Science dan Life Science. Beliau mendapat penghargaan untuk kategori Non-Life Science.

“Alhamdulillah, tak disangka saya menang pada tahapan tersebut. Dalam presentasi, kami hanya diberi waktu 5 menit untuk memaparkan riset, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Jujur, saya sempat merasa kurang percaya diri saat itu, namun alhamdulillah saya bisa lolos. Pengalaman ini benar-benar sangat berharga bagi saya," ujar penulis buku "To be in Love with You is to be in Love with Myself" dan "Menjadi Manusia" ini.

Topik penelitian

Melalui riset berjudul "Resilience for All: Indonesian Large Scale Housing Assessment", beliau memaparkan impiannya bersama tim riset untuk membangun sebuah teknologi berbasis artificial intelligence (AI) yang mampu secara cepat dan akurat memprediksi kerentanan struktur hanya melalui foto. “Saat ini, piloting dari riset ini sudah berjalan, tetapi agar dapat benar-benar memberikan manfaat yang luas, tentu kami memerlukan dukungan dan kolaborasi dari berbagai pihak," ujarnya.

Penulis buku "Air dan Sanitasi Kawasan Kumuh" ini mengatakan, saat ini, di banyak negara miskin dan berkembang seperti Indonesia, data merupakan sesuatu yang sangat sulit untuk didapatkan. Terutama data mengenai bangunan, yang meskipun ada, kerap belum terdigitasi atau belum berada dalam sistem yang terpusat. Padahal, ketika berbicara tentang analisis risiko kerentanan suatu area—baik itu kota, provinsi, atau bahkan negara—pengetahuan tentang struktur setiap bangunan, mulai dari rumah, sekolah, gedung pemerintahan, hingga aset seperti jembatan, menjadi sangat penting.

“Kami berharap teknologi artificial intelligence yang sedang kami kembangkan, yang mampu mengidentifikasi tipologi bangunan hanya melalui foto, dapat membantu memetakan risiko suatu area secara cepat dan murah, bahkan hanya dengan foto dari Google Street View. Tentu saja, ini bukan solusi yang sempurna, tetapi kami berharap ke depannya teknologi ini dapat terus kami sempurnakan,” ujarnya.

Prasanti Widyasih Sarli, S.T., M.T., Ph.D. penerima penghargaan For Women in Science (FWIS) 2024 dari L’Oréal-UNESCO 2024. (Dok. L’Oréal Indonesia)

Seperti yang pernah dikatakan salah seorang koleganya, membangun aplikasi atau sistem seperti ini adalah pekerjaan seumur hidup. Beliau dan tim sangat bersemangat untuk berkomitmen jangka panjang pada proyek ini, karena percaya bahwa pemetaan risiko yang tepat sangat penting untuk memastikan setiap nyawa di tanah air mendapatkan perlindungan terbaik saat bencana terjadi.

Penelitian ini, ujarnya, secara garis besar dapat dilakukan di kota mana saja. “Saat ini, kami sudah mulai melihat data untuk Kota Bandung dan Padang. Ke depannya, kemungkinan kami akan lebih fokus pada kota-kota di Jawa Barat terlebih dahulu," katanya.

Penghargaan tersebut baginya sangatlah luar biasa. “Perjalanan menjadi seorang peneliti itu kadang terasa seperti berjalan sendiri dan meraba-raba dalam kegelapan. Sering kali saya bertanya-tanya, apakah jalan yang saya pilih ini benar-benar tepat. Tapi, penghargaan seperti ini rasanya sedikit banyak membesarkan hati saya. Seolah-olah apa yang saya lakukan selama ini memang sudah tepat, dan mungkin saya sedang berjalan ke arah yang benar," tuturnya.

Beliau mengatakan, Teknik Sipil adalah ilmu yang sangat penting karena merupakan fondasi kehidupan manusia. Banyak orang tidak menyadari betapa krusialnya bidang ini, padahal segala aspek kehidupan sehari-hari—mulai dari tempat tinggal, mobilitas, hingga akses air minum—tidak akan berjalan dengan baik tanpa kontribusi insinyur sipil.

“Saya sering mengutip kata-kata David Billington, almarhum Profesor Teknik Struktur di Princeton, yang mengatakan, 'Civilization is civil works, and insofar as these deteriorate, so does society.' Kata-kata ini selalu mengingatkan saya bahwa pekerjaan kita memiliki peran besar dalam menjaga dan memajukan peradaban. Jika kita tidak berdedikasi dan berkomitmen penuh terhadap bidang ini, maka peradaban (civilization) akan mundur,” ucapnya.

Beliau pun berpesan kepada mahasiswanya agar serius dengan bidangnya. Milikilah kebanggaan terhadap apa yang dipelajari karena kalian adalah fondasi dunia ini.

“Bekerjalah dengan sepenuh hati untuk memastikan bahwa peradaban kita terus maju dan menjadi lebih baik dari sebelumnya," katanya.

Setelah mendapatkan penghargaan tersebut, beliau akan bekerja dan melakukan riset dengan lebih baik lagi. “Pada akhirnya, penghargaan ini hanyalah sebuah stepping stone kecil menuju impian yang sesungguhnya—yaitu menciptakan karya yang bermanfaat bagi tanah air dan juga dunia, sekecil apa pun itu, walaupun untuk sementara mari merayakan stepping stone kecil ini!" tuturnya.

#ftsl #ai #prasanti widyasih sarli #loral #unesco